Jumat, 12 Juni 2020

Hukum Adzan dan Iqamah Dilakukan Oleh Orang Yang Berbeda


Pada umumnya orang yang mengumandangkan adzan, maka dialah yang mengumandankan iqamah. Dalam hadits disebutkan :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ - يَعْنِى اَلْإِفْرِيْقِىَّ - أَنَّهُ سَمِعَ زِيَادَ بْنَ نُعَيْمٍ الْحَضْرَمِىَّ أَنَّهُ سَمِعَ زِيَادَ بْنَ الْحَارِثِ الصُّدَائِىَّ قَالَ لَمَّا كَانَ أَوَّلُ أَذَانِ الصُّبْحِ أَمَرَنِى - يَعْنِى النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذَّنْتُ فَجَعَلْتُ أَقُوْلُ أُقِيْمُ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَجَعَلَ يَنْظُرُ إِلَى نَاحِيَةِ الْمَشْرِقِ إِلَى الْفَجْرِ فَيَقُولُ « لاَ ». حَتَّى إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ نَزَلَ فَبَرَزَ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَىَّ وَقَدْ تَلاَحَقَ أَصْحَابُهُ - يَعْنِى فَتَوَضَّأَ - فَأَرَادَ بِلاَلٌ أَنْ يُقِيْمَ فَقَالَ لَهُ نَبِىُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَخَا صُدَاءٍ هُوَ أَذَّنَ وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيْمُ. قَالَ فَأَقَمْتُ
Dari Abdurrahman bin Ziyad  yakni Al-Afriqi bahwasanya dia telah mendengar Ziyad bin Nu'aim Al-Hadlrami bahwasanya dia telah mendengar Ziyad bin Al-Harits Ash-Shuda`iy dia berkata : Tatkala pertama kali dikumandangkan adzan Shubuh, menyuruhku yakni Nabi saw, maka saya pun mengumandangkannya. Kemudian saya berkata : Apakah saya kumandangkan iqamat sekarang wahai Rasulullah? Maka beliau melihat ke ujung timur ke arah terbitnya fajar, lalu beliau berkata : Belum. Hingga tatkala fajar telah terbit, beliau turun dan berwudhu kemudian mendekatiku, dan para sahabat juga berwudhu. Lalu Bilal hendak mengumandangkan iqamat, maka Nabi saw bersabda : Saudara kita dari Shuda` telah adzan, dan barang siapa yang adzan maka dialah yang iqamat. Dia berkata : Maka saya pun mengumandangkan iqamat. (H. R. Abu Daud no. 514, Baihaqi no. 1861)

Tapi juga diperbolehkan yang mengumandangkan adzan dan yang iqamah berbeda orang. Dalam hadits disebutkan :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ أَرَادَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْأَذَانِ أَشْيَاءَ لَمْ يَصْنَعْ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ فَأُرِىَ عَبْدُ اللهِ بْنُ زَيْدٍ الأَذَانَ فِى الْمَنَامِ فَأَتَى النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ أَلْقِهِ عَلَى بِلاَلٍ. فَأَلْقَاهُ عَلَيْهِ فَأَذَّنَ بِلاَلٌ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ أَنَا رَأَيْتُهُ وَأَنَا كُنْتُ أُرِيْدُهُ قَالَ فَأَقِمْ أَنْتَ
Dari Abdullah bin Zaid, ia berkata : Nabi ingin melakukan beberapa hal dalam adzan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kemudian Abdullah bin Zaid diperlihatkan kalimat adzan melalui mimpinya. Lalu Abdullah bergegas mendatangi Nabi saw dan memberitahukannya. Maka Nabi pun bersabda : Berikan adzan itu kepada Bilal. Abdulah pun memberikan kepada Bilal. Bilal pun melaksanakan adzan. Abdullah bin Zaid berkata :  Saya melihat dalam mimpi bahwa saya menginginkan iqamah. Beliau bersabda : Kumandangkanlah iqamah.  (H. R. Abu Daud no. 512, Daruqthni no. 974)

Syaikh Abu Al-Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri dalam kitabnya menegaskan :

قَالَ الْحَافِظُ الْحَازِمِيُّ فِي كِتَابِ الِاعْتِبَارِ : اِتَّفَقَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الرَّجُلِ يُؤَذِّنُ وَيُقِيْمُ غَيْرُهُ عَلَى أَنَّ ذَلِكَ جَائِزٌ، وَاخْتَلَفُوْا فِي الْأَوْلَوِيَّةِ فَذَهَبَ أَكْثَرُهُمْ إِلَى أَنَّهُ لَا فَرْقَ وَأَنَّ الْأَمْرَ مُتَّسِعٌ، وَمِمَّنْ رَأَى ذَلِكَ مَالِكٌ وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْحِجَازِ وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْكُوْفَةِ وَأَبُوْ ثَوْرٍ
Al-Hafidz Al-Hazimi berkata dalam kitab Al-i'tibar : Para ulama sepakat bahwa hukumnya boleh ketika ada orang adzan kemudian orang lain yang iqamah. Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang siapakah yang lebih berhak dalam mengumandangkan iqamah. Mayoritas ulama berpendapat, tidak ada bedanya antara muadzin dengan orang lain. Dalam masalah ini cukup longgar. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam Malik, mayoritas ulama Mekah dan Madinah, Abu Hanifah dan mayoritas ulama Kufah, dan Abu Tsaur. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi, Juz I, halaman 231)

 وَذَهَبَ بَعْضُهُمْ إِلَى أَنَّ الْأَوْلَى أَنَّ مَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيْمُ . وَقَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ كَانَ يُقَالُ مَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيْمُ، وَرَوَيْنَا عَنْ أَبِي مَحْذُوْرَةَ أَنَّهُ جَاءَ وَقَدْ أَذَّنَ إِنْسَانٌ فَأَذَّنَ وَأَقَامَ وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ أَحْمَدُ وَقَالَ الشَّافِعِيُّ فِي رِوَايَةِ الرَّبِيْعِ عَنْهُ وَإِذَا أَذَّنَ الرَّجُلُ أَحْبَبْتُ أَنْ يَقُوْلَ الْإِقَامَةَ لِشَيْءٍ يُرْوَى فِيْهِ : أَنَّ مَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيْمُ
Sementara ulama lain berpendapat bahwa yang paling tepat, orang yang adzan, dialah yang iqamah. Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : Dinyatakan bahwa orang yang adzan, maka dia yang iqamah. Dan kami mendapat riwayat dari Abu Mahdzurah, bahwa beliau datang sementara di masjid sudah ada seseorang yang adzan. Kemudian beliau mengulangi adzan dan mengumandangkan iqamah. Inilah pendapat Imam Ahmad. Kemudian Imam Asy-Syafi'i menurut riwayat dari Rabi (murid Asy-Syafii), beliau mengatakan : Apabila ada seseorang yang beradzan, saya berharap dia yang mengumandangkan iqamah. Berdasarkan satu hadis, bahwa orang yang adzan, dia yang iqamah (Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi, Juz I, halaman 231)

( وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيْمُ )   قَالَ اِبْنُ الْمَلَكِ فَيُكْرَهُ أَنْ يُقِيْمَ غَيْرُهُ وَبِهِ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَعِنْدَ أَبِي حَنِيْفَةَ لَا يُكْرَهُ لِمَا رُوِيَ أَنَّ اِبْنَ أُمِّ مَكْتُوْمٍ رُبَّمَا كَانَ يُؤَذِّنُ وَيُقِيْمُ بِلَالٌ وَرُبَّمَا كَانَ عَكْسُهُ، وَالْحَدِيْثُ مَحْمُوْلٌ عَلَى مَا إِذَا لَحِقَهُ الْوَحْشَةُ بِإِقَامَةِ غَيْرِهِ
Ibnu Malik mengatakan bahwa iqamah dilakukan orang lain adalah makruh. Imam Syafi’i berpendapat dan Abu Hanifah mengatakan bahwa hal itu tidak makruh. Atas dasar riwayat bahwa Ibnu Umi Maktum ketika adzan, maka yang iqamah adalah Bilal, begitu juga sebaliknya. Sedangkan hadits tersebut mengandung pesan agar orang yang adzan tidak ditimpa rasa kesedihan akibat iqamah dilakukan orang lain. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi, Juz I, halaman 508)

Sebenarnya larangan Nabi agar Bilal tidak iqamah dalam hadits riwayat Abu Dawud di atas adalah dalam rangka untuk menjaga hati si muadzin agar tidak kecewa sehingga para ulama tidak mempermasalahkan kebolehan bergantian. Tetapi mereka tetap bersepakat bahwa yang paling utama adalah adzan dan iqamah dilakukan oleh satu orang, yakni agar tidak terjadi kekecewaan di hati seorang muadzin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar