Sabtu, 12 Oktober 2019

Hukum Mentaati Pemimpin Yang Dzalim



Taat kepada pemimpin adalah suatu kuajiban bagi kita semua. Dalam Al-Qur'an dan hadits disebutkan :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.. (Q.S. 4 An Nisaa' 59)

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ إِنَّ خَلِيْلِى أَوْصَانِى أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيْعَ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا مُجَدَّعَ اْلأَطْرَافِ
Dari Abu Dzarr ia berkata : Sesungguhnya telah mewasiatkan kepadaku kekasihku agar aku mendengar dan taat walaupun yang berkuasa adalah bekas budak yang terpotong hidungnya (cacat). (H. R. Muslim no. 4861)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ يَعْصِنِى فَقَدْ عَصَى اللهَ وَمَنْ يُطِعِ اْلأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ يَعْصِ اْلأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِى
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda : Barang siapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, dan barang siapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa metaati seorang pemimpin sungguh dia telah mentaatiku, dan siapa saja bermaksiat kepada seorang pemimpin maka dia telah bermaksiat kepadaku. (H. R. Muslim no. 4852)

Dalam ayat di atas mempunyai pengertian bahwa ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan ini kita lakukan selama pemimpin tidak memerintahkan melakukan kemaksiatan kepada kita, ini dijelaskan dalam sebuah hadits :

عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ، فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Dari Abdullah ra, dari Nabi saw bersabda : Mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan, adapun jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada hak mendengar dan mentaati. (H. R. Bukhari no. 7144, Muslim no. 4869)

Kita tetap wajib mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun mereka dzalim atau berbuat maksiat kepada Allah asalkan tidak menyuruh kita untuk berbuat maksiat kepada Allah. Dalam hadits disebutkan :

عَنْ أَبِى سَلاَّمٍ قَالَ قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيْهِ فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ. قُلْتُ هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ كَيْفَ قَالَ « يَكُوْنُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
Dari Abu Sallam dia berkata, Hudzaifah bin Yaman berkata, Saya bertanya : Wahai Rasulullah, dahulu saya berada dalam kejahatan, kemudian Allah menurunkan kebaikan (agama Islam) kepada kami, apakah setelah kebaikan ini timbul lagi kejatahan? Beliau menjawab : Ya. Saya bertanya lagi : Apakah setelah kejahatan tersebut akan timbul lagi kebaikan? Beliau menjawab : Ya. Saya bertanya lagi : Apakah setelah kebaikan ini timbul lagi kejahatan? Beliau menjawab : Ya. Aku bertanya : Bagaimana hal itu?  Beliau menjawab : Setelahku nanti akan ada pemimpin yang memimpin tidak dengan petunjukku dan mengambil sunah bukan dari sunahku, lalu akan datang beberapa laki-laki yang hati mereka sebagaimana hatinya setan dalam rupa manusia. Hudzaifah berkata, saya betanya : Wahai Rasulullah, jika hal itu menimpaku apa yang anda perintahkan kepadaku? Beliau menjawab : Dengar dan patuhilah kepada pemimpinmu, walaupun ia memukul punggungmu dan merampas harta bendamu, dengar dan patuhilah dia. (H. R.  Muslim no. 4891)


Kita ketahui bahwa memukul punggung dan merampas harta benda  tanpa ada sebab yang dibenarkan oleh agama adalah termasuk dhalim atau kemaksiatan, tapi kita tetap diperintahkan untuk mendengar dan mentaati pemimpin, selama dia tidak memerintahkan kita untuk berbuat maksiat kepada Allah

Kita dianjurkan bersabar kepada pemimpin meskipun dia berbuat kedhaliman, dalam hadits disebutkan :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Dari Ibnu Abbas dari Nabi saw bersabda : Siapa yang tidak menyukai kebijakan amir (pemimpinnya) hendaklah bersabar, sebab siapapun yang keluar dari ketaatan kepada amir sejengkal saja, ia mati dalam keadaan jahiliyah. (H. R. Bukhari no. 7053, Muslim no.4897.)

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِىِّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيْدَ الْجُعْفِىُّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا نَبِىَّ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُوْنَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُوْنَا حَقَّنَا فَمَا تَأْمُرُنَا فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فِى الثَّانِيَةِ أَوْ فِى الثَّالِثَةِ فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ وَقَالَ اسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوْا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ
Dari Alqamah bin Al Wail Al-Hadlrami dari ayahnya dia berkata, Salamah bin Yazid Al-Ja'fi pernah bertanya kepada Rasulullah saw : Wahai Nabi Allah, bagaimanakah pendapatmu jika para penguasa yang memimpin kami selalu menuntut hak mereka atas kami tapi mereka tidak mau memenuhi hak kami, sikap apa yang anda anjurkan kepada kami? Maka beliau berpaling, lalu ditanyakan lagi kepada beliau dan beliaupun tetap enggan menjawabnya hingga dua atau tiga kali pertanyaan itu diajukan kepada beliau, kemudian Al-Asy'ats bin Qa`is menarik Salamah bin Zayid. Beliau lalu bersabda : Dengarkan dan taatilah, sesungguhnya mereka akan mempertanggung jawabkan atas semua perbuatan mereka sebagaimana kalian juga akan mempertanggung jawabkan semua perbuatan kalian. (H. R. Muslim no. 4888)

Kita dilarang memerangi pemimpin yang masih mau melaksanakan shalat, dalam hadits disebutkan :

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُوْنُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ. قَالُوا أَفَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لاَ مَا صَلَّوْا
Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw bersabda : Akan datang para penguasa, kalian mengenal mereka namun kalian mengingkari (perbuatan mereka), siapa yang tahu (kemungkarannya) hendaklah berlepas diri, dan barang siapa mengingkari maka ia telah selamat. Tetapi bagai yang ridla dan mengikuti, para sahabat langsung menyelah, Bagaimana jika kita perangi saja? Beliau menjawab : Tidak! Selama mereka masih shalat. (H. R. Muslim no. 4907)

Ada ungkapan, semakin baik rakyat maka semakin baik pula pemimpinnya. Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan  Saidina Ali bin Abi Tholib.  Ada seseorang yang bertanya kepada beliau : Kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan pada zaman Nabi saw tidak? Saidina Ali menjawab : Karena pada zaman Nabi saw yang menjadi rakyatnya adalah aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian. Dalam Al-Qur'an disebutkan :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْ عَنْ كَثِيْرٍ
Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.S. 42 Asy Syuura 30)

Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan mengubah penguasa yang ada. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya jauh lebih baik dulu, maka nanti penguasa akan berubah juga menjadi baik. Dalam Al-Qur'an disebutkan :

إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.. (Q.S. 13 Ar Ra'd 11)


BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar