Senin, 16 Juli 2018

Hukum Orang Mukim Bermakmum Pada Musafir




Hukum orang mukim (orang yang menetap di daerah itu) bermakmum pada musafir (orang dalam bepergian) adalah boleh.

Seperti bila ada orang mukim shalat dhuhur (shalat tanpa qashar) yang bermakmum kepada orang yang musafir (shalat yang dijamak qashar), baik makmum mengetahui atau tidak bahwa imamnya adalah orang musafir, maka setelah imam salam makmum harus menyempurnakan shalatnya (menjadi empat rakaat) meskipun imamnya hanya shalat dua rakaat karena di qashar. Dan setelah selesai shalat disunnahkan bagi imam (yang musafir) mengucapkan : Sempurnakan shalat anda karena kami adalah musafir
.
dalam hadits disebutkan :

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ غَزَوْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَهِدْتُ مَعَهُ الْفَتْحَ فَأَقَامَ بِمَكَّةَ ثَمَانِىَ عَشْرَةَ لَيْلَةً لاَ يُصَلِّى إِلاَّ رَكْعَتَيْنِ وَيَقُولُ يَا أَهْلَ الْبَلَدِ صَلُّوا أَرْبَعًا فَإِنَّا قَوْمٌ سَفْرٌ
Dari Imran bin Hushain ia berkata : Aku berperang bersama Rasulullah saw aku ikut bersamanya dalam penaklukan Mekah, lalu beliau menetap di Mekah delapan belas malam, beliau tidak shalat kecuali dua rakaat, dan beliau bersabda : Wahai penduduk negeri (Mekah) hendaknya engkau shalat empat rakaat, karena kami adalah para musafir. (H. R. Abu Daud no. 1231, Baihaqi no. 5708)

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ إِذَا قَدِمَ مَكَّةَ صَلَّى بِهِمْ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَقُوْلُ يَا أَهْلَ مَكَّةَ أَتِمُّوْا صَلَاتَكُمْ فَإِنَّا قَوْمٌ سَفْرٌ
Dari Salim bin Abdullah dari ayahnya, bahwa Umar bin Khaththab ketika datang ke Mekkah shalat mengimami mereka (penduduk Mekah) dua rakaat, lalu dia berkata : Wahai penduduk Mekah, sempurnakanlah shalatmu (empat rakaat) karena sesungguhnya kami adalah kaum yang sedang safar. (H. R. Malik no. 504

Imam syafi'i dalam kitabnya menegaskan :

وَإِذَا اجْتَمَعَ مُسَافِرُوْنَ وَمُقِيْمُوْنَ فَإِنْ كَانَ الْوَالِي مِنْ أَحَدِ الْفَرِيْقَيْنِ صَلَّى بِهِمْ مُسَافِرًا كَانَ أَوْ مُقِيْمًا وَإِنْ كَانَ مُقِيْمًا فَأَقَامَ غَيْرَهُ فَصَلَّى بِهِمْ فَأَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يَأْمُرَ مُقِيْمًا وَلاَ يُوَلِّى الْإِمَامَةَ إلاَّ مَنْ لَيْسَ لَهُ أَنْ يَقْصُرَ فَإِنْ أَمَرَ مُسَافِرًا كَرِهْتُ ذَلِكَ لَهُ إذَا كَانَ يُصَلِّى خَلْفَهُ مُقِيْمٌ ويبنى الْمُقِيْمُ عَلَى صَلاَةِ الْمُسَافِرِ وَلاَ إعَادَةَ عَلَيْهِ
Apabila para musafir dan orang-orang mukim berkumpul untuk melaksanakan shalat berjamaah, jika wali adalah salah satu dari dua kelompok tersebut maka ia harus shalat mengimami mereka. Apabila wali di pihak yang mukim, lalu yang lain membacakan iqamat, maka hendaknya ia shalat bersama mereka. Saya lebih menyukai agar ia memerintahkan yang mukim untuk memimpin shalat, dan hendaknya ia tidak menunjuk menjadi imam orang yang berhak meringkas (qashar) shalatnya. Namun apabila ia menunjuk musafir, maka saya memandangnya makruh jika diantara makmum terdapat orang-orang mukim. Apabila orang mukim bermakmum pada musafir, maka ia harus meneruskan shalat setelah musafir menyelesaikan shalatnya dan ia tidak perlu mengulanginya. (Kitab Al-Umm, Juz I, halaman 163)

Imam Nawawi dalam kitabnya menegaskan :
إذا صلي مسافر بمسافرين ومقيمين جاز ويقصر الامام والمسافرين ويتم المقيمون ويسن للامام أن يقول عقب سلامه اتموا فانا قوم سفر

jika seorang musafir shalat berjamaah dengan musafir lain dan orang yang mukim (orang yang menetap di daerah itu) maka hukumnya boleh. Kemudian, Imam meng-qashar shalat bersama musafir yang lain sedangkan orang yang mukim menyempurnakan shalatnya. Setelah selesai shalat disunnahkan bagi imam (yang musafir) mengucapkan sempurnakan shalat anda karena kami adalah musafir (Kitab Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab,Juz IV, halaman 357)

BACA JUGA :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar