Secara
umum berdehem dalam shalat kalau ada udzur (Semisal, saat membaca surat
Al-Fatihah, mushalli sulit mengeluarkan bunyi suaranya bila tidak berdehem,
maka boleh baginya untuk berdehem), atau kepentingan yang mendesak maka tidak
membatalkan shalat. dalam hadits
disebutkan :
عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كَانَ
لِى مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُدْخَلاَنِ مُدْخَلٌ بِاللَّيْلِ وَمُدْخَلٌ بِالنَّهَارِ فَكُنْتُ إِذَا
أَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّى يَتَنَحْنَحُ لِى.
Dari Ali, ia berkata: Aku memiliki dua pintu masuk kepada Rasulullah
saw, satu di malam hari dan satu di siang hari. Setiap kali aku datang
kepadanya saat beliau sedang salat, beliau akan berdeham untukku. (H. R. Ibnu
Majah no. 3839, Nasa'i no. 1211 dan Ahmad no. 618)
Tapi
bila sampai memperlihatkan satu huruf yang bisa difahami, Contoh satu huruf
yang memahamkan adalah “Qi” yang berarti “Jagalah”. atau dua huruf meski tidak difahami maka batal
shalatnya. Bila tidak memperlihatkan huruf yang betul-betul jelas, semisal
hanya suara-suara samar yang tidak jelas makhrajnya, maka tidak membatalkan
secara mutlak, baik sedikit atau banyak, sengaja atau tidak sengaja. Faktanya,
berdehem yang sering terjadi itu tidak sampai memperlihatkan huruf hijaiyyah
yang terang, sehingga tidak membatalkan shalat.
Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar
Al-Bujairami dalam kitabnya menyebutkan :
وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمُرَادَ
ظَهَرَ بِكُلِّ مَرَّةٍ مِنَ التَّنَحْنُحِ وَنَحْوِهِ حَرْفَانِ فَأَكْثَرُ ؛ لِأَنَّ
الصَّوْتَ الْغُفْلَ لَا عِبْرَةَ بِهِ ، كَمَا صَرَّحَ بِذَلِكَ. وَفِي كَلَامِهِ
وَلَوْ نَهَقَ كَالْحِمَارِ أَوْ صَهَلَ كَالْفَرَسِ أَوْ حَاكَى شَيْئًا مِنَ الطُّيُوْرِ
، وَلَمْ يَظْهَرْ مِنْ ذَلِكَ حَرْفٌ مُفْهِمٌ أَوْ حَرْفَانِ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ
، وَإِلَّا بَطَلَتْ
Pendapat
yang unggul bahwa dari berdehem dan semisalnya memperlihatkan dua huruf atau
lebih. Karena suara yang tidak dikenal tidak dianggap sebagaimana dijelaskan
oleh sang pengarang. Dan dalam statemennya, bila mushalli bersuara seperti
suara keledai atau meringkik seperti suara kuda atau menceritakan satu dari
beberapa suara burung dan tidak memperlihatkan satu huruf yang memahamkan, atau
dua huruf, maka tidak batal shalatnya. Bila tidak demikian, maka batal. (Kitab
Hasyiyah Bujairami 'alal Minhaj, Juz III, halaman 19)
Imam
Nawawi dalam kitabnya mengatakan :
وأما التنحنح فحاصل المنقول
فيه ثلاثة أوجه الصحيح الذى قطع به المصنف والاكثرون ان بان منه حرفان بطلت صلاته والا
فلا والثانى لا تبطل وان بان حرفان قال الرافعي وحكى هذا عن نص الشافعي والثالث ان
كان فمه مطبقا لم تبطل مطلقا والا فان بان حرفان بطلت والا فلا وبهذا قطع المتولي
Adapun
berdehem, maka dari hasil nukilan pendapat ulama ada tiga pendapat. Yang paling
shahih dan telah ditetapkan oleh mushannif (Imam Syairazi) dan kebanyakan
ulama, jika seseorang berdehem sampai mengeluarkan suara dua huruf, maka
shalatnya batal. Jika tidak sampai mengeluarkan suara dua huruf, maka tidak
batal. Kedua, shalatnya tidak batal meskipun sampai mengeluarkan suara dua
huruf. Imam al-Rafii berkata, ‘Ini dinukil dari pernyataan Imam Syafii.’
Ketiga, jika mulutnya tertutup, maka secara mutlak tidak batal. Namun jika
tidak tertutup (terbuka) dan sampai mengeluarkan suara dua huruf, maka
shalatnya batal. Jika tidak mengeluarkan suara dua huruf, maka tidak batal. Ini
yang ditetapkan oleh Imam al-Mutawalli. (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab ,
Juz IV, Halaman 79)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar