Tampilkan postingan dengan label Masalah Fiqih 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masalah Fiqih 3. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Oktober 2024

Hukum Menelan Sperma (Mani)

 


Sperma (mani) adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan. Biasanya, keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Sperma dapat keluar dalam keadaan sadar, seperti karena berhubungan suami-istri, onani )mansturbasi) ataupun dalam keadaan tidur, biasa dikenal dengan sebutan mimpi basah. Keluarnya sperma menyebabkan seseorang harus mandi besar.

Mungkin menjadi bahasan yang tabu, tapi kerap kali didengar terkait menelan sperma, baik di sosial media ataupun di dunia nyata. Sejumlah pandangan akhirnya mengemuka, misalnya dari aspek kesehatan, disebutkan bahwa sperma berfungsi sebagai peremajaan pada kulit bagi orang yang menelannya. Di samping itu, sperma juga membantu menambah nutrisi pada kesehatan tubuh. Pandangan semacam ini tentu masih perlu dikonfirmasi lebih jauh tentang keabsahannya kepada para ahli di bidang kesehatan.

Imam Nawawi dalam kitabnya mengatakan :

هَلْ يَحِلُّ أَكْلُ الْمَنِيِّ الطَّاهِرِ؟ فِيْهِ وَجْهَانِ. الصَّحِيْحُ الْمَشْهُوْرُ: أَنَّهُ لَا يَحِلُّ، لِأَنَّهُ مُسْتَخْبَثٌ، قَالَ تَعَالَى: {وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ} (الأعراف:157). وَالثَّانِيْ: يَجُوْزُ، وَهُوَ قَوْلُ الشَّيْخِ أَبِيْ زَيْدٍ الْمَرُوْزِيْ، لِأَنَّهُ طَاهِرٌ لَا ضَرَرَ فِيْهِ  

Apakah boleh memakan sperma yang suci? Ada dua pendapat; pendapat yang shahih dan masyhur adalah tidak halal, karena sperma dianggap menjijikkan. Allah ta’ala berfirman: Diharamkan bagi kalian, hal-hal yang menjijikkan (Al-A'raf : 157). Pendapat kedua: Boleh. Ini adalah pendapat syaikh Abi Zaid al-Maruzi. Alasannya, sperma itu suci, tidak membahayakan. (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab Juz II, halaman  556)

Hukum Menepuk Pundak Seseorang Agar Jadi Imam

 


Hukumnya orang menyentuh imam ialah boleh (mubah), akan tetapi apabila mendatangkan keterkejutan imam yang sangat maka hukumnya haram. Ketika  imam terkejut sedikit atau menjadikan sangkaan orang bahwa menyentuh imam itu sunah atau wajib, maka hukumnya itu makruh. Apabila yakin atas ketidakterkjutan imam, bahkan dia menyangka dapat mengingatkan imam supaya niat menjadi imam, maka hukumnya baik (mustahab).


Salah satu hal yang lazim dilakukan dalam shalat sehubungan dengan proses jamaah adalah menjadikan seseorang sebagai imam dengan cara menepuk pundaknya di tengah-tengah shalat. Secara fiqih hal ini dibolehkan (mubah), bahkan disunnahkan jika tepukan itu memberi tanda bahwa yang bersangkutan telah didaulat menjdi imam.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya mengatakan :

 (وَنِيَّةُ إِمَامَةٍ) أَوْ جَمَاعَةٍ (سُنَّةٌ لِإِمَامٍ فِيْ غَيْرِ جُمُعَةٍ) لِيَنَالَ فَضْلَ جَمَاعَةِ.

Niat menjadi imam atau berjama’ah bagi imam adalah sunah, di luar shalat jum’ah, karena untuk mendapatkan keutamaan berjama’ah. (Kitab fathul mu'in Juz II, halaman 25)

 وَإِنْ نَوَاهُ فِيْ الأَثْنَاءِ حَصَلَ لَهُ الفَضْلُ مِنْ حِيْنَئِدٍ, أَمَّا فِيْ الجُمُعَةِ فَتَلْزَمُهُ مَعَ التَحَرُّمِ.

Seandainya ia niat berjama’ah di tengah mengerjakan shalat maka ia mendapatkan keutamaan itu. Adapun dalam shalat jum’ah wajib baginya niat berjama’ah saat takbiratul ihram. (Kitab fathul mu'in Juz II, halaman 26).

Dalil di atas menunjukkan kesunnahan niat sebagai imam walaupun niatnya baru ada di tengah shalat. Karena bagaimanapun juga shalat Jama’ah jauh lebih utama dari pada shalat sendirian.


