Minggu, 01 Maret 2020

Adzan dan Iqamah setelah jenazah diletakkan di Liang Lahat



Adzan pertama kali untuk jenazah setelah diletakkan di liang lahat dilakukan pada abad ke 11 hijriyah, berdasarkan ijtihad seorang ulama ahli hadits di Syam Syiria

Muhammad Amin bin Fadhlullah Al-Muhibbi dalam kitabnya menegaskan :

محمد بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل الدمشقي المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن
Muhammad bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin Al-Hamawi, asalnya dari Ad-Dimasyqi, kelahiran Al-Midani, Asy-Syafii, seorang yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, Al-hafidz yang kokoh. (Kitab Khulashah Al-Atsar fi A'yan Al-Qarn Al-Chadi 'Asyar, Juz III, halaman 31)

وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة ثلاث وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر والده ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق من افادته إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض المتأخرين ورده ابن حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره
Beliau wafat di Qoulanj saat waktu dhuha, pada hari Senin 13 Dzulhijjah 1033. Dishalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman ‘pintu kecil’ di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus, yang disampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa adzan ketika mengebumikan jenazah adalah sunnah. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab Al-Ubab dan lainnya. Maka mereka melakukan adzan di kuburnya. (Kitab Khulashah Al-Atsar fi A'yan Al-Qarn Al-Chadi 'Asyar, Juz III, halaman 31)

Dalam pandangan ulama Syafiiyah, adzan dan iqamah tidak hanya diperuntukkan sebagai penanda masuknya shalat, baik berdasarkan hadits maupun mengimplementasikan makna hadits. Oleh karenanya ada sebagian ulama yang memperbolehkan adzan saat mengebumikan jenazah, dan sebagian yang lain tidak menganjurkannya.

Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya menegaskan :

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُوْدِ ، وَالْمَهْمُوْمِ ، وَالْمَصْرُوْعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ أَوْ بَهِيْمَةٍ ، وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيْقِ، قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوْجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيْلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيْحٍ فِيْهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ
Terkadang adzan disunnahkan untuk selain stalat, seperti adzan di telinga anak yang lahir, orang yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang buruk etikanya baik manusia maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika kebakaran, dikatakan juga ketika menurunkan jenazah ke kuburnya, dikiaskan terhadap saat pertama datang ke dunia. Namun saya membantahnya di dalam kitab Syarah Al-Ubab. Juga disunnahkan saat kerasukan jin, berdasarkan hadits sahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan perjalanan” (Kitab  Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj, Juz V, halaman 54)

Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya menegaskan :

( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟  ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُوْلِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُوْدِ إِلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي اْلِانْتِهَاءِ لَا يَقْتَضِي لُحُوْقَهُ بِهِ
Ibnu Hajar ditanya : Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu Hajar menjawab : Ini adalah bid’ah. Barang siapa yang mengira bahwa adzan tersebut sunnah ketika turun ke kubur, dengan diqiyaskan pada anak yang lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan permulaan hidup, maka tidak benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan. (KItab Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, Juz III, halaman 166)

Perlu dipahami, bahwa yang dimaksud bid’ah disini tentu bukan bid’ah yang sesat, sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah pada umumnya (bid'ah sesat) menyebut dengan kalimat “Al-Madzmumah”, atau “Al-Munkarah” dan lainnya dalam kitab yang sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di masa Rasulullah saw memang tidak diamalkan

Diantara kalangan madzhab Syafiiyah sendiri masalah ini merupakan masalah yang diperselisihkan, ada yang tidak menganjurkan (namun tidak melarang) dan ada pula yang menganjurkan, sebagaimana yang diamalkan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.

Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya menegaskan :

واعلم أنه لا يسن الاذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا وافق إنزاله القبر أذان خفف عنه في السؤال
Ketahuilah bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan, berbeda dengan ulama yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari dunia terhadap masuknya ke alam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata : Tapi saya menolaknya dalam Syarah Al-Ubab, namun jika menurunkan jenazah ke kubur bertepatan dengan adzan, maka diringankan pertanyaan malaikat kepadanya. (KItab I'anatuth Thalibin, Juz I, halaman 268)

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum adzan dan iqamah ketika menguburkan jenazah. Ada yang mengatakan sunnah dan ada yang tidak. Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan mereka dalam memahami hadis Nabi. Ulama yang mengatakan tidak sunnah beragumentasi dengan tidak adanya dalil spesifik dan pasti terkait permasalahan ini. Sementara ulama yang membolehkannya menganalogikan kasus ini dengan kesunnahan mengadzankan anak yang baru lahir. perbedaannya bukan berarti LARANGAN untuk mengumandangkan adzan diluar waktu shalat. Artinya adzan bisa dilakukan pada waktu diluar waktu shalat, termasuk untuk jenazah di liang lahat saat pemakaman.

Kendati tidak ada dalil spesifik, namun perlu diingat bahwa adzan dan iqamah termasuk bagian dari dzikir. Sebagaimana diketahui, dzikir disunnahkan melafalkannya kapan pun dan di mana pun kecuali di tempat-tempat yang dilarang, seperti saat buang hajat. Oleh sebab itu, adzan dan iqamah yang dilakukan untuk jenazah ketika di liang lahat tidak dilarang karena bagian dari dzikir, dan hikmahnya adalah seperti disebutkan di atas, yaitu diringankan pertanyaan malaikat kepadanya.


BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar