Hendaknya khatib mampu menunaikan rukun dan syarat khutbah
dengan baik dan benar. Namun karena satu dan lain hal, masih ditemukan beberapa
khatib yang kurang memperhatikan syarat atau rukun khutbah ini. Bahkan, tak
jarang ada salah satu syarat atau rukunnya yang tertinggal, baik disadari
maupun tidak. Ini seringkali menjadi perdebatan di masyarakat. Padahal,
syarat dan rukun merupakan dua hal yang wajib ada demi keabsahan ibadah yang
bersangkutan. Adapun perbedaan di antara keduanya terletak pada waktu dan
tempat. Syarat berada di luar ibadah, sedangkan rukun berada dalamnya.
Salah satu syarat syahnya khutbah adalah
duduk di antara dua khutbah, Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami, dalam
kitabnya Safinatun Najah halaman 18, mengatakan :
(فَصْلٌ) شُرُوْطُ
الْخُطْبَتَيْنِ عَشَرَةٌ : اَلطَّهَارَةُ عَنِ الْحَدَثَيْنِ الْأَصْغَرِ
وَاْلَأكْبَرِ وَالطَّهَارَةُ عَنِ النَّجَاسَةِ فِيْ الثَّوْبِ وَالْبَدَنِ
وَالْمَكَانِ وَسَتْرُ الْعَوْرَةِ وَالْقِيَامُ عَلَى الْقَادِرِ وَالْجُلُوْسُ
بَيْنَهُمَا فَوْقَ طُمَأْنِيْنَةِ الصَّلاَةِ وَالْمُوَالَاةُ بَيْنَهُمَا
وَبَيْنَ الصَّلاَةِ وَأَنْ تَكُوْنَ بِالْعَرَبِيَّةِ وَأَنْ يُسْمِعَهُمَا
أَرْبَعِيْنَ وَأَنْ تَكُوْنَ كُلُّهَا فِيْ وَقْتِ الّظُهْرِ
Syarat syahnya khutbah jum’at ada sepuluh
:
1. Bersih dari hadats kecil (seperti
kencing) dan besar seperti junub.
2. Suci dari najis pada pakaian,
badan dan tempatnya
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan
berdiri bagi yang mampu.
5.
Duduk di antara dua khutbah, selama kira-kira lebih dari ukuran thuma'ninah
dalam shalat
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan
berurutan
7. Khutbah dan shalat Jum’at
dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan
bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh
40 orang laki-laki
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam
waktu Dzuhur.
Hal ini juga berdasarkan hadits nabi :
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا
ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا
Dari Jabir bin Samurah, bahwasanya Rasulullah saw berkhutbah
dengan berdiri, lalu duduk kemudian berdiri dan berkhutbah. (H. R. Muslim no.
2033)
Bila khatib itu meninggalkan salah satu syarat syahnya
khutbah, seperti tidak duduk di antara dua khutbah maka konsekuensinya, khutbah
itu harus diulang lagi dari awal, sebelum shalat Jum'at dilaksanakan. Yang
mengulanginya bisa saja sang khatib sendiri, di mana setelah dia turun dari
mimbar, harus ada yang mengingatkan bahwa dia lupa membaca salah satu rukunnya,
atau boleh saja takmir masjid naik mimbar menyelamatkan shalat Jum'at itu agar
menjadi sah. Cukup mengucapkan rukun-rukunnya saja tanpa isi atau keterangan
lainnya, seperti dalam khutbah pertama hanya membaca :
اَلْحَمْدُ لِلهِ – اَللهم صَلِّ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ – اِتَّقُوْااللهَ - قُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ
Dan
dalam khutbah kedua hanya membaca :
اَلْحَمْدُ لِلهِ – اَللهم صَلِّ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ – اِتَّقُوْااللهَ - قُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ
- اَللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
Tentu
ini hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang paham ilmu fiqih, khususnya fiqih
shalat Jum'at. Jika hal itu tidak dilakukan dan langsung melaksanakan
shalat Jum'ah, maka Jum'ahnya ikut menjadi batal, karena dua khutbah itu
menjadi salah satu rukun jum'ah. Jika jum'ah batal, maka wajih i'adah Dhuhur
(mengulang dengan shalat Dhuhur)