Orang Islam dilarang (haram)
memelihara anjing, kecuali untuk berburu dan menjaga ternak, sebagai mana
disebutkan hadits di bawah ini :
عَنْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِىَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبٌ ضَارٍ
لِصَيْدٍ أَوْ كَلْبَ مَاشِيَةٍ ، فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيْرَاطَانِ
Dari Abdullah bin Umar berkata, Aku mendengar Nabi saw bersabda:
Barang siapa memelihara anjing selain anjing untuk berburu atau anjing untuk
menjaga binatang ternak, maka sesungguhnya pahalanya akan berkurang dua qirath
(dua gunung besar) setiap hari. (H. R. Bukhari no. 5481, Muslim no. 4110)
عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ
صُوْرَةٌ.
Dari Ali bin Abi Thalib, dari Nabi saw, beliau bersabda : Sesungguhnya
para malaikat tidak akan masuk sebuah rumah yang di dalamnya ada anjing dan
gambar. (H. R Ibnu Majah no. 3781)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Zaid Ibnul Hahhab,
dari Abu Rafi' yang menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi saw,
lalu meminta izin untuk masuk. Ia diizinkan masuk (tetapi tidak mau masuk),
maka Nabi saw bersabda : Saya telah memberimu izin masuk, wahai utusan Allah. Malaikat
Jibril menjawab : Tetapi kami (para malaikat) tidak mau masuk ke dalam suatu
rumah yang di dalamnya ada anjingnya. Abu Rafi; mengatakan : Lalu Nabi saw
memerintahkan kepadaku membunuh semua anjing yang ada di Madinah. (Tafsir Ibnu
Katsir, Juz II, halaman 17)
Boleh memakan hasil buruan anjing yang telah dilatih untuk berburu selama
anjing itu tidak memakannya atau ada anjing yang lain (yang tidak dilatih) ikut
berburu, dan saat melepaskannya disebut nama Allah.
عَنْ عَدِىِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ إِنَّا قَوْمٌ نَصِيْدُ بِهَذِهِ الْكِلاَبِ . فَقَالَ
إِذَا أَرْسَلْتَ كِلاَبَكَ الْمُعَلَّمَةَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللهِ، فَكُلْ مِمَّا
أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ، وَإِنْ قَتَلْنَ إِلاَّ أَنْ يَأْكُلَ الْكَلْبُ، فَإِنِّى
أَخَافُ أَنْ يَكُوْنَ إِنَّمَا أَمْسَكَهُ عَلَى نَفْسِهِ، وَإِنْ خَالَطَهَا
كِلاَبٌ مِنْ غَيْرِهَا فَلاَ تَأْكُلْ
Dari Adi bin Hatim ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah saw,
aku katakan: Kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan anjing-anjing ini.
Beliau menjawab: Jika kamu lepas anjingmu yang terlatih dengan menyebut nama
Allah, maka makanlah apa yang ia tangkap untuk kamu, meskipun mereka
membunuhnya. Kecuali jika anjing tersebut memakannya, sebab aku kawatir anjing
itu menangkap untuk dirinya sendiri. Dan jika ada anjing lain bersama anjing
tersebut, maka janganlah kamu makan (hasil buruannya). (H. R. Bukhari no. 5483,
Muslim no. 5082)
Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya Al-Fiqhu alal
madzahibil Arba'ah menerangkan mengenai najisnya anjing menurut berbagai
madzhab :
Di antara benda najis lainnya adalah bagian-bagian bangkai yang
mengandung unsur hidup. Untuk penjelasannya terdapat rincian pendapat dari
berbagai madzhab. Demikian juga sesuatu yang keluar dari bangkai, seperti
darah, telur, susu dan anfihah (semacam air susu yang keluar dari perut
anak kambing sebelum bisa memperoleh makanan, tetapi bukan susu), berdasarkan
rincian di bawah ini.
Demikian juga anjing dan babi, (Menurut madzhab Syafi'i dan Hambali
adalah najis, sedangkan menurut madzhab Maliki : Setiap yang hidup adalah suci
pada dzatnya, baik anjing maupun babi. Madzhab Hanafi sepakat dengan mereka
tentang sucinya anjing selama masih hidup sesuai dengan pendapat yang rajih.
Hanya saja Madzhab Hanafi menajiskan air liur anjing ketika hidupnya
sebahgaimana dagingnya najis setelah matinya. Seandainya ada anjing kecebur
dalam sumur dan dapat dikeluarkan dalam keadaan hidup sementara mulutnya belum
menyentuh air, maka airnya itu tidak najis, begitu juga bila basah (air) di
badanya mengenai sesuatu, maka air tersebut tidak menajiskan.
Dan (najis juga) yang dilahirkan dari keduanya atau dari salah
satunya walaupun hasil percampuran dengan hewan lain. Adapun dalil yang menajiskan
anjing adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 674), dari Nabi
saw : Apabila anjing menjilat tempat (bejana) salah seorang di antara kamu,
maka hendaklah ia tumpahkan (buang isinya) kemudian dicuci tujuh kali. (Kitab
Al-Fiqhu alal madzahibil Arba'ah, Juz I, halaman 13-14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar