Senin, 18 Mei 2020

Perbedaan Amil Zakat dan Panitia Zakat



Status kepanitiaan zakat yang dibentuk atas prakarsa masyarakat seperti di masjid, perkantoran, sekolahan dan tempat lainnya untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat yang tidak diangkat oleh imam, dalam hal ini adalah presiden atau pejabat yang diberi kewenangan olehnya, seperti kantor urusan agama (KUA) di tiap kecamatan sebagai ujung tombak kementerian Agama RI, maka kepanitiaan itu tidak berstatus sebagai amil syar'i.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menjelaskan :

وَالْعَامِلُ - كَسَاعٍ -: وَهُوَ مَنْ يَبْعَثُهُ الْاِمَامُ لِاَخْذِ الزَّكَاةِ، وَقَاسِمٍ وَحَاشِرٍ، لَا قَاضٍ
Amil yaitu, seperti halnya kurir zakat, ialah orang yang diutus oleh imam (penguasa) untuk mengambil zakat, pembagi zakat, pengumpul zakat, bukan qadhi. (KItab Fathul Mu'in, halaman 83)

Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh panitia zakat bisa dibenarkan, tapi terbatas pada menerima zakat dari muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) dan mendistribusikannya kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).

Selain masalah kewenangan, perbedaan antara panitia zakat dengan amil syar'i adalah pada gugurnya kewajiban muzakki atas zakat.

Kalau Muzakki menyerahkan zakatnya kepada Amil maka kewajiban membayar zakatnya sudah gugur walaupun ketika umpamanya terjadi amil belum menyerahkan zakatnya kepada mustahiq.

Beda dengan apabila para muzakki menyerahkan zakatnya kepada panitia zakat, karena panitia zakat hanya merupakan wakil atau perpanjangan tangan, maka ketika panitia lalai dalam menyalurkan zakat dari muzakki, maka kewajiban zakatnya belum gugur

Perbedaan lainnya adalah, amil masih diperbolehkan atau berhak mendapatkan bagian zakat bagi dirinya atas nama amil. Namun, panitia zakat tidak boleh mengambil sedikit pun bagian zakat atas nama amil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar