Rabu, 21 Desember 2016

Cicak atau tikus masuk minyak goreng



Dalam hadits Nabi saw disebutkan :

عَنْ مَيْمُونَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِى سَمْنٍ فَقَالَ أَلْقُوْهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوْهُ . وَكُلُوْا سَمْنَكُمْ
Dari Maimunah, bahwasanya Rasulullah saw pernah ditanya tentang seekor tikus yang jatuh ke dalam minyak samin, kemudian beliau menjawab : Lemparkan tikus itu dan buanglah minyak samin yang ada disekitarnya dan makanlah minyak samin kalian. (H. R. Bukhari no. 235)

Yang dimaksud minyak samin dalam hadits di atas adalah minyak samin yang sudah membeku. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Syihabuddin Al-Qasthallani :

(سَقَطَتْ فِى سَمْنٍ) أَيْ جَامِدٍ كَمَا عِنْدَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَهْدِيٍّ وَأَبِيْ دَاوُدَ اَلطَّيَالِسِيِّ وَالنَّسَائِيِّ فَمَاتَتْ
(Tikus yang jatuh ke dalam minyak samin) artinya yang telah membeku sebagai mana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdurrahman bin Mahdi, Imam Abu Daud Ath-Thayalisi dan Imam nasa'i, kemudian tikus itu mati. (Kitab Irsyadus Sari Syarah Shahih Bukhari, Juz I, halaman 302)

Imam Syihabuddin Al-Qasthallani menambahkan penjelasannya :

وَخَرَجَ بِالْجَامِدِ اَلذَّائِبُ فَإِنَّهُ يَنْجَسُ كُلُّهُ بِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ وَيَتَعَذَّرُ تَطْهِيْرُهُ وَيَحْرُمُ أَكْلُهُ وَلَا يَصِحُّ بَيْعُهُ نَعَمْ يَجُوْزُ الْإِسْتِصْبَاحُ بِهِ وَالْإِنْتِفَاعُ بِهِ فِى غَيْرِ اْلأَكْلِ وَالْبَيْعِ وَهَذَا مَذَْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ لِقَوْلِهِ فِى الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى فَإِنْ كَانَ مَائِعًا فَاسْتَصْبِحُوْا بِهِ وَحَرَّمَ الْحَنَفِيَّةُ أَكْلَهُ فَقَطْ لِقَوْلِهِ وَانْتَفِعُوْا بِهِ وَالْبَيْعُ مِنْ بَابِ الْإِنْتِفَاعِ وَمَنَعَ الْحَنَابِلَةُ مِنَ الْإِنْتِفَاعِ بِهِ مُطْلَقًا لِقَوْلِهِ فِى حَدِيْثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ وَإِنْ كَانَ مَائِعًا فَلَا تَقْرَبُوْهُ

Dan tidak termasuk jamid, benda cair (seperti minyak goreng), maka ia menjadi najis kerena terkena najis, sulit disucikan, haram memakannya dan tidak sah diperjualbelikan. Namun boleh hukumnya bila dipergunakan untuk minyak lampu dan memanfatkannya selain untuk dimakan dan diperjualbelikan. Hal ini menurut madzhab Syafi'i dan Maliki berdasarkan sabda Nabi saw dalam riwayat yang lain. Jika benda itu cair, maka gunakanlah ia untuk minyak lampu. Sedangkan madzhab Hanafi hanya mengharamkan memakannya berdasarkan sabda Nabi, dan manfaatkanlah ia, sedangkan jual beli termasuk memanfaatkan. Dan Madzhab Hambali telah melarang memanfaatkannya secara mutlak berdasarkan sabda Nabi saw dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdur Razzaq, jika benda itu cair, maka janganlah kalian mendekatinya. (Kitab Irsyadus Sari Syarah Shahih Bukhari,Juz I, halaman 302)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar