Kamis, 18 Februari 2016

Nabi Tidak mau menshalati jenazah orang yang berhutang



عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمَيِّتِ عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَسْأَلُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ مِنْ قَضَاءٍ. فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى عَلَيْهِ وَإِلاَّ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ. فَلَمَّا فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ.
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw didatangkan seorang laki-laki yang meninggal yang hutangnya belum dibayar. Lalu beliau bertanya : Apakah ia meninggalkan seorang yang bisa melunasi hutangnya? Jika ada yang bisa menanggung dan melunasinya, maka beliau menshalati jenazahnya, dan jika tidak ada, beliau bersanda : Shalatilah jenazah teman kalian. Ketika Allah telah membuka berbagai kemenangan (dalam banyak perang) bagi Rasulullah, beliau bersabda : Aku lebih dekat dengan orang-orang beriman dari pada diri mereka sendiri. Maka berang siapa yang meninggal dan mempunyai hutang belum terbayar, maka kuajibankulah yang melunasinya. Dan barang siapa yang meninggalkan harta, maka itu adalah untuk ahli warisnya. (H. R. Muslim no. 4242)

Pada bagian awal hadits ini mengandung larangan menshalati jenazah orang yang berhutang dan tidak meninggalkan sesuatu yang dapat menanggung dan melunasi hutangnya. Juga mengandung pengertian bahwa larangan atau makruh menangguhkan atau mengulur-ngulur waktu untuk melunasi hutang dan sebaliknya justru memotivasi agar segera melunasi hutang sebelum ajal datang menjemputnya.

Pada bagian akhir hadits ini membolehkan menshalati jenazah orang yang berhutang, sekaligus me-nasakh atau membatalkan pada bagian awal hadits di atas yang melarangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar