Kamis, 26 April 2018

Transaksi Jual Beli Secara Kredit




Para ulama merumuskan kaidah tentang hukum transaksi (mu’amalah) bahwa pada prinsipnya hukum bertransaksi adalah boleh (mubah) kecuali kalau di dalamnya terdapat unsur penipuan (gharar), sepekulasi (maysir), riba dan  barangnya dijual dua kali

Transaksi jual beli secara kredit diperbolehkan karena tidak ada dalil yang mengharamkan hukum jual beli secara kredit ini. Dalam  kaidah ushul fiqih dikatakan :

اَلْأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya

Transaksi jual beli secara kredit  akadnya termasuk salah satu bentuk dari  jual beli secara utang. Sedangkan Allah Ta’ala juga membolehkan hukum berhutang piutang. Ini dijelaskan dalam Al-Qur'an :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Q.S. 2 Al Baqarah 282)

Karena akad kredit termasuk salah satu bentuk jual beli utang. Dengan demikian, keumuman ayat ini menjadi dasar bolehnya akad kredit.

Dalam hal ini Rasulullah juga pernah mempraktekkan, yaitu membeli makanan dengan pembayaran dihutang, disebutkan dalam hadits :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتِ اشْتَرَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِىٍّ طَعَامًا بِنَسِيْئَةٍ، وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
Dari Aisyah rah berkata : Rasulullah saw membeli makanan dari orang Yahudi secara angsuran (pembayaran dihutang) dan beliau juga menggadaikan baju besi kepadanya. (H. R. Bukhari no. 2096, Muslim no. 4198)
Transaksi jual beli secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dibanding membeli secara kontan, atau jual beli yang pembayarannya ditangguhkan dan penambahan harga untuk pihak penjual hukumnya sah dan halal. asalkan transaksi/akad antara penjual dan pembeli dilakukan secara sharih/jelas, dan dilakukan secara jujur serta mensepakati batas waktu dan harga barang.

Hal ini pernah dilakukan sahabat atas perintah Nabi, dalam hadits disebutkan :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُجَهِّزَ جَيْشًا قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو وَلَيْسَ عِنْدَنَا ظَهْرٌ  قَالَ فَأَمَرَهُ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبْتَاعَ ظَهْرًا إِلَى خُرُوْجِ الْمُصَدِّقِ فَابْتَاعَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو الْبَعِيْرَ بِالْبَعِيْرَيْنِ وَبِالأَبْعِرَةِ إِلَى خُرُوْجِ الْمُصَدِّقِ بِأَمْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwasanya Rasulullah saw memerintahkannya untuk mempersiapkan suatu pasukan. Abdullah bin Amr bin Ash berkata : Sedangkan kita tidak memiliki tunggangan, maka Nabi saw  memerintahkannya untuk membeli tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amr bin Ash dengan mengikuti perintah Rasulullah saw membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat. (H. R. Daruquthni no. 3096)
BACA JUGA :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar