Tampilkan postingan dengan label Masalah Umum Dalam Agama 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masalah Umum Dalam Agama 3. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 November 2016

Masalah umum dalam agama Islam 3


1.   Pengertian takdir mubram dan takdir mu'allaq
2.   Perbuatan yang dapat menolak rizki
3.   Amalan yang dapat mendatangkan rezeki
4.   Yang menyebabkan kuat hafalan
5.   Mengikuti pilihan Allah
6.   Bahayanya fitnah 
7.   Keutamaan mengamalkan dan menuntut ilmu
8.   Tanda seorang yang mendapat taufiq atau dihinakan oleh Allah
9.   Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah
10. Allah memberi lima hal dan mempersiapkan lima hal yang lain
11. Mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara
12. Tergesa-gesa itu perbuataan setan
13. Keutamaan surat Al-Ikhlas
14. Akibat jauh dari ulama dan fuqaha
15. Adab, sabar dan wara'
16. Keistimewaan umat Muhammad saw
17. 10 keutamaan ilmu dibandingkan harta
18. Agar rezeki berkah dan melimpah 
19. Memotong kuku dan mencukur kumis pada hari Jum'at
20. Keutamaan puasa di bulan Rajab
21. Ghibah, mengumpat, menggunjing yang diperbolehkan 
22. Syirik kecil atau riya'
23. Ghibah, mengumpat, menggunjing (menyebut kejelekan oranag)
24. Orang Yahudi dan Nasrani juga masuk surga
25. 10 perkara yang menyebabkan hati menjadi mati
26. Sepuluh perkara yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
27. Empat perkara baik, namum empat lainnya lebih baik
28. Empat perkara jelek, namun empat lainnya lebih kelek
29. Pahala bagi orang yang sakit
30. Doa untuk menemukan barang yang hilang
31. Membaca Al-Qur'an tanpa memahami maknanya
32. Pahala menjenguk orang sakit
33. Anjuran melakukan shalat dhuha
34. Keutamaan nisfu sya'ban
35. Yang benar insya Allah atau insha Allah?
36. Hukum menghormati Al-Qur'an
37. Puasa sunnah dan keutamaannya
38. Dalil tentang membaca surat Al-Ashr di akhir pertemuan
39. Lupa membaca basmalah ketika makan
40. Al-Qur'an akan melaknat pembacanya
41. Shalat sunnah wudhu
42. Kiamat akan terjadi pada hari Jum'at
43. Dahsyatnya hari kiamat
44. Metode dakwah Rasulullah saw
45. Meneladani dakwah Rasulullah saw
46. Sebab turunnya ayat pertama surat Al-Jin
47. Sifat ujub dan cara mengobatinya
48. Masalah Rebo Wekasan
49. Mudahnya memperoleh pahala dan dosa

Pahala dan Dosa di Media Sosial



Pada jaman sekarang untuk memperoleh pahala tidak selalu ada di dalam masjid, begitu pula untuk memperoleh dosa tidak harus di tempat-tempat maksiat.

Pahala dapat kita peroleh dengan menulis atau menyebarluaskan tulisan atau berita yang baik dan benar melalui media sosial. Kita akan mendapat pahala sebanyak yang kita tulis atau kita sebarkan, apalagi kalau tulisan itu di sebarkan dan diamalkan oleh orang lain, dalam sebuah hadits disebutkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلٰى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذٰلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (H. R. Muslim no. 6980)

Dan sebaliknya, kalau yang kita tulis atau yang kita sebarkan berita jelek (provokatif, tendensius, menghujat, menjelek-jelekkan orang lain) dan juga berita tidak benar (fitnah, bohong), maka kita akan memperoleh dosa sebanyak orang yang menyebarkan atau yang mengikutinya

Dengan tehnologi yang begitu canggih pada era digital ini, kita sangat mudah dapat berita yang dapat kita sebarluaskan, padahal kita tidak sadar bahwa berita yang kita sebarkan itu menjadi pergunjingan karena kita tidak tahu masalah yang sebenarnya. Hal ini telah di disinyalir dalam Al-Qur'an :

وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيْهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّناً وَهُوَ عِندَ اللهِ عَظِيمٌ. وَلَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُم مَّا يَكُونُ لَنَا أَن نَّتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ
Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar. (Q.S. 24 An Nuur 14-16)

Kalau kita tidak mampu menulis menyebarkan berita-berita yang baik maka lebih baik kita diam, disamping menjadikan kelamat kita, juga dapat menutupi aib-aib orang lain

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya. (H. R. Bukhori no. 6019 dan Muslim no. 182 )

أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw beliau bersabda: Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak. ( H. R. Muslim no. 6760)

Rabu, 16 November 2016

Masalah Rebo Wekasan



Rebo Wekasan adalah sebutan hari Rabu terahir di bulan Shafar. Seorang muslim harus memandang bahwa bulan Shafar itu sama dengan bulan yang lainnya dalam arti, sama-sama tidak sial atau tidak turun bala' sebagai mana yang sering kita dengar. Dalam hadits disebutkan :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ  رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ عَدْوَى، وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ، وَلاَ صَفَرَ
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw beliau bersabda : Tidak ada penularan, tathayyur, kesialan burung haamah, dan kesialan bulan Shafar. (H. R. Bukhari no. 5757, muslim no. 33 dan lainnya)

Imam Abu Daud ketika mengomentari hadits yang berhubungan dengan bulan Shafar, dia mengatakan :

سَمِعْتُ أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ يَسْتَشْئِمُونَ بِصَفَرَ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ صَفَرَ
Aku mendengar bahwasanya orang-orang Jahiliyah (dulu) memandang sial terhadap bulan Shafar, maka Nabi saw bersabda : Tidak ada kesialan dalam bulan Shafar. (H. R. Abu Daud no. 3917)

Di bawah ini akan kami ketengahkan pendapat para ulama yang ahli dalam bidangnya masing-masing :

1. Pendapat ulama ahli tafsir

Seorang ulama ahli tafsir dari Mesir, yaitu Imam Ahmad Mushthafa Al-Maraghi dalam kitabnya tafsir Al-Maraghi Juz 27, halaman 78 :

 وَمَا رُوِيَ مِنْ شُؤْمِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ فَلَا يَصِحُّ شَيْئٌ مِنْهُ
Apa yang diriwayatkan (diceritakan) orang tentang adanya sebagian hari (seperti Rebo Wekasan) yang membawa sial/bala', maka cerita itu tidak benar sama sekali.

2. Pendapat ulama ahli hadits

Seorang ahli hadits dari Damaskus, Suriah yaitu Imam Ismail Muhammad Al-'Ajaluni Asy-Syafi'i, dalam kitabnya Kasyful Khafa Wamuzilul Ilbas 'Ammasytahara Minal Ahadits 'Ala Al-Sinatin Nas, Juz I, halaman 13, setelah panjang lebar menerangkan bulan Shafar dan hari Rabu yang ada di dalamnya (Rebo Wekasan) berkesimpulan sebagai berikut :

أَنَّ تَوَقَّى يَوْمِ اْلأَرْبِعَاءِ عَلَى وَجْهِ الطِّيَرَةِ وَظَنِّ اعْتِقَادِ اْلمُنَجِّمِيْنَ حَرَامٌ شَدِيْدُ التَّحْرِيْمِ
Merasa takut (dengan adanya) hari Rabu (di akhir bulan Shafar) dengan cara tathayyur dan mempunyai dugaan seperti akidah ahli nujum, maka hukumnya sangat haram.

3. Pendapat ulama ahli sosiologi

Seorang sosiolog Islam, yaitu Imam Muhammad Salim Al-Baihani dalam kitabnya Ishlahul Mujtama' (memperbaiki keadaan masyarakat), pada halaman 27, beliau membahas bulan Shafar dan Rebo Wekasan ini dengan panjang lebar (namun kami ringkas agar lebih jelas) sebagai berikut :

وَيَرْوِى الَّذِيْنَ لَايَعْرِفُوْنَ قُدَاسَةَ اْلإِسَلَامِ أَحَادِيْثَ مَكْذُوْبَةً فِى شُؤْمِ صَفَرٍ، وَإِنَّ اللهَ يُنَزِّلُ فِيْهِ مِنَ الْبَلَاءِ خَمْسَةَ أَضْعَافٍ مَايُنَزِّلُهُ فِى غَيْرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ، وَفِى اْلأَرْبِعَاءِ اْلأَخِيْرِ مِنْهُ، يَكْتُبُوْنَ التَّعَاوِيْذَ فِى اْلأَوَانِى الَّتِيْ يَشْرَبُوْنَ بِهَا وَلَا يُسَافِرُوْنَ وَلَا يَتَزَوَّجُوْنَ فِى صَفَرٍ، وَيَكْذِبُوْنَ عَلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِمْ : آخَرُ أَرْبِعَاءَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ، وَهُوَ مَوْضُوْعٌ

Dan orang-orang yang tidak mengerti akan kesucian agama Islam, meriwayatkan hadits-hadits bohong (palsu) yang berkaitan dengan kesialan bulan Shafar. Dan (mererka berkata) bahwasanya Allah menurunkan bala' dalam bulan Shafar tersebut lima kali lipat yang tidak Allah turunkan di bulan lainnya, dan pada hari Rabu terahir dari bulan itu (Rebo Wekasan), mereka menulis azimat-azimat/tangkal-tangkal di dalam bejana yang kemudian mereka minum airnya, dan di bulan Shafar itu mereka enggan bepergian dan mengadakan pernikahan, dan mereka berdusta kepada Nabi Muhammad saw dengan ucapannya : Hari Rabu terahir di setiap bulan Shafar adalah hari naas/sial yang terus-menerus, padahal (setelah hadits tersebut diteliti) ternyata hadits maudhu' (palsu).

Namun tidak ada salahnya kalau kita isi malam Rebo Wekasan dengan acara-acara yang tidak bertentangan dengan syariat, seperti mengadakan pengajian umum, istighatsah, shalawatan, qiyamul lail sendiri-sendiri atau berjamaah di masjid, atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi diri sendiri atau masyarakat disekitar kita

Kamis, 03 November 2016

Sifat ujub dan cara mengobatinya



Sifat ujub, sombong dan bangga dengan diri sendiri adalah satu penyakit hati yang sulit diobati. Ujub adalah memandang mulia kepada diri sendiri dan memandang remeh orang lain. Tanda ujub yang nampak pada lisan ialah kebiasaan berkata : Siapa saya dan siapa kamu. Ucapan yang demikian itu sama dengan perkataan iblis, sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur'an :

أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ
Saya lebih baik dari padanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (Q.S. 7 Al A'raaf 12)

Sedangkan orang yang sombong ialah orang yang tidak senang diberi nasehat, dan bersikap kasar dan keras jika memberi nasehat. Barang siapa yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, maka orang itu bersikap sombong. Semestinya kita mengetahui, bakwa orang yang baik ialah orang yang kehidupannya di akhirat nanti baik. Hal ini tentu saja tidak dapat diketahui oleh siapapun kecuali Allah swt.

Seharusnya kita tidak memandang kepada seseorang kecuali dengan penilaian, bahwa dia lebih baik dan lebih mulya dari pada kita.

Jika kita melihat anak kecil, maka hendaknya kita berkara dalam hati : Anak-anak ini belum pernah berbuat maksiat kepada Allah, sedangkan saya sering melakukan kemaksiatan. Tentu saja anak ini lebih baik dari pada saya.

Jika kita memandang orang besar (tua) maka kita katakan dalam hati : orang itu telah  banyak melakukan ibadah sebelum saya, tentu saja dia lebih baik dari pada saya.

Jika kita memandang orang pandai (alim), maka kita katakan dalam hati : Orang itu telah diberi Allah ilmu yang belum diberikan kepada saya. Dia beribadah dengan ilmunya, tentu saja dia lebih baik dari pada saya.

Jika kita memandang orang bodoh, maka kita katakan dalam hati : Orang itu kalau berbuat maksiat terhadap Allah karena kebodohannya, tetapi bila saya berbuat maksiat terhadap Allah bukan berarti saya tidak mengerti, sehingga tuntutan Allah kepada saya lebih berat, tentu saja dia lebih baik dari pada saya.

Jika kita memandang orang kafir, maka kita katakan dalam hati : Saya belum tahu juga, mungkin dia nanti masuk Islam dan di akhir hayatnya nanti selalu berbuat baik, sehingga dosa-dosanya terhapus dengan masuknya ke agama Islam (seperti yang dialami sahabat Umar bin Khaththab). Sedangkan saya (semoga Allah menyelamatkan saya) mungkin berubah menjadi kafir, sehingga kehidupan saya di akhir su'ul khatimah, mati tidak membawa iman (Seperti cerita kiyai Barseso). Dia yang semula kafir menjadi orang yang dekat kepada Allah, dan saya yang semula beriman menjadi orang yang bakal menerima siksa. sebab Allah adalah Dzat yang membolak-balikkan hati manusia. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Oleh karena itu kita biasakan membaca doa :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبْ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلىٰ دِيْنِكَ وَطَاعَتِكَ                                         
Wahai Dzat yang membolak balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama dan ketaatan kepada-Mu.


Semoha Allah menjadikan kita semua meninggal dalam keadaan husnul khatimah. 

Selasa, 01 November 2016

Sebab turunnya ayat pertama surat Al-Jin


قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا
Katakanlah (hai Muhammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan, (Q.S. 72 Al Jin 1)

Sebab turunnya ayat pertama surat Al-Jin,adalah berdasarkan hadits :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى طَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ عَامِدِيْنَ إِلَى سُوْقِ عُكَاظٍ، وَقَدْ حِيْلَ بَيْنَ الشَّيَاطِيْنِ وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ، وَأُرْسِلَتْ عَلَيْهِمُ الشُّهُبُ فَرَجَعَتِ الشَّيَاطِيْنُ فَقَالُوْا مَا لَكُمْ فَقَالُوْا حِيْلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ وَأُرْسِلَتْ عَلَيْنَا الشُّهُبُ . قَالَ مَا حَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ إِلاَّ مَا حَدَثَ، فَاضْرِبُوْا مَشَارِقَ اْلأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا فَانْظُرُوْا مَا هَذَا الأَمْرُ الَّذِى حَدَثَ. فَانْطَلَقُوْا فَضَرَبُوْا مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا يَنْظُرُوْنَ مَا هَذَا الْأَمْرُ الَّذِى حَالَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. قَالَ فَانْطَلَقَ الَّذِيْنَ تَوَجَّهُوْا نَحْوَ تِهَامَةَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَخْلَةَ، وَهُوَ عَامِدٌ إِلَى سُوْقِ عُكَاظٍ، وَهُوَ يُصَلِّى بِأَصْحَابِهِ صَلاَةَ الْفَجْرِ، فَلَمَّا سَمِعُوا الْقُرْآنَ تَسَمَّعُوْا لَهُ فَقَالُوْا هَذَا الَّذِى حَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. فَهُنَالِكَ رَجَعُوْا إِلَى قَوْمِهِمْ فَقَالُوْا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِى إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ، وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. وَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى نَبِيِّهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( قُلْ أُوْحِىَ إِلَىَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ ) وَإِنَّمَا أُوْحِىَ إِلَيْهِ قَوْلُ الْجِنِّ
Dari Ibnu Abbas ia berkata; Rasulullah saw pernah keluar bersama sekelompok orang dari sahabatnya menuju Pasar Ukazh. Sedangkan para setan telah dihalangi untuk mencuri berita langit. Bahkan, mereka dilempari dengan bintang (meteor) dan mereka pun kembali. Maka mereka (sahabat setan) pun bertanya, Ada apa dengan kalian? Mereka menjawab : Kami telah dihalangi untuk mencuri berita langit. Dan kami juga dilempari dengan bintang (meteor). Mereka berkata, Tidaklah kalian dihalangi untuk mencuri berita langit kecuali karena suatu kejadian. Karena itu, cermatilah ke seluruh penjuru bumi dari barat dan timur, lihatlah peristiwa apa yang sebenarnya telah terjadi. Akhirnya mereka pun pergi menelusuri penjuru bumi, barat dan timur guna melihat peristiwa apa yang telah terjadi sehingga menghalangi antara mereka dan berita langit. Mereka berjalan ke arah Tihamah menuju Rasulullah saw yang sedang berada pada sebatang pohon kurma hendak menuju ke pasar Ukazh. Saat itu, beliau sedang shalat Fajar (Shalat subuh) bersama para sahabatnya. Maka ketika para setan mendengar Al-Qur`an, mereka pun menyimaknya dan berkata : Inilah yang menghalangi antara kalian dan berita langit. Akhirnya mereka kembali kepada kaumnya dan berkata, Wahai kaum kami (Sesungguhnya kami telah mendengar Al-Qur'an yang begitu menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, (Q.S. 72 Al Jin 1- 2)Dan Allah 'azza wajalla pun menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya saw, (Katakanlah (hai Muhammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur'an), (Q.S. 72 Al Jin 1). Yang diwahyukan kepada beliau adalah perkataan Jin. (H. R. Bukhari no. 4921,Muslim no. 1034)

Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa jin yang mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang dibaca oleh Rasulullah saw ketika beliau shalat subuh itu berjumlah 9 jin. Karena di tempat itu diturunkan surat Al-Jin, maka dibangunlah sebuah masjid yang terkenal sampai sekarang dengan nama Masjid Jin, yang letakknya tidak jauh dari pemakaman Ma'la - Mekah.

Sesuai dengan firman Allah :

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذٰلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَداً
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (Q.S. 72 Al Jin 11)


Ternyata jin itu tidak semuanya kafir dan durhaka, banyak juga di antara mereka yang beragama Islam, yang shaleh, yang tekun beribadah kepada Allah swt.

Meneladani dakwah Rasulullah saw



Supaya dakwah (ajakan) kita memperoleh hasil yang maksimal, maka kita perlu metode yang baik dalam berdakwah. Dan metode terbaik dalam berdakwah adalah metodenya Rasulullah saw. Oleh karena itu kita karus meneladani (meniru) metode dakwahnya Rasulullah saw.

Metode dakwah Rasulullah saw selain ada dalam surah Ali 'Imran ayat 159 juga ada di surah An-Nahl ayat 125.

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir Juz II, halaman 561 disebutkan :

اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. 16 An-Nahl 125)

Dalam ayat di atas Allah swt memerintahkan kepada Rasul-Nya, yakni Nabi Muhammad saw agar menyeru (mengaajak) manusia untuk menyembah Allah dengan cara bijaksana

Dalam menyeru mereka, kadang kala diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik, yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Dalam ayat lain disebutkan :

وَلاَ تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلاَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka. (Q.S. 29 Al 'Ankabuut 46)

Allah swt memerintahkan Nabi saw untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya yang telah Dia perintahkan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, ketika keduanya diutus oleh Allah kepada Fir'aun, disebutkan dalam Al-Qur'an :

اِذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Q.S. 20 Thaahaa 43-44)

K.H. Mustofa Bisri pernah mengatakan : Dalam mengajak kebaikan, bersikap keraslah kepada diri sendiri dan lemah lembutlah kepada yang lain, jangan sebaliknya.

Jadi dakwah itu mengajak bukan menyepak, merangkul bukan memukul, bersikap ramah bukan pemarah, menasehati bukan mencaci maki, mencintai bukan membenci, mendekati bukan menjauhi, mencari teman bukan mencari musuh,

Inilah metode dakwah Rasulullah, baik kepada kaum muslimin atau kaum non muslim, dan kita wajib meneladani (meniru) metode dakwah beliau. Wallahu a'lam.


Bisa dibaca ditulisan kami yang lain yang berjudul METODE DAKWAH RASULULLAH SAW

Senin, 31 Oktober 2016

Metode dakwah Rasulullah saw



Metode dakwah Rasulullah saw banyak terdapat dalam Al-Qur'an, di antaranya adaalah :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلٰى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Q.S. 3 Ali 'Imran 159)

Menurut ayat di atas, metode dakwah Rasulullah saw didasarkan atas tiga hal:

1. Lemah lembut, tidak bersikap keras lagi berhati kasar

Seseorang dapat dengan mudah untuk mengikuti dakwah (ajakan) kita, tentunya kita harus bersikap lemah lembut. Rasulullah sebagai pendakwah nomor satu telah memberikan contoh bagaimana seharusnya berdakwah. Jalan yang ditempuh Rasulullah adalah jalan kelemah lembutan dan bukan sebaliknya, kekerasan. Dengan kelembutan hati dan budi inilah kemudian Rasulullah menuai keberhasilan dan kesuksesan besar dalam berdakwah.

Berdasar atas hal ini pula, maka semestinya Islam tampil dengan wajah lemah lembut dan ramah. Islam yang ramah tentu lebih menarik hati dari pada Islam yang kasar dan menakutkan. Bila lebih memilih pendekatan keras hati dan keras budi maka obyek dakwah akan menjauh dan lari. Kalau sudah demikian, bagaimana mungkin dakwah akan mencapai keberhasilan?

2. Pemaaf dan memohonkan ampun

Pemaaf adalah sikap lapang dada dan membuka hati untuk menerima kekurangan dan kesalahan orang lain. Pemaaf juga merupakan sikap mengerti dan memahami akan hal-hal yang terjadi pada orang lain karena kesalahannya. Karena lapang dada, membuka hati, mengerti dan memahami kekurangan dan kesalahan orang lain maka seorang pendakwah akan dengan sabar dan tulus ikhlas memberikan maaf.

Memberikan maaf merupakan sikap yang masih terkait dengan lembut hati dan lembut budi. Seseorang yang memiliki kelembutan hati dan budi pasti mempunyai sikap pemaaf. Sebaliknya, bila tidak memiliki hal tersebut akan sangat sulit menerima kekurangan dan kesalahan orang lain, apalagi memberikan maaf

Bayangkan, apa yang terjadi bila setiap orang tidak mempunyai sikap lapang dada dan pemaaf alias pemarah. Saksikan betapa banyak peristiwa memilukan yang diawali dari hilangnya sikap pemaaf dan lapang dada.

Rasulullah adalah pribadi mulia dan menjadi suri tauladan bagi seluruh umatnya. Maka contohlah Rasul, berilah maaf orang-orang yang ada di sekitarmu. Betapapun, Rasulullah adalah pribadai yang sangat disakiti dan di dzalimi oleh orang-orang di sekiarnya. Dan bukankah pula Rasulullah memberikan maaf kepada mereka yang telah mendzaliminya. Inilah yang selalu dilakukan Rasulullah dalam dakwahnya.

Sikap memaafkan ini masih harus dilanjutkan dengan memintakan ampun kepada Allah. Orang-orang yang telah berbuat aniaya kepada beliau, oleh Rasulullah juga dimintakan ampun kepada Allah

3. Bermusyawarah

Rasulullah telah memberikan contoh bahwa dalam berdakwah beliau tidak pernah meninggalkan musyawarah. Musyawarah merupakan jalan yang ditempuh Rasulullah bila hendak menyelesaikan masalah umat. Saking pentingnya musyawarah, di dalam Al-Qur'an ada surah Asy-Syuraa (musyawarah) surah yang ke 42.

Maka para pendakwah harus berada di tengah-tengah umatnya untuk membicarakan banyak hal tentang urusan umat. Bermusyawarah adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan setiap persoalan, apalagi menyangkut kepentingan umat.

Dengan mesyawarah maka akan didapatkan jalan keluar terbaik bila terdapat persoalan keumatan yang rumit. Setiap persoalan yang diselesaikan dengan musyawarah maka tidak akan kecewa di kemudian hari. Wallahu a'lam


Bisa dibaca ditulisan kami yang lain yang berjudul MENELADANI DAKWAH RASULULLAH SAW

Senin, 24 Oktober 2016

Dahsyatnya hari kiamat



Dahsyatnya hari kiamat bukan hanya dirasakan oleh manusia saja, tetapi mahluk-mahluk yang lainnya pun, seperti langit, bintang-bintang, dan lainnya ikut pula merasakan.

Di dalam Al-Qur'an banyak ayat yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada hari kiamat, di antaranya adalah :

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّيْ لاَ يُجَلِّيْهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لاَ تَأْتِيْكُمْ إِلاَّ بَغْتَةً
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". (Q.S. 7 Al A'raaf 187)

يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ. فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ. وَخَسَفَ الْقَمَرُ. وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
Ia bertanya: "Bilakah hari kiamat itu?" Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayanya,dan matahari dan bulan dikumpulkan,(Q.S. 75 Al Qiyaamah 6-9)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيْمٌ. يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيْدٌ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras. (Q.S. 22 Al Hajj 2)

اَلْقَارِعَةُ. مَا الْقَارِعَةُ.  وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ. يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِ. وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ
Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Q.S. 101 Al Qaari'ah 1-5)

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ . وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً . فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ. وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ
Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup,dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (Q.S. 69 Al Haaqqah 13-16)

إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ. وَإِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْ. وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ
Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan, (Q.S. 81 At Takwiir 1-3)

وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ. وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ.  وَإِذَا الْقُبُوْرُ بُعْثِرَتْ. عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ  

dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap, dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya. (Q.S. 82 Al Infithaar 1-5)

Sabtu, 22 Oktober 2016

Kiamat akan terjadi pada hari Jum'at



Dalil yang menyatakan bahwa hari kiamat akan terjadi pada hari Jum'at, berdasarkan pada hadits Nabi saw, di antaranya adalak :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi saw bersabda : Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari adalah hari Jum'at. Pada hari itu Nabi Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke dalam surga, pada hari itu pula ia dikeluarkan dari padanya, dan kiamat tidak akan terjadi, kecuali pada hari Jum'at. (H. R. Muslim no. 2014, Tirmidzi no. 490)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُهْبِطَ وَفِيْهِ تِيْبَ عَلَيْهِ وَفِيْهِ مَاتَ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ دَابَّةٍ إِلاَّ وَهِىَ مُسِيْخَةٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ حِيْنَ تُصْبِحُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ شَفَقًا مِنَ السَّاعَةِ إِلاَّ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لاَ يُصَادِفُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللهَ حَاجَةً إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهَا
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah saw bersabda: Sebaik-baik hari ketika matahari terbit adalah hari Jum'at, pada hari itu Adam di cipta, pada hari itu Adam di turunkan dari surga, pada hari itu pula taubatnya di terima, pada hari itu juga ia wafat, pada hari itu kiamat akan terjadi dan tidak ada binatang melata satu pun kecuali mereka menunggu pada hari Jum'at sejak shubuh sampai terbit matahari karena takut akan datangnya hari kiamat kecuali jin dan manusia, pada hari Jum'at ada suatu waktu yang tidaklah seorang mukmin pun ketika shalat, dan berdoa memohon sesuatu kepada Allah yang bertepatan dengan waktu itu, melainkan Allah akan mengabulkannya. (H. R. Abu Daud no. 1048, Nasa'i no. 1429)

عَنْ أَبِى لُبَابَةَ بْنِ عَبْدِ الْمُنْذِرِ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللهِ وَهُوَ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ يَوْمِ اْلأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ فِيْهِ خَمْسُ خِلاَلٍ خَلَقَ اللهُ فِيْهِ آدَمَ وَأَهْبَطَ اللهُ فِيْهِ آدَمَ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تَوَفَّى اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لاَ يَسْأَلُ اللهَ فِيْهَا الْعَبْدُ شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلاَ أَرْضٍ وَلاَ رِيَاحٍ وَلاَ جِبَالٍ وَلاَ بَحْرٍ إِلاَّ وَهُنَّ يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

Dari Abu Lubabah bin Abdul Mundzir berkata, Nabi saw bersabda: Hari jum'at adalah sebaik-baik dan seagung-agung hari. Di sisi Allah ia lebih utama dari iedul adlha dan iedul fithri. Pada hari itu ada lima perkara (besar); pada hari itu Adam dicipta, hari itu ia diturunkan ke bumi, pada hari itu ia diwafatkan, ada suatu saat yang pada saat itu tiada seorang hamba pun yang memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah akan mengabulkannya asalkan tidak memohon sesuatu yang haram, pada hari itu kiamat tiba. Dan pada hari itu tidaklah malaikat yang terdekat, langit, bumi, angin, gunung dan laut kecuali semuanya itu takut karena keagungan hari jum'at. (H. R. Ibnu Majah no. 1137, Ahmad no. 15947)

Shalat sunnah wudhu



Ada beberapa hadits yang menerangkan disyariatkannya shalat sunnah wudhu, diantaranya adalah :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِيْ بِأَرْجٰى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجٰى عِنْدِيْ أَنِّيْ لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُوْرًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذٰلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِيْ أَنْ أُصَلِّيَ قَالَ أَبُوْ عَبْدُ اللهِ دَفَّ نَعْلَيْكَ يَعْنِيْ تَحْرِيْكَ
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw berkata kepada Bilal ketika shalat Fajar (Shubuh): "Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga". Bilal berkata; "Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu) pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu' tersebut disamping shalat wajib". Berkata, (Abu Abdullah) : Istilah Daffa na'laika maksudnya gerakan sandal. (H.R. Bukhari no. 1149)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ : أَصْبَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ : يَا بِلَالُ بِمَا سَبَقْتَنِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ؟ إِنِّيْ دَخَلْتُ اَلبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِيْ. فَقَالَ بِلَالُ : يَا رَسُوْلَ اللهُ مَا أَذْنَبْتُ قَطُّ إِلَّا صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِيْ حَدَثٌ قَطُّ إِلَّا تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا
Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata :  bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw menyeru Bilal dan berkata kepadanya : Hai Bilal, dengan apa engkau mendahuluiku ke surga? Aku masuk surga semalam, lalu aku mendengar bunyi sandalmu di hadapanku. Kemudian Bilal berkata : Ya Rasulullah tidaklah saya berdosa, melainkan saya mengerjakan shalat dua rakaat dan tidak pula saya berhadats, melainkan saya berwudhu (dan shalat dua rakaat). Maka Rasulullah saw bersabda : Dengan ini. (H. R. Ibnu Khuzaimah no. 1209)

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ كَانَتْ عَلَيْنَا رِعَايَةُ اْلإِبِلِ فَجَاءَتْ نَوْبَتِى فَرَوَّحْتُهَا بِعَشِىٍّ فَأَدْرَكْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا يُحَدِّثُ النَّاسَ فَأَدْرَكْتُ مِنْ قَوْلِهِ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوْءَهُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Dari Uqbah bin Amir dia berkata : Dahulu kami menggembala unta, lalu datanglah malam, maka aku mengistirahatkannya dengan memberikan makan malam. Lalu aku mendapati Rasulullah saw berdiri berbicara kepada manusia. Dan dari sebagian sabdanya yang aku dengar adalah: Tidaklah seorang muslim berwudlu lalu menyempurnakan wudlunya, kemudian mendirikan shalat dua rakaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya, kecuali surga wajib diberikan kepadanya. (H. R. Muslim no. 576)

Dalam kitab Kasyfu Ghummah An Jami'il Ummah, karya Imam Abul Mawahib Abdul Wahhab Asy-Sya'rani, Juz I, halaman 151, menerangkan bahwa berdasarkan hadits-hadits di atas itulah para ulama berfatwa :

يُسَنُّ لِمَنْ تَوَضَأَ أَنْ يُصَلِّيَ قَبْلَ جَفَافِهِ رَكْعَتَيْنِ

Disunnahkan bagi orang-orang yang berwudhu agar shalat (sunnah wudhu) sebelum kering sebanyak dua rakaat.

Kamis, 20 Oktober 2016

Al-Qur'an akan melaknat pembacanya



Dalam kitab Ihya Ulumuddin Juz I, halaman 284, karya Imam Al-Ghazali ada ucapan sahabat Anas bin Malik sebagai berikut :

قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٌ رُبَّ تَالٍ لِلْقُرْآنٍ وَالْقُرْآنُ يَلْعَنُهُ
Anas bin Malik berkata : Tidak sedikit orang yang membaca Al-Qur'an padahal Al-Qur'an yang dibacanya akan melaknatnya.

Syaikh Al-Islam Abu Yahya Zakariya Al-Anshari, dalam kitabnya Syarh Al-Muqaddimah Al-Jazariyyah, halaman 20, ketika memberikan interpretasi terhadap ucapan di atas, beliau mengatakan :

وَاْلقَارِئُ بِتَرْكِهِ ذٰلِكَ (التَّجْوِيْدَ) مِنَ الدَّاخِلِيْنَ فِى ذٰلِكَ الْخَبَرِ
Seorang qari' (pembaca Al-Qur'an) yang tidak mengindahkan ilmu tajwid ketika membacanya termasuk ke dalam ancaman ucapan tersebut.

Dalam kitab مع القران الكريم karangan Syaikh Doktor Sya’ban Muhammad Isma’il, beliau mengemukakan :

قَالَ الله تَعَالٰى: وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا ( اَلْمُزَّمِّلْ :4 ) فَإِنَّ الْمُرَادَ بِالتَّرْتِيْلِ تَجْوِيْدُ الْحَرْفِ وَاِتْقَانُ النُّطْقِ بِالْكَلِمَاتِ فَقَدْ سُئِلَ عَلِيُّ بْنُ اَبِى طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ التَّرْتِيْلِ فِى هٰذِهِ اْلآ يَةِ فَقَالَ: اَلتَّرْتِيْلُ تَجْوِيْدُ الْحُرُوْفِ وَمَعْرِفَةُ الْوُقُوْفِ، وَقَوْلُهُ تَعَالٰى: وَرَتِّلْ، اَمْرٌ وَهُوَ هُنَا لِلْوُجُوْبِ
“Allah Ta’ala telah berfirman : وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا (dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil, surat Al-Muzammil ayat 4), yang dimaksud dengan tartil  itu  ialah  mentajwidkan  huruf  dan  membunyikan  kalimat-kalimat Al-Qur’an itu dengan mantap. Saidina Ali ra, sungguh telah ditanya tentang arti tartil dalam ayat ini, beliau menjawab : Tartil ini maksudnya mentajwidkan huruf dan mengetahui waqof. Dan firman Allah Ta’ala : Warottil adalah fi’il amar dan dia itu di sini untuk menunjukkan perintah wajib. (Kitab Ma’al Qur’anil karim).

Oleh karena itu, kami menghimbau kepada para pembaca Al-Qur'an agar berhati-hati supaya tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang telah dirumuskan para ulama dalam kitab-kitab ilmu tajwid