Sabtu, 11 Oktober 2025

Materi Pelatihan Khotib dan Bilal

 


MATERI  SINGKAT PELATIHAN KHOTIB

MWC LTMNU SUKODONO – SIDOARJO

 

Rukun khutbah Jum’at ada lima :

1. Mengucapkan Alhamdulillah (memuji kepada Allah) dalam khutbah pertama dan kedua

2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad saw dalam khutbah pertama dan kedua

3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam khutbah pertama dan kedua

4. Membaca ayat Al-qur’an dalam salah satu dari dua khutbah.

5. Mendo’akan kaum mukmin dan mukminat dalam khutbah kedua.

Syarat syahnya khutbah jum’at ada sepuluh :

1.  Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.

2.  Suci dari najis pada pakaian, badan dan tempatnya

3.  Menutup aurat.

4.  Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.

5. Duduk di antara dua khutbah, selama kira-kira lebih dari ukuran thuma'ninah dalam shalat

6.  Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan

7.  Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.

8.  Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.

9.  Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 orang laki-laki

10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.

Khotib dan bilal disunnahkan memakai baju warnah putih, bercelak, memakai wangi-wangian, khusus khotib diupayakan pakai surban

Bilal pegang tongkat tangan kanan dan mic tangan kiri, lalu membaca bacaan di bawah ini tanpa salam

يَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ الله ......

رُوِيَ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ  اِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ اَنْصِتْ وَاْلاِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْت ...

اَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ الله ..... ( 3 )

Bilal memberikan tongkat kepada khotib dengan tangan kanan dan khotib menerima dengan tangan kanan

Khotib naik mimbar kaki kanan dulu di undak pertama dan diikuti kaki kiri juga di undak pertama disertai bacaan shalawat dari bilal, dilanjutkan naik ke undak kedua dengan kaki kanan dan diikuti kaki kiri, demikian juga naik undak ke tiga.

Khotib sesampai di undak ketiga membalikkan badan lalu memindahkan tongkatnya ke tangan kiri dan memberi salam lalu duduk

Setelah adzan dikumandangkan oleh bilal, khotib berkhutbah dengan memperhatikan rukun khutbahnya dan wajib disampaikan dengan bahasa Arab, mengenai keterangannya boleh dengan bahasa setempat

Tangan kiri khotib memegang tongka dan tangan kanannya boleh memegang catatan (upayakan jangan pakai HP atau sejenisnya), atau tangan kanan tidak memegang apapun dan bisa memegang tongkat dengan kedua tangannya, tapi posisi tongkat tetap di tangan kirinya, yang terpenting tangan kanannya tidak menunjuk-nunjuk atau bergerak-gerak ke sana ke mari, karena esensi khutbah beda dengan orasi atau ceramah, jadi diharapkan disampaikan dengan khitbat

Khutbah pertama dan kedua diupayakan berdurasi 7 menit atau maksimal 15 menit, dan lebih ideal 10 menit, oleh karena itu mukoddimahnya tidak terlalu panjang, dan satu mukoddimah itu bisa diulang-ulang untuk khutbah kapanpun, hal yang paling ideal untuk yang disampaikan adalah materi tentang keutamaan atau hanya satu tema saja dan jangan sampai melebar ke mana-mana. Isi khotbah jangan yang berbau politik, polemic di masyarakat serta menjelek-njelekkan pribadi seseorang atau golongan

Khotib harus hafal bacaan rukun khutbah, karena ditakutkan bila khotib itu terbiasa membawa catatan dan catatannya jatuh, maka khotib ini cukup membaca rukun khutbahnya saja seperti di bawah ini :

اَلْحَمْدُ لِلهِ اَللهم صَلِّ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اِتَّقُوْااللهَ - قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Dan dalam khutbah kedua hanya membaca :

اَلْحَمْدُ لِلهِ اَللهم صَلِّ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اِتَّقُوْااللهَ - قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

- اَللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ

Khotib mengakhiri khutbahnya tanpa salam

Sebelum shalat jum'at, khotib mengatur barisan atau shaf jamaah dengan seksama, jangan cepat-cepat takbirotul ihram dulu, karena jamaahnya banyak dan datangnya tidak bersamaan maka perlu penataan shaf agak lama

Perhatikan bacaan untuk mengatur shaf sesuai dengan hadits nabi :

سَوُّوْا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ

سَوُّوْا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ.

Bacaan surat saat shalat jum'at disunnahkan surat Al-A'la di rakaat pertama dan surat Al-Ghasyiyah di rakaat kedua

Dzikir setelah shalat jum'at sesuai hadits : Barang siapa setelah shalat Jum'at membaca surat Al-Ikhlash, Surat Al-Falaq dan surat An-Nas sebanyak 7 kali, maka Allah Azza wa Jalla akan melindungi dari keburukan sampai Jum'at berikutnya.

Dalam doa setelah dzikir shalat Jum'at ditambah doa ini 3 kali minimal 1 kali

اَللهم ياَغَنِيُّ يَاحَمِيْدُ يَامُبْدِئُ يَامُعِيْدُ يَارَحِيْمُ يَاوَدُوْدُ اَغْنِنَا بِحَلاَ لِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

 

HAL-HAL YANG MUNGKIN TERJADI PADA KHOTIB JUM'AT

 

1. CARA MENGGANTI KHOTIB YANG BERHADATS SAAT BERKHUTBAH

 Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i, salah satu syarat khotib Jum'at adalah suci dari hadats kecil dan besar. Tidak sah khutbah apabila dilakukan oleh khotib yang berhadats. Bila khotib yang batal (seperti karena kentut, dll) di tengah-tengah khutbahnya, maka ia harus mersesuci (berwudhu), maka setelah kembali bersuci, khatib tersebut harus mengulang khutbahnya dari awal, meskipun ia kembali dalam waktu yang singkat.

Khotib yang batal saat menyampaikan khutbahnya diperbolehkan untuk mengganti dirinya dengan salah satu jamaah yang hadir. Dan pengganti khotib tersebut boleh meneruskan bacaan khatib yang awal asalkan tidak ada masa pemisah yang lama menurut standar keumuman (‘urf) antara bacaan khotib pertama dan kedua. Namun jika melewati pemisah yang lama, maka khotib pengganti tersebut harus memulai khutbah dari awal.

2. CARA MENGGANTI KHOTIB YANG PINGSAN/MENINGGAL DUNIA  SAAT BER-KHUTBAH

Jika seorang khotib pingsan sebelum selesai dua khutbahnya, ia sendiri tidak boleh meneruskan khutbahnya dan tidak boleh pula penggantinya, maka pengantinya itu harus memulai lagi dari awal.

3. KHOTIB LUPA TIDAK DUDUK DI ANTARA DUA KHUTBAH ATAU TIDAK MEMBACA SHALAWAT

syarat dan rukun merupakan dua hal yang wajib ada demi keabsahan ibadah yang bersangkutan. Adapun perbedaan di antara keduanya terletak pada waktu dan tempat. Syarat berada di luar ibadah, sedangkan rukun berada dalamnya.

Bila khotib itu meninggalkan salah satu rukun atau syarat syahnya khutbah, seperti tidak membaca shalawat atau tidak duduk di antara dua khutbah maka konsekuensinya, khutbah itu harus diulang lagi dari awal, sebelum shalat Jum'at dilaksanakan. Yang mengulanginya bisa saja sang khotib sendiri, di mana setelah dia turun dari mimbar, harus ada yang mengingatkan bahwa dia lupa membaca salah satu rukunnya, atau boleh saja takmir masjid naik mimbar menyelamatkan shalat Jum'at itu agar menjadi sah. Cukup mengucapkan rukun-rukunnya saja tanpa isi atau keterangan lainnya,

Jika hal itu tidak dilakukan dan langsung melaksanakan shalat Jum'ah, maka Jum'ahnya ikut menjadi batal, karena dua khutbah itu menjadi salah satu rukun jum'ah. Jika jum'ah batal, maka wajih i'adah Dhuhur (mengulang dengan shalat Dhuhur)

4. KHOTIB ATAU JAMAAH SHALAT JUM'AH MIMUM SAAT ADA KHUTBAH

Minum pada saat khutbah sedang berlangsung karena haus adalah diperbolehkan, baik bagi jamaah maupun bagi khotib. Berbeda jika meminumnya bukan karena untuk menghilangkan rasa haus, tetapi karena hanya ingin bersenang-senang saja atau sekadar ingin minum padahal tidak haus.

5. BACAAN KHOTIB DAN MAKMUM KETIKA DUDUK DI ANTARA DUA KHUTBAH

Untuk khotib yang sedang duduk di antara dua khutbah dianjurkan membaca surat Al-Ikhlas, Sementara bagi jamaah shalat Jumat, yang dianjurkan adalah menyibukan diri dengan berdoa. Sebab berdoa pada saat khotib duduk di antara dua khutbah mustajab (dikabulkan)  oleh Allah.

Jumat, 03 Oktober 2025

Santri Al-Khoziny Mati Syahid dan Husnul Khatimah

 


Musibah robohnya bangunan mushala di Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran Sidoarjo, menyisakan duka bagi banyak kalangan. Bangunan tiga lantai itu roboh pada hari Senin 29 September 2025 ketika para santri sedang melaksanakan kegiatan shalat berjamaah Ashar. Sejumlah santri terjebak di antara reruntuhan bangunan, bahkan beberapa santri dilaporkan meninggal dunia. Dalam hal ini santri yang meninggal dunia insya Allah meninggal dalam keadaan husnul khatimah dan dikatagorikan mati syahid dengan beberapa pertimbanga yaitu :

Pertama : Para santri yang meninggal itu karena tertimpa reruntuhan bangunan. Banyak hadits nabi yang menjelaskan macam-macam penyebab orang itu dikatagorikan mati syahid, di antaranya adalah hadits nabi :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُوْنُ ، وَالْمَبْطُوْنُ ، وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ ، وَالشَّهِيْدُ فِى سَبِيلِ اللهِ

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya  Rasulullah saw bersabda :  Orang yang mendapat derajat syahid ada lima macam, yaitu korban meninggal karena wabah tha’un (pes), korban meninggal karena sakit perut, korban meninggal karena tenggelam, korban meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan, dan orang yang gugur di jalan Allah. (H. R. Bukhari no. 2829 dan Muslim no. 5049).

Kedua : Para santri itu meninggal dalam rangka mencari ilmu, Dalam hadits disebutkan :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ

Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Barang siapa keluar (dari rumahnya) untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah hingga ia kembali. (H. R. Tirmidzi no. 2859)

Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya menyebutkan :

وَأَمَّا الشَّهِيْدُ فَهُوَ ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ، لِأَنَّهُ إِمَّا شَهِيْدُ الْآخِرَةِ فَقَطْ (اِلَى عَنْ قَالَ) وَالْمَيِّتُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ، وَلَوْ عَلَى فِرَاشِهِ. وَالْحَرِيْقُ، وَالْمَيِّتُ بِهَدْمٍ 

Adapun syahid (orang yang mati syahid) itu terbagi menjadi tiga golongan. Salah satunya adalah syahid akhirat saja (hingga perkataan), termasuk golongan syahid ini adalah orang yang meninggal ketika sedang menuntut ilmu, meskipun ia meninggal di atas tempat tidurnya. Orang yang meninggal karena kebakaran. Orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan. (Nihayatuz Zain fi Irsyadi Al-Mubtadi'ian, hal. 156-157)

Ketiga : Santri yang meninggal itu sedang melakukan ibadah shalat ashar berjamaah, Seseorang yang meninggal sedang melaksanakan ibadah, seperti shalat, dianggap meninggal dalam keadaan iman dan ketaatankepada Allah. Momen meninggal yang mulia ini bisa menjadi indikasi bahwa Allah meridhai hamba-Nya. Kematian yang baik adalah puncak kesuksesan seorang Muslim.

Minggu, 31 Agustus 2025

Surga dan Neraka itu Sangat Dekat

 


عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ ، وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ

Dari Ibnu Mas'ud ia berkata, Nabi saw bersabda : Surga itu lebih dekat kepada seseorang di antaramu dari pada tali sandalnya, begitu juga neraka. (H. R. Bukhari no. 6488)

Rabu, 27 Agustus 2025

Nabi Shalat Baca Tiga Surat Panjang

 


عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ. ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّى بِهَا فِى رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا. ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيْهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ. فَكَانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. ثُمَّ قَامَ طَوِيْلاً قَرِيْبًا مِمَّا رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى. فَكَانَ سُجُوْدُهُ قَرِيْبًا مِنْ قِيَامِهِ

Dari Hudzaifah ia berkata, Pada suatu malam, aku salat bersama Nabi saw lalu beliau memulai dengan surat Al-Baqarah (setelah Al-Fatihah). Dalam hati aku berkata, (mungkin) beliau akan rukuk setelah sampai seratus ayat, namun ternyata beliau melanjutkan. Dalam hati aku berkata, (mungkin) beliau melakukan shalat ini dengan membaca (habis) surat Al-Baqarah, namun beliau melanjutkan dengan surat An-Nisa dan menyelesaikannya, kemudian membaca surat Ali Imran dan menyelesaikannya. Beliau membacanya dengan perlahan. Ketika sampai pada ayat tentang tasbih, maka beliau bertasbih, dan ketika sampai pada ayat tentang permohonan, maka beliau memohon. Ketika sampai pada ayat permohonan perlindungan, maka beliau berlindung. Setelah itu beliau rukuk dan mengucapkan : Subhaana rabbiyal ‘azhiim (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung). Ketika itu rukunya hampir sama dengan berdirinya, lalu beliau mengucapkan : Sami’allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Beliau berdiri lama seperti ketika rukuk, lalu beliau sujud dan mengucapkan : Subhaana rabbiyal a’laa (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi). Ketika itu sujud beliau hampir sama dengan berdirinya. (H. R. Muslim no. 1850)

Senin, 25 Agustus 2025

Mukmin yang Lebih Baik Dari yang lemah

 


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوَلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah dari mukmin yang lemah. Pada setiap hal terdapat kebaikan. Peliharalah dari sesuatu yang mendatangkan manfaat padamu. Mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan bersikap lemah. Bila kamu ditimpa musibah, jangan berkata : Sikaranya saya berbuat demikian, niscaya begini dan begini. Tetapi katakanlah : Semua itu adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya kalimat seandainya dapat membukakan pintu bagi godaan syetan. (H.R. Muslim no. 6945).

Sabtu, 23 Agustus 2025

Dua Nikmat Sering Dilupakan

 


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا  قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Dari Ibnu Abbas ra dia berkata, Nabi saw bersabda : Dua nikmat yang kebanyakan manusia itu rugi yaitu kesehatan dan kesempatan. (H.R. Bukhari no. 6412)

Kamis, 07 Agustus 2025

Hukum Makmum Shalat di Serambi dan Pintunya Tertutup

 


Mengenai shalat berjamaah, di mana imam berada di dalam masjid dan makmum berada di serambi tetapi pintu masjid tertutup, maka akan terjadi permasalahan berkaitan dengan jamaah, yakni imam dan makmum dianggap tidak berkumpul dalam satu tempat.

Serambi masjid menurut statusnya, diistilahkan dengan rahabah atau harim. Kedua istilah itu dijelaskan sebagi berikut:

1. RAHABA

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya mengatakan :

وَرَحْبَتُهُ، وَهِيَ مَا خَرَجَ عَنْهُ، لَكِنْ حُجِرَ لِاَجْلِهِ، سَوَاءٌ أَعُلِمَ وَقْفِيَتُهَا مَسْجِدً أَوْ جُهِلَ أَمْرُهَا، عَمَلًا بِالظَّاهِرِ

Rahabah adalah tempat yang berada di luar masjid dan disediakan (hajr) untuk perluasan masjid baik diketahui perwakafannya untuk masjid ataupun tidak diketahui karena memandang dzahirnya. (Kitab Fathul Mu'in, Juz II, halaman 33). 

Adapun hukum jamaah pada rahabah yang imamnya berada di dalam masjid dan pintunya tertutup hukumnya sah, selama rahabah tersebut tidak diyakini dibangun setelah pembangunan masjid dan tidak pula diyakini bukan termasuk bagian masjid. Dengan kata lain, jamaah tersebut sah karena ruang rahabah dan ruang dalam masjid dianggap satu ruangan meskipun pintu masuk ke dalam masjid tertutup.

Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami dalam kitabnya menyebutkan :

وَمِنْهُ يُؤْخَذُ أَنَّهُ لَا يَضُرُّ غَلْقُ تِلْكَ الْأَبْوَابِ وَرَحْبَةُ الْمَسْجِدِ كَهُوَ فِي صِحَّةِ اقْتِدَاءِ مَنْ فِيهَا بِإِمَامِ الْمَسْجِدِ وَإِنْ بَعُدَتْ الْمَسَافَةُ وَحَالَتْ أَبْنِيَةٌ نَافِذَةٌ

Diambil dari keterangan sebelumnya bahwasanya terkuncinya pintu tidak membahayakan sahnya jamaah (jamaah antara di dalam ruangan masjid dan di luar ruangan masjid), dan hukum rahabah masjid itu hukumnya seperti dalam masjid sama-sama sahnya orang yang berjamaah di rahabah masjid sedangkan imamnya di dalam masjid, meskipun jaraknya jauh dan terhalang bangunan yang bisa untuk menuju imam. (Kitab Hasyiyah Bujairami 'alal Minhaj, Juz III, halaman 336). 

Kemudian kriteria penghalang yang tidak mempengaruhi keabsahan jamaah di dalam ruangan masjid dan di luar ruangan masjid, Imam Ramli dalam kitabnya mengatakan

قَالَ : الْمُرَادُ نَافِذَةٌ نُفُوذًا يُمْكِنُ اسْتِطْرَاقُهُ عَادَةً

Imam Romli mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penghalang yang bisa untuk menuju imam adalah yang mungkin untuk berjalan menuju imam. (Kitab Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj , Juz VI, hal. 139).

Imam Ramli dalam kitabnya mengatakan :

( قَوْلُهُ : وَلَوْ مُغْلَقَةً ) أَيْ وَإِنْ ضَاعَ مِفْتَاحُ الْغَلْقِ لِأَنَّهُ يُمْكِنُ فَتْحُهُ بِدُونِهِ ، وَمِنْ الْغَلْقِ الْقَفْلُ فَلَا يَضُرُّ

(Ucapan penulis: walaupun pintunya terkunci) artinya walaupun kuncinya terbengkalai (hilang) karena masih mungkin membuka pintu dengan cara lain dan termasuk kunci adalah gembok, maka tidak membahayakan keabsahan jamaah. (Kitab Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj , Juz VI, hal. 139).

Sedangkan hukum berjamaah pada rahabah yang diyakini dibangun setelah pembangunan masjid, atau diyakini bahwa rahabah bukan termasuk bagian masjid adalah tidak sah apabila makmum berada di dalam rahabah dan imam berada di dalam masjid dengan pintu tertutup karena sudah tidak dianggap satu ruangan.

Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi menyatakan dalamkitabnya :

فمتى لم يتيقن الحدوث بعده، أو لم يتيقن أنها غير مسجد، فهي من المسجد.

ومتى ما تيقن أحدهما، فهي ليست منه.

Maka ketika rahabah tidak diyakini dibangun setelah pembanguna masjid atau tidak diyakini bukan termasuk bagian masjid, maka rahabah dihukumi bagian dari masjid. Dan ketika rahabah diyakini sebaliknya, maka rahabah bukan termasuk masjid. (Kitab I'anatuth Thalibin, juz 2, hal. 34).

Hukum tidak sahnya jamaah tersebut karena tertutupnya pintu yang menjadikan jamaah tidak dianggap berada pada satu ruangan. Dan hukum ini berlaku apabila tertutupnya pintu masjid  sejak awal mulai berjamaah.

Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami dalam kitabnya menyebutkan :

فَإِنْ حَالَ مَا يَمْنَعُ مُرُورًا كَشُبَّاكٍ أَوْ رُؤْيَةٍ كَبَابٍ مَرْدُودٍ أَوْ لَمْ يَقِفْ أَحَدٌ فِيمَا مَرَّ لَمْ يَصِحَّ الِاقْتِدَاءُ إذْ الْحَيْلُولَةُ بِذَلِكَ تَمْنَعُ الِاجْتِمَاعَ

Apabila di dalam tempat jamaah terdapat penghalang baik menghalangi jalan menuju imam seperti jendela atau menghalangi penglihatan seperti tertutupnya pintu ataupun tidak adanya seseorang yang berdiri di sebelah pintu masuk, maka mengikuti imam (jamaah) hukumnya tidak sah, karena tidak dianggap kumpul dalam satu tempat. (Kitab Hasyiyah Bujairami 'alal Minhaj, Juz III, halaman 332)

Sedangkan apabila tertutupnya pintu masjid itu terjadi ditengah-tengah melaksanakan shalat jamaah (seperti ada orang yang baru datang lalu menutupnya), maka hukumnya tetap sah.

Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi menyatakan dalamkitabnya :

فلو طرأ في أثنائها وعلم بانتقالات الامام ولم يكن بفعله لم يضر

Apabila tertutupnya pintu, terjadi di tengah-tengah melaksanakan jamaah, dan pergerakan imam masih dapat diketahui dan tertutupnya pintu bukan hal yang dilakukan oleh orang yang berjamaah, maka tidak mempengaruhi keabsahan jamaah. (Kitab I'anatuth Thalibin, juz 2, hal. 34).

2. HARIM

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya mengatakan :

وَهُوَ مَوْضِعُ اتَّصَلَ بِهِ وَهُيِّئَ لِمَصْلَحَتِهِ، كَانْصِبَابِ مَاءٍ، وَوَضْعِ نِعَالٍ

Harim adalah tempat yang sambung dengan masjid dan difungsikan untuk kemaslahatan masjid seperti menuangkan air dan meletakkan sandal”. (Kitab Fathul Mu'in, Juz II, halaman 34).

Dari uraian di atas,  jelaslah bahwa harim masjid tidak dihukumi masjid sehingga apabila jamaah berada di dalam harim sedangkan imam di dalam masjid dan pintu menuju imam tertutup, maka hukum jamahnya tidak sah, seperti rahabah yang tidak termasuk masjid.

Kesimpulannya, jika jamaah berada di serambi masjid sedangkan imam di dalam masjid dan pintu masjid tertutup, maka hukumnya diperinci (ditafsil) berdasarkan status serambi masjid itu sendiri sebagai berikut : Apabila serambi masjid  berstatus sebagai rahabah yang tidak diyakini dibangun setelah pembangunan masjid atau tidak diyakini bukan termasuk bagian masjid, maka jamaahnya tetap sah meskipun pintunya tertutup.   Apabila serambi masjid berstatus sebagai rahabah yang diyakini dibangun setelah pembangunan masjid atau diyakini bukan termasuk masjid, ataupun serambi berstatus sebagai harim, maka hukum jamaahnya tidak sah melihat pintu menuju imam tertutup.