Para
sahabat bertawassul dengan Nabi Muhammad, Dalam Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa
Utsman bin Hunaif ra. berkata “Ada seorang
tuna netra datang menemui Nabi saw. dan meminta beliau untuk
mendo’akannya agar dapat melihat kembali. Pada saat itu Rasulullah saw. memberikan dua pilihan kepadanya, yaitu didoakan sembuh
atau bersabar dengan kebuataan tersebut.
Tetapi lelaki itu bersikeras minta didoakan
agar dapat melihat kembali. Rasulullah saw. kemudian memerintahkan nya
untuk berwudhu dengan baik dan membaca doa berikut :
اَللّٰهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ، نَبِيِّ الرَّحْمَةِ،
إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّيْ فِى حَاجَتِيْ هَذِهِ لِتُقْضَى لِيْ،
اللهم فَشَفِّعْهُ فِيَّ
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu dan menghadap
kepada-Mu dengan
(perantaraan) Nabi-Mu Muhammad, Nabi penuh kasih sayang. (Wahai Rasul) sesungguhnya aku telah bertawajjuh
kepada Tuhanku dengan (bertawassul dengan) mu agar hajatku ini terkabul.
Ya Allah, terimalah syafa’at beliau untukku.” (H.R. Tirmidzi,Ibn
Khuzaimah, Al-Hakim, Thabrani,
semuanya mengatakan hadits ini shahih)
عَنِ
ابْنِ عُمَرَt أَنَّهُ خَدِرَتْ رِجْلُهُ فَقِيْلَ لَهُ :
أُذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ، فَكَأَنَّمَا
نَشِطَ مِنْ عِقَالٍ
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, bahwa suatu
ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan
kepada beliau : Sebutkanlah orang yang paling anda cintai. Lalu Ibn Umar
berkata : Ya Muhammad. Maka seketika itu kaki beliau sembuh”. (H.R. Bukhari, dan
disebutkan oleh Ibn Taimiyah dalam kitabnya Al-Kalam Al-Thayyib hal. 88)
عَنْ مَالِكِ الدَّارِ، قَالَ : وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ
الطَّعَامِ، قَالَ : أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِى زَمَنِ عُمَرَ، فَجَاءَ رَجُلٌ
إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ r فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ
اللهِ إِسْتَسْقِ لِأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا، فَأَتَى الرَّجُلَ فِى
الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهُ : أَئْتِ عُمَرَ فَأَقْرَئْهُ السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُ
أَنَّكُمْ مَسْقِيُّوْنَ، وَقُلْ لَهُ : عَلَيْكَ الْكَيْسَ، عَلَيْكَ الْكَيْسَ،
فَأَتَى عُمَرَ فَأَخْبَرَهُ فَبَكَى عُمَرُ ثُمَّ قَالَ : يَا رَبِّ لاَ آلُوْ
إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ.
“Diriwayatkan dari Malik Al-Dar, bendahara
pangan Khalifah Umar bin Khaththab, bahwa musim paceklik
melanda kaum Muslimin pada masa Khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu
Bilal bin Al-Haris Al-Muzani) mendatangi makan Rasulullah saw, dan mengatakan :
Wahai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu karena sungguh
mereka benar-benar telah binasa. Kemudian orang ini bermimpi bertemu
dengan Rasulullah saw, dan beliau bersabda kepadanya : Sampaikan salamku kepada Umar dan
beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya :
Bersungguh-sungguhlah melayani umat. Kemudian sahabat tersebut datang kepada
Umar dan memberitahukan apa yang dilakukan dan mimpi yang dialaminya. Lalu Umar menangis dan
mengatakan : Ya Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku
tidak mampu”. (H.R. Abu Syaibah dan dia menshahihkannya, Baihaqi, Ibn
Abi Khaitsamah, Al-Hafidz Ibn Katsir juga mengatakan dalam kitabnya Al-Bidayah
wa Al-Nihayah serta kitabnya Jami’ Al-Masanid di bagian Musnad Umar bin
Khaththab juz 1 hal. 223 bahwa sanad hadits ini jayyid dan kuat. Menurut
Al-Hafidz Ibn Hajar, yang dimaksud laki-laki yang mendatangi makam nabi saw,
dan melakukan tawassul dalam hadits ini adalah sahabat Bilal bin
Al-Muzani ra.).
