Kita dilarang berdoa yang melampaui
batas, maksudnya yang kita minta tidak mungkin terjadi serta tidak mungkin
bisa kita raih dengan amal perbuatan kita.
Dalam Al-Qur'an disebutkan :
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah
diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. (Q.S. 7 Al A'raaf 55)
Syaikh
Ibnu Katsir menegaskan dalam kitabnya :
وَقَالَ أَبُوْ مِجْلِز: { إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ } لَا
يَسْأَلُ مَنَازِلَ اْلأَنْبِيَاءِ
Abu Mijlaz mengatakan sehubungan dengan makna
firman Allah : Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Maksudnya, janganlah
seseorang meminta kepada Allah agar ditempatkan pada kedudukan para Nabi.
(Kitab Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, Juz III,
halaman 428)
Dalam
hadits disebutkan :
عَنْ أَبِى نَعَامَةَ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مُغَفَّلٍ سَمِعَ ابْنَهُ يَقُوْلُ اَللهم إِنِّى أَسْأَلُكَ
الْقَصْرَ اْلأَبْيَضَ عَنْ يَمِيْنِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا. فَقَالَ أَىْ
بُنَىَّ سَلِ اللهَ الْجَنَّةَ وَتَعَوَّذْ
بِهِ مِنَ النَّارِ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَيَكُوْنُ
فِى هَذِهِ الأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُوْنَ فِى الطُّهُوْرِ وَالدُّعَاءِ
Dari Abu Na'amah
bahwasanya Abdullah bin Mughaffal pernah mendengar anaknya berdoa dengan
mengucapkan : Ya Allah, Sesungguhnya saya memohon kepada-Mu istana putih di
sisi kanan surga apabila saya memasukinya. Maka Abdullah bin Mughaffal berkata : Wahai
anakku, mintalah surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka,
sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya akan
ada suatu kaum dari umat ini yang berlebih-lebihan dalam hal bersuci dan
berdoa. (H. R. Abu Daud no. 96, Baihaqi
983)
Syaikh
Al-Hafidz Muhammad Abdur Rauf bin Ali Al-Munawi menegaskan
dalam kitabnya mengenai hadits di atas :
أنكر على ابنه في هذه المسألة لأنه تلمح إلى ما لم يبلغه عملا وحالا
حيث سأل منازل الأنبياء والأولياء وجعلها من باب الاعتداء في الدعاء لما فيها من
التجاوز عن حد الأدب ونظر الداعي إلى نفسه بعين الكمال
Abdullah bin Mughaffal melarang anaknya berdoa seperti itu karena
permintaan tersebut tidak sesuai dan tidak mungkin bisa diraih oleh amal
perbuatannya. Dimana dia meminta kedudukan para nabi dan para wali. Beliau
memahami permintaan seperti itu termasuk berlebihan dalam berdoa, serta tidak
pantas karena menganggap sempurna terhadap diri sendiri. (Kitab Faidhul Qadir
Syarah Jami'us Shaghir, Juz IV, halaman 171)
Syaikh
Ahmad bin Muhammad Ash-Shawi Al-Maliki menegaskan dalam kitabnya :
قَوْلُهُ تَعَالَى
: اِتَّقُوا اللهَ. أَيْ تَأَدَّبُوْا فِى السُّؤَالِ وَلَا تَخْتَرِعُوْا أُمُوْرًا
خَارِجَةً عَنِ الْعَادَةِ فَإِنَّ اْلأَدَبَ فِى السُّؤَالِ أَنْ تَسْأَلَ أَمْرًا
مُعْتَادًا. وَمِنْ هُنَا حَرَّمَ الْعُلَمَاءُ الدُّعَاءَ بِمَا تُحِيْلُهُ الْعَادَةُ
Pengertian firman
Allah : Bertaqwalah kepada Allah. Yakni bersantunlah dalam memohon kepada-Nya
dan jangan mengada-ada dengan memohon sesuatu yang menurut kebiasaan tidak
mungkin terwujud. Sesungguhnya aturan dalam memohon kepada-Nya adalah dengan
memohon sesuatu yang memang mungkin adanya. Oleh karenanya maka para ulama
mengharamkan doa-doa memohon sesuatu yang menurut kebiasaan yang normal
mustahil adanya. (Kitab Hasyiyah Ash-Shawi
Ala Tafsir Al-Jalalain)
Syaikh
Muhammad bin Muhammad Al-Husaini Al-Murtadha Al-Zabidi menegaskan dalam kitabnya :
الْأَوَّلُ
أَنْ لَا يَكُوْنَ الْمَسْئُوْلُ مُمْتَنِعًا عَقْلًا وَلَا عَادَةً كَإِحْيَاءِ
الْمَوْتَى وَرُؤْيَةِ اللهِ تَعَالَى فِى الدُّنْيَا وَإِنْزَالِ مَائِدَةٍ مِنَ
السَّمَاءِ. أَوْ مَلَكٍ يُخْبِرُ بِأَخْبَارِهَا وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْخَوَارِقِ
الَّتِيْ كَانَتْ لِلْأَنْبِيَاءِ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ السَّائِلُ نَبِيًّا
Tata cara berdoa
antara lain adalah, pertama : Hendaknya yang diminta itu bukan merupakan
sesuatu yang tidak mungkin terwujud, baik secara rasio maupun kebiasaan seperti
menghidupkan orang mati, melihat Allah di dunia dan turunnya hidangan dari langit,
atau malaikat memberitakan suatu berita dan lain sebagainya yang termasuk
hal-hal yang tidak lazim dan hanya dimiliki oleh para nabi, kecuali jika yang
berdoa itu memang seorang Nabi. (Kitab Ifhaf Al-Sadah Al-Muttaqin bi Syarh Ihya' Ulumiddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar