Kamis, 12 Oktober 2017

Hutang Shalat Bagi Orang yang Telah Meninggal Dunia



Hutang shalat bagi orang yang telah meninggal dunia bisa dibayar dengan dua cara yaitu :

Pertama, dengan cara walinya menshalatkan (mengqadha shalat) yang ditinggalkan mayat.

Kedua, dengan cara membayar fidyah (denda), yaitu satu waktu shalat yang ditinggalkan mayat dibayar dengan satu mud atau 6 ons beras.

Memang tidak terdapat hadits yang secara tegas menunjukkan kebolehan qadha shalat. Ulama yang membolehkan hal ini berdalil pada hadits kewajiban qadha puasa bagi wali (ahli waris) nya.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Dari Aisyah rah; Bahwa Rasulullah saw bersabda: Siapa yang meninggal, sedangkan ia masih memiliki hutang puasa, maka yang membayarnya adalah walinya. (H. R. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 2784)

Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya mengatakan :

ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركة أن يصلى عنه كالصوم. وفي وجه - عليه كثيرون من أصحابنا - أنه يطعم عن كل صلاة مدا
Telah dinukil dari Ibnu Burhan dari qaul qadim (madzhab Syafi'i) bahwasanya wajib bagi wali menshalatkan (mengqadha shalat) yang ditinggalkan mayat, seperti halnya puasa. Menurut sebagian besar ashab kami (ulama-ulama Syafi'iyah) bahwa sesungguhnya (menganti dengan) memberi makan untuk setiap shalat dibayarkan satu mud (6 ons beras). (Kitab I'anatuth Thalibin, Juz I, halaman 33)

Anjuran mengqadha puasa ini disematkan pada shalat, karena keduanya sama-sama ibadah badaniyah (ibadah fisik). Dan pahalanya sampai kepada orang yang telah meninggal.

Imam Nawawi dalam kitabnya mengatakan :

وَذَهَبَ جَمَاعَاتٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّهُ يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ ثَوَابُ جَمِيْعِ الْعِبَادَاتٍ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمِ الْقِرَاءَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ ، وَفِي صَحِيْحِ الْبُخَارِيّ فِي بَابِ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ نَذْرٌ أَنَّ اِبْنَ عُمَرَ أَمَرَ مَنْ مَاتَتْ أُمُّهَا وَعَلَيْهَا صَلَاةٌ أَنْ تُصَلِّيَ عَنْهَا
Sekelompok ulama berpendapat bahwa pahala seluruh ibadah (yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal) sampai kepada mereka, baik ibadah shalat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Dalam shahih Bukhari, bab orang yang meninggal dan masih memiliki kewajiban nadzar, Ibnu Umar memerintahkan kepada orang yang ibunya meninggal dan memiliki tanggungan shalat untuk mengerjakan shalat untuk ibunya. (Kitab syarah shahih Muslim, Juz I, halaman 25)

Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya mengatakan :

عَنْ شَرْحِ التَّنْبِيْهِ لِلْمُحِبِّ الطَّبَرِيِّ أَنَّهُ يَصِلُ لِلْمَيِّتِ ثَوَابُ كُلِّ عِبَادَةٍ تُفْعَلُ عَنْهُ وَاجِبَةً كَانَتْ أَوْ مُتَطَوَّعًا

Dalam kitab syarahnya imam Thabari mengatakan : Bahwasanya setiap ibadah yang dikerjakan pahalanya akan sampai kepada mayat, baik berupa ibadah wajib maupun ibadah sunnah. (KItab Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj, Juz XIII, halaman 499)

 Baca juga : Tata Cara Mengqadha Shalat yang Ditinggalkan, Mengqadha Shalat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar