Jumat, 24 November 2017

Hukum Menjilati Kemaluan Istri



seorang suami boleh melakukan aktivitas seks dengan istrinya kapan saja dan dengan gaya apa saja, kecuali yang dilarang oleh syara’, seperti menyetubuhi isteri ketika sedang haid atau nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah atau melalui anusnya.

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (Q.S. 2 Al Baqarah 223)

Masalah agama yang berkaitan dengan aktivitas seksual tidak perlu ditutup-tutupi. Untuk kepentingan hukum, Rasulullah saw tidak segan-segan menerangkannya seperti hadits berikut ini.

عَنْ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِى مِنَ الْحَقِّ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ لاَ تَأْتُوا النِّسَاءَ فِى أَدْبَارِهِنَّ
Dari Khuzaimah bin Tsabit ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah tidak malu dalam hal kebenaran, beliau berkata sampai tiga kali.  Jangan kalian mendatangi isteri-isteri melalui anus mereka. (H.R. Ibnu Majah no. 1999, Ahmad no. 22496, Ibnu Hibban no. 4200).

Di bawah ini akan kami sampaikan beberapa farwa ulama, di ataranya adalah :

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menegaskan

يَجُوْزُ لِلزَّوْجِ كُلُّ تَمَتُّعٍ مِنْهَابِمَا سِوَىَ حَلْقَةِ دُبُرِهَا وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا 

Diperbolehkan bagi seorang suami untuk bersenang-senang dengan isteri dengan semua model kesenangan (melakukan semua jenis aktivitas seksual) kecuali lingkaran di sekitar anusnya, walaupun dengan menghisap klitorisnya. (Kitab Fathul Mu'in, Juz III, halaman 387)

Syaikh Ibnu Qudamah (bermadzhab Hanbali) dalam kitabnya menegaskan

وَيُبَاحُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنَ الزَّوْجَيْنِ النَّظَرُ إلَى جَمِيْعِ بَدَنِ صَاحِبِهِ وَلَمْسُهُ حَتَّى الْفَرْجِ لِمَا رَوَى بَهْزُ بْنُ حَكِيْمٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : { قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ، عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ ؟ فَقَالَ : اِحْفَظْ عَوْرَتَكَ إلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ وَمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ ؛ وَلِأَنَّ الْفَرْجَ يَحِلُّ لَهُ اْلِاسْتِمْتَاعُ بِهِ، فَجَازَ النَّظَرُ إلَيْهِ وَلَمْسُهُ، كَبَقِيَّةِ الْبَدَنِ
Diperbolehkan bagi pasangan suami-istri melihat dan menyentuh semua bagian tubuh pasangannya, termasuk alat vitalnya. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Bahaz bin Hakim, bahwa kakeknya bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah saw mana aurat yang boleh kami buka dan mesti kami tutup? Rasul menjawab : Tutup auratmu kecuali untuk istrimu dan budakmu. Diriwayatkan Tirmidzi, status kekuatan hadits ini adalah hasan. Mengapa diperbolehkan? Karena alat vital adalah tempat istimta’ (bersenang-senang) dan diperbolehkan melihat dan menyentuhnya, seperti anggota tubuh lainnya. (Kitab Al-Mughni, Juz XV, halaman 79)
Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya menegaskan :

وَقَدْ قَالَ أَصْبَغُ مِنْ عُلَمَائِنَا: يَجُوْزُ لَهُ أَنْ يَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ
Imam Ashbagh salah satu ulama dari kalangan kami (Madzhab Maliki) telah berpendapat : Boleh bagi seorang suami untuk menjilati kemaluan isteri dengan lidahnya. (Kitab Tafsir Al-Qurthubi, Juz XII, halaman 232).

Namun menurut Qadli Abu Ya’la salah seorang ulama di kalangan madzhab Hanbali berpandangan bahwa aktivitas tersebut sebaiknya dilakukan sebelum melakukan hubungan badan (jima’).
Syaikh Abdurrahman bin Abdullah Al-Ba’ali dalam kitabnya menegaskan :
وَقَالَ الْقَاضِيْ: يَجُوْزُ تَقْبِيْلُ الْفَرْجِ قَبْلَ الْجِمَاعِ وَيُكْرَهُ بَعْدَهُ
Al-Qadli (Abu Ya’la Al-Kabir) berkata, boleh mencium kemaluan isteri sebelum melakukan hubungan badan dan dimakruhkan setelahnya. (Kitab Kasyfu Mukhadirat war Riyadhul-Zahirat Li Syarhi akhsharil Mukhtasharat, Juz I, halaman 415)

Syaikh Ibnu Qudamah dalam kitabnya menegaskan

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُلَاعِبَ امْرَأَتَهُ قَبْلَ الْجِمَاعِ، لِتَنْهَضَ شَهْوَتُهَا فَتَنَالَ مِنْ لَذَّةِ الْجِمَاعِ مِثْلَ مَا نَالَهُ

Dan dianjurkan (disunnahkan) agar seorang suami mencumbu istrinya sebelum melakukan jima’ supaya bangkit syahwat istrinya, dan dia mendapatkan kenikmatan seperti yang dirasakan suaminya. (Kitab Al-Mughni, Juz XIV, halaman 46)

BACA JUGA :

1 komentar:

  1. Alhamdu lillah. Terimakasih telah menampilkan sejumlah rujukan. Namun saya ingin tanya mengenai nonton XXX untuk membangkitkan gairah/syahwat suami isteri itu apa hukumnya ustad?
    Terimakasih. Wassalamu alaikum

    BalasHapus