Sabtu, 18 Februari 2017

Masalah fiqih dalam agama Islam 3

DAFTAR ISI MASALAH FIQIH DALAM AGAMA ISLAM 3

1.   Menunda haid untuk haji/umrah, puasa dan demi suami
2.   Hukum pergi haji/umrah dari hasil undian atau kuis
3.   Aurat perempuan dalam shalat
4.   Cara bermakmum kepada imam yang shalatnya duduk
5.   Hukum anak kecil menjadi imam shalat berjamaah
6.   Istighfar untuk orang tua yang meninggal dalam keadaan kafir
7.   Hukum menjual kotoran hewan
8.   Hukum mengikuti sujud sahwi imam
9.   Hukum bekas mertua menikah dengan bekas menantu
10. Hukum mendengarkan khutbah dalam shalat Jum'at
11. Hukum shalat ba'diyah Jum'at dan bilangan rakaatnya
12. Tidak wudhu setelah mandi besar
13. Bersentukan dengan kulit banci
14. Uang hasil undian harapan untuk membangun masjid
15. Hukum membaca sami'allahu liman hamidah bagi makmum
16. Hukum memakai parfum beralkohol dalam shalat
17. Hukum memakai mukena warna warni
18. Bersetubuh dengan binatang
19. Hukum mandi wiladah
20.  Apakah mengantuk membatalkan wudhu?
21. Boleh qurban atau aqiqah dengan kambing betina
22. Hukum puasa tarwiyah
23. Shalat jenazah setelah shalat asar
24. Pahala shalat berjamaah antara makmum muwafiq dan masbuk
25. Cicak atau tikus masuk minyak goreng
26. Hukum bulu ayam yang diambil dari ayam hidup
27. Air kurang dua kulah kejatuhan bangkai binatang
28. Hukum bersalaman setelah shalat berjamaah
29. Hukum memelihara burung dalam sangkar
30. Rahasia menggunakan tanah dalam mensucikan najis mughalladhah
31. Memandikan mayat yang berhadats karena junub atau haid
32. Hukum merubah niat dalam shalat
33. Cara mengusung jenazah yang benar
34. Cara memusnahkan mushaf Al-Qur'an yang rusak
35. Tidak ada larangan tempat shalat, kecuali di tujuh tempat
36. Hukum perempuan bekerja pada malam hari
37. Hukum tajdidun nikah (memperbarui nikah)
38. Hukum menerima bantuan yang tidak sesuai jumlahnya
39. Hukum menindik telinga bagi laki-laki
40. Hukum laki-laki memakai emas
41. Hukum jual beli kucing
42. Hukum shalat berjamaah dilakukan dengan cepat
43. Hukum dua shalat Jum'at dalam satu perumahan
44. Hukum wanita shalat berjamaan di masjid
45. Yang menyebabkan mandi wajib
46. Yang menyebabkan mandi sunnah
47. Berniat menjadi imam di tengah-tengah shalat
48. Imam berdoa tidak menghadap kiblat
49. Hukum mengeraskan suara bagi perempuan

Hukum mengeraskan suara bagi perempuan



Para ulama berbeda pendapat tentang hukum perempuan yang mengeraskan suara ketika di hadapan umum, baik menggunakan pengeras suara atau tidak, seperti berpidato, membaca Al-Qur'an atau lainnya.

Apabila suara perempuan itu dapat menimbulkan fitnah atau menimbulkan rasa ladzat (nikmat) atau sahwat, maka hukumnya haram. Dan hukumnya dipandang boleh, apabila tidak menimbulkan fitnah, rasa ladzat (nikmat)  atau sahwat, karena suara perempuan bukan termasuk aurat menurut pendapat yang lebih shahih.

Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya :

هَلْ صَوْتُ اْلمَرْأَةِ عَوْرَةٌ فِيْهِ وَجْهَانِ (اَلْاَصَحُّ) اَنَّهُ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ
Apakah suara perempuan itu aurat? Dalam masalah ini ada dua pendapat. Adapun pendapat yang lebih shahih menyatakan bahwa suara perempuan itu bukan aurat. (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz III, halaman 390)

Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya mengatakan :

وَلَيْسَ مِنَ العَوْرَةِ الْصَوْتُ فَلاَ يَحْرُمُ سِمَاعُهُ اِلاَّ اَنْ خُشِيَ مِنْهُ فِتْنَةٌ أَوِ التَّلَذُّذُ بِهِ أَيْ فَاِِنَّهُ يَحْرُمُ سِمَاعُهُ أَيْ وَلَوْ بِنَحْوِ قُرْأَنٍ. وَمِنَ الصَّوْتِ اَلزَّغاَرِيْدُ 
Suara perempuan tidak termasuk aurat, maka tidak haram mendengarkannya, kecuali jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah atau laki-laki menikmati suaranya, maksudnya haram bagi laki-laki untuk mendengarkannya, walaupun yang dibaca itu Al-Qur’an. Dengungan nada tanpa kata-kata (rengeng-rengeng) juga termasuk suara. (Kitab I’anatut Thalibin, Juz III, halaman 302)

وَفِي الْبُجَيْرَمِىِّ: وَصَوْتـُهَا لَيْسَ بِعَوْرَاةٍ عَلىَ اْلاَصَحِّ لَكِنْ يَحْرُمُ اْلاِصْغَاءُ اِلَيْهِ عِنْدَ خَوْفِ اْلفِتْنَةِ وَاِذَا قَرَعَ باَبَ اْلمَرْأَةٍ أَحَدٌ فَلاَ تُجِيْـبُهُ بِصَوْتٍ رَخِيْمٍ بَلْ تُغَلِّظُ صَوْتَهَا بِاَنْ تَأْخُذَ طَرَفَ كَفِّهَا بِفِيْهَا

Dan dalam kitab Bujairamiy : Suara perempuan bukanlah aurat menurut pendapat yang lebih shahih, tetapi haram mendengarkannya ketika akan menimbulkan fitnah. Apabila seorang laki-laki mengetuk pintu rumah perempuan, maka perempuan tersebut tidak boleh menjawabnya dengan suara yang lembut, melainkan ia harus menjelekkan suarannya dengan cara menutupkan ujung telapak tangannya pada mulutnya. (Kitab I’anatut Thalibin, Juz III, halaman 302)

Imam berdoa tidak menghadap kiblat



Sebaiknya bahkan dipandang sunnah dan lebih utama (afdhal) seorang imam ketika memimpin doa tetap menghadap ke arah makmum, atau menjadikan kiblat di arah kirinya dan makmum di arah kanannya. Hal ini berdasarkan beberapa fatwa para ulama, di antaranya adalah :

1. Imam Nawawi dalam kitabnya :

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُقْبِلَ عَلَي النَّاسِ فَيَدْعُوَ
Dan disunnahkan (bagi imam) agar menghadap ke arah makmum, lalu berdoa (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz III, halaman 488) 

2. Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya :

وَاسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ إِنْ كَانَ مُنْفَرِدًا أَوْ مَأْمُوْمًا أَمَّا اْلإِماَمُ فَيَسْتَقْبِلُ اْلمَأْمُوْمِيْنَ بِوَجْهِهِ فِى الدُّعَاءِ
Dan menghadap ke arah kiblat jika ia shalat sendirian atau makmum. Sedangkan imam tetap menghadap ke arah makmum dengan wajahnya saat berdoa. (Kitab Irsyadul 'Ibad, halaman 21)

فَالْأَفْضَلُ جَعْلُ يَمِيْنِهِ إِلَى الْمَأْمُوْمِيْنَ وَيَسَارِهِ إِلَى اْلقِبْلَةِ. قَالَ شَيْخَنَا: وَلَوْ فِي الدُّعَاءِ.
Utamanya (imam itu) menjadikan sebelah kanannya ke arah makmum dan sebelah kirinya ke arah kiblat. Guru kami (Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami), telah mengatakan bahwa sekalipun yang demikian itu saat berdoa. (Kitab Fathul Mu'in, halaman 24)

3. DR. Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya :

وَيَسْتَقْبِلُ الدَاعِيْ غَيْرَ اْلإِمَامِ اْلقِبْلَةَ لِأَنَّ خَيْرَ الْمَجَالِسِ مَا اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَيُكْرَهُ لِلْإِمَامِ اسْتِقْبَالُ اْلقِبْلَةِ، بَلْ يَسْتَقْبِلُ الْإِمَامُ الْمَأْمُوْمِيْنَ لِلْحَدِيْثِ السَّابِقِ : أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْحَرِفُ إِلَيْهِمْ إِذَا سَلَّمَ
Dan selain imam hendaknya berdoa menghadap ke arah kiblat, karena tempat yang terbaik adalah tempat yang menghadap ke arah kiblat. Namun imam dimakruhkan menghadap kiblat, oleh karena itu imam harus tetap menghadap kepada para makmum, berdasarkan hadits yang telah lalu yakni beliau (Nabi) saw berpaling kepada mereka (para makmum) setelah beliau memberi salam. (Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Juz I, halaman 805)

Fatwa para ulama tersebut berdasarkan hadits nabi, di antaranya adalah :

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
Dari Samurah bin Jundub, ia berkata : Adalah Nabi saw jika telah selesai dari shalatnya beliau menghadap kepada kami (para makmum) dengan wajahnya. (H. R. Bukhari no. 845)

عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُوْنَ عَنْ يَمِيْنِهِ يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

Dari Al-Barra` katanya; Jika kami shalat di belakang Rasulullah saw, maka kami menyukai jika berada di sebelah kanan beliau, sehingga beliau menghadap kami dengan wajahnya.  (H. R. Muslim no. 1676)

Berniat menjadi imam di tengah-tengah shalat



Seseorang yang pada mulanya shalat fardhu sendirian, kemudian ada orang lain bermakmum kepadanya, maka ia boleh (hukumnya) berniat menjadi imam di tengah-tengah shalat, justru dengan niat menjadi imam itulah ia akan mendapat fadhilah berjamaah.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya  menyebutkan :

وَتَصِحُّ نِيَّتُهَا مَعَ تَحَرُّمِهِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ خَلْفَهُ أَحَدٌ، إِنْ وَثَقَ بِالْجَمَاعَةِ عَلَى اْلاَوْجَهِ، لِاَنَّهُ سَيَصِيْرُ إِمَامًا، فَإِنْ لَمْ يَنْوِ، وَلَوْ لِعَدَمِ عِلْمِهِ بِالْمُقْتَدِيْنَ، حَصَلَ لَهُمُ الْفَضْلُ دُوْنَهُ، وَإِنْ نَوَاهُ فِي اْلاَثْنَاءِ، حَصَلَ لَهُ الْفَضْلُ مِنْ حِيْنَئِذٍ

Dan hukumnya sah niat menjadi imam bersama takbiratul ihramnya, sekalipun di belakang orang itu tidak ada orang lain, jika ia punya dugaan yang kuat akan ada makmum untuk berjamah dengannya, menurut pendapat yang lebih dapat dipegang, karena ia akan menjadi imam. Jika ia tidak berniat menjadi imam, sekalipun karena ia tidak mengetahui para makmum yang berada di belakangnya, maka para makmumlah yang mendapat fadhilah berjamaah, sedangkan ia tidak mendapatkannya. Dan jika ia berniat menjadi imam di tengah-tengah shalat, maka ia mendapat fadhilah berjamaah mulai dari ketika itu. (Kitab Fathul Mu'in, halaman 36)

Minggu, 12 Februari 2017

Yang menyebabkan mandi sunnah



1. Mandi hari Jum'at, disunnahkan bagi orang yang bermaksud akan mengerjakan shalat Jum'at, agar baunya yang busuk tidak mengganggu orang di sekitar tempat duduknya

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُولُ إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْتِىَ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ
Dari Abdullah ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Apabila salah seorang diantara kamu hendak pergi shalat Jum'at, hendaklah ia mandi. (H. R. Muslim no. 1988, Baihaqi no. 1470)

2. Mandi hari raya

عَنِ الْفَاكِهِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ
Dari Fakih bin Sa'di, bahwasanya Rasulullah saw mandi pada hari Jum'at, hari Arafah, hari raya fitri, dan hari raya haji. (H. R. Ahmad no. 17175, Thabrani no. 15222)

3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada sangkaan (kemungkinan) ia keluar mani

4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah

عَنْ خَارِجَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ رَأَى النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  تَجَرَّدَ لِإِهْلاَلِهِ وَاغْتَسَلَ
Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit dari ayahnya bahwasanya ia melihat Nabi saw membuka pakaian beliau ketika hendak ihram, dan beliau mandi. (H. R. Tirmidzi no. 839, Baihaqi no. 9210)

5. Mandi sehabis memandikan mayat

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ مَنْ غَسَّلَ الْمَيِّتَ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
Dari Abu Hurairah Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi, dan barang siapa membawa mayat, hendaklah ia berwudhu. (H. R. Abu Daud no. 3163, Ahmad no. 10118)

6. Mandi seorang kafir setelah masuk Islam

عَنْ قَيْسِ بْنِ عَاصِمٍ أَنَّهُ أَسْلَمَ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَغْتَسِلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
Dari Qais bin Ashim, ketika ia masuk Islam, Nabi saw menyuruhnya mandi dengan air dan dicampu dengan daun bidara. (H. R. Nasa'i no. 188, Ahmad no. 21153)


Perintah hadits di atas menjadi sunnah hukumnya, bukan wajib karena ada karinah (tanda) yang menunjukkan bukan wajib, yaitu beberapa orang sahabat katika masuk Islam tidak disuruh mandi oleh Nabi.

Yang menyebabkan mandi wajib



Sebab-sebab mandi wajib ada enam, tiga di antaranya biasa terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) pada perempuan saja :

1. Bersetubuh, baik keluar mani atau pun tidak

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَجَبَ الْغُسْلُ أَنْزَلَ أَوْ لَمْ يُنْزِلْ
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda Apabila dua yang di  khitan bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, baik keluar atau tidak keluar (mani). (H. R.Baihaqi no. 796)

2. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَقَالَتْ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحِى مِنَ الْحَقِّ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ غُسْلٌ إِذَا احْتَلَمَتْ فَقَالَ نَعَمْ إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ
Dari Umi Salamah rah ia berkata, Telah datang Ummu Sulaim kepada Rasulullah saw, dia bertanya : Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi apabila bermimpi? Maka beliau menjawab : Ya (wajib atasnya mandi), apabila ia melihat air (artinya keluar mani).  (H. R. Bukhari no. 6121)

عَنْ خَوْلَةَ بِنْتِ حَكِيمٍْ أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  عَنِ الْمَرْأَةِ تَرَى فِى مَنَامِهَا مَا يَرَى الرَّجُلُ فَقَالَ لَيْسَ عَلَيْهَا غُسْلٌ حَتَّى تُنْزِلَ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ عَلَى الرَّجُلِ غُسْلٌ حَتَّى يُنْزِلَ
Dari Khaulah binti Hakim, bahwasanya ia telah bertanya kepada Rasulullah saw mengenai perempuan yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi, maka beliau menjawab : Ia tidak wajib mandi sehingga keluar maninya, sebagaimana laki-laki tidak wajib mandi apabila tidak keluar mani. (H. R. Ibnu Majah no. 645)

3. Meninggal dunia, kecuali orang mati sahid

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً وَقَصَهُ بَعِيْرُهُ ، وَنَحْنُ مَعَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  وَهُوَ مُحْرِمٌ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوْهُ فِى ثَوْبَيْنِ، وَلاَ تُمِسُّوْهُ طِيْبًا، وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ، فَإِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّدًا
Dari Ibnu Abbas ra Bahwa ada seorang laki-laki yang sedang berihram dijatuhkan oleh untanya yang saat itu kami sedang bersama Nabi saw. Maka Nabi saw bersabda : Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena dia nanti akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyyah.(H. R. Bukhari no. 1267)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِى قَتْلَى أُحُدٍ  لاَ تُغَسِّلُوْهُمْ فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ أَوْ كُلَّ دَمٍ يَفُوْحُ مِسْكاً يَوْمَ الْقِيَامَةِ. وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ
Dari Jabir bin Abdullah dari Nabi saw beliau bersabda tentang kurban Peperangan Uhud. Janganlah kalian memandikannya, karena setiap luka atau setiap darah akan menyerebak harum pada hari Kiamat. beliau tidak menyolatinya. (H. R. Ahmad no. 14557)

4. Haid

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِى حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتِ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَقَالَ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ، فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِى وَصَلِّى
Dari Aisyah bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy mengalami istihadlah (mengeluarkan datah penyakit). Maka aku bertanya kepada Nabi saw, dan beliau menjawab : tu seperti keringat dan bukan darah haid. Jika haid datang maka tinggalkanlah shalat dan jika telah selesai mandilah dan shalatlah. (H. R. Bukhari no. 320)

5. Nifas, Yang dimaksud nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu merupakan darah haid yang berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu hamil

6. Melahirkan (wiladah), baik anak yang dilahirkan itu cukup umur atau pun tidak, seperti keguguran

Al-Qadhi Ahmad Al-Ashfahani berkata :

وَالَّذِى يُوْجِبُ اْلغُسْلَ سِتَّةُ أَشْيَاءَ : ثَلَاثَةٌ تَشْتَرِكُ فِيْهَا الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ وَهِيَ : إِلْتِقَاُء الْخِتَانَيْنِ وَإِنْزَالُ الْمَنِيِّ وَالْمَوْتُ. وَثَلَاثَةٌ تَخْتَصُّ بِهَا النِّسَاءُ، وَهِيَ : اَلْحَيْضُ وَالنِّفَاسُ وَاْلوِلَادَةُ

Adapun hal-hal yang mewajibkan mandi berjumlah enam macam : Tiga macam berbarengan pada laki-laki dan perempuan, yaitu bertemunya dua khitan (hubungan suami istri), keluar sperma, dan kematian. Dan yang ketiga macam lagi khusus bagi perempuan, yaitu haid, nifas, dan wiladah (melahirkan). (Kitab Al-Ghayah Wat-Taqrib, halaman 4)