Sabtu, 06 April 2019

Hukum Menshalatkan Orang Yang Mati Bunuh Diri




Dalam hadits disebutkan :

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ أُتِىَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ
Dari Jabir bin Samurah ia berkata : Pernah didatangkan kepada nabi saw jenazah seorang laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah. Tetapi jenazah tersebut tidak dishalatkan oleh beliau. (H. R. Muslim no. 2309)

Dalam hadits di atas nabi tidak mau menshalatkan orang yang mati bunuh diri. Bagaimana menurut pendapat para ulama, dibawah ini kami berikan beberapa pendapat para ulama :

Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad Al-Farra’ Al-Baghawi dalam kitabnya menegaskan :

وَاخْتَلَفُوْا فِي الصَّلَاةِ عَلَى مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ، فَذَهَبَ أَكْثَرُهُمْ إِلَى أَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ، وَكَانَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ لَا يَرَى الصَّلَاةَ عَلَيْهِ، وَبِهِ قَالَ الْأَوْزَاعِيُّ، وَقَالَ أَحْمَدُ : لَا يُصَلَّي عَلَيْهِ الْإِمَامُ، وَيُصَلَّي عَلَيْهِ غَيْرُهُ، وَاحْتَجُّوْا بِمَا رَوَي عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَتَلَ نَفْسَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِسْحَاقُ اَلْحَنْظَلِيُّ : إِنَّمَا لَمْ يُضَلِّ عَلَيْهِ تَحْذِيْرًا لِلنَّاسِ عَنْ مِثْلِ مَا فَعَلَ
Para ulama berbeda pendapat mengenai menshalatkan orang yang meninggal dunia karena bunuh diri. Menurut pendapat mayoritas ulama, ia tetap dishalati. Sedang Umar bin Abdul Aziz tidak berpendapat untuk menshalatinya. Pandangan Umar bin Abdul Aziz ini juga dipegangi oleh Al-Awzai. Imam Ahmad bin Hanbal berpandapat : Imam tidak perlu ikut menshalatinya, sedang yang menshalatinya adalah selain imam. Mereka berhujjah dengan riwayat dari Jabir bin Samurah yang menyatakan bahwa ada seorang laki-laki yang mati karena bunuh diri kemudian Nabi saw tidak menshalatinya. Menurut Al-Hanzhali, sikap beliau yang tidak ikut menshalati jenazah itu pada dasarnya merupakan peringatan bagi yang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama. (Kitab Syarhus Sunnah Al-Baghawi, Juz V, halaman 373)

Abul Hasan, Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Baththal Al-Qurtubi dalam kitabnya menegaskan :

أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ وَأَهْلُ السُّنَّةِ أَنَّ مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ أَنَّهُ لَا يَخْرُجُ بِذَلِكَ عَنِ الْإِسْلَامِ، وَأَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ، وَإِثْمُهُ عَلَيْهِ كَمَا قَالَ مَالِكٌ، وَيُدْفَنُ فِى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَلَمْ يُكْرِهِ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ إِلَّا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ، وَالْأَوْزَاعِيُّ فِى خَاصَةِ أَنْفُسِهِمَا 
Para fuqaha` dan ulama dari kalangan Ahlusunnah sepakat bahwa orang yang mati karena bunuh diri tidak keluar dari Islam, ia tetap dishalati, dan wajib menanggung dosa akibat perbuatannya sebagaimana dikemukakan Imam Malik, dimakamkan di pemakaman orang-orang muslim. Dan tidak