Hadits ini menunjukkan dibolehkannya bertawassul dengan para Nabi dan wali yang
sudah meninggal dengan redaksi nida’ (memanggil) yaitu “Ya
Rasulallah”. Ketika Bilal bin Al-Muzani mengatakan “Istasqi Liummatik”,
maka maknamya ialah “ Mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu” bukan
“Ciptakanlah hujan untuk umatmu”. Jadi dari sini diketahui bahwa
bertawassul dengan mengatakan :
اللهم
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتِيْ
أَدْرِكْنِيْ يَارَسُوْلَ اللهِ أَوْ أَغْثِنِيْ يَارَسُوْلَ اللهِ.
“Ya Allah, curahkanlah shalawat dan salam atas junjungan
kami Muhammad. Aku benar-benar tidak mampu, bantulah aku dengan
doamu kepada Allah, hai Rasulullah.
Atau tolonglah aku dengan doamu kepada Allah, hai Rasulullah.
Rasulullah saw, bukanlah pencipta manfaat
dan marabahaya. Beliau hanyalah sebab
seseorang diberikan manfaat atau dijauhkan dari bahaya. Rasulullah saw, saja telah menyebut hujan sebagai mughits
(penolong dan penyelamat) dalam
hadits riwayat Abu Dawud dan lainnya dengan sanad yang shahih.
أللهم
اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا مَرِيْعًا نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ عَاجِلاً غَيْرِ
آجِلٍ
“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, hujan yang
menolong, menyelamatkan, enak, yang subur, memberi
manfaat dan tidak mendatangkan bahaya, segera dan tidak ditunda”.
Apabila Rasulullah saw, dibenarkan menamakan hujan sebagai mughits
(penolong) dan nafi’ (pemberi manfaat), karena hujan dapat menyelamatkan
kita dari kesusahan dengan izin allah, maka tentu tidak ada salahnya apabila
seorang Nabi atau wali yang menyelamatkan dari kesusahan dan kesulitan dengan seizin Allah, kita sebut sebagai penolong
dan penyelamat dalam ekspresi doa yang berbunyi :
أَغْثِنِيْ
يَارَسُوْلَ اللهِ.
“Selamatkanlah
dan tolonglah aku dengan doamu kepada Allah wahai Rasulullah”.
Seorang muslim akan selalu berkeyakinan bahwa seorang Nabi atau wali hanyalah sebatas sebab, sedangkan
pencipta manfaat dan yang menjauhkan dari bahaya secara hakiki adalah
Allah, bukan Nabi atau wali tersebut.
Sayyidina Umar yang mengetahui sahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani
mendatangi makam Nabi saw, kemudian bertawassul dan beristighatsah dengan
mengatakan يَا
رَسُوْلَ اللهِ إِسْتَسْقِ لِأُمَّتِك (Wahai
Rasulullah, mohonkanlah
turunnya hujan kepada Allah untuk umatmu), yang mengandung nida’ (memanggil)
dan perkataan “istasqi” tidak mengkafirkan atau memusyrikan sahabat
Bilal bin Al-Harits Al-Muzani, bahkan sebaliknya beliau menyetujui perbuatannya dan tidak seorang pun dari sahabat
Nabi yang memungkirinya. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang melarang
kelompok atau orang yang bertawassul dan beristighatsah, lebih pandaikah dan
lebih mengertikah pemahamannya tentang agama
dibanding dengan sayyidina Umar dan
sahabat lainnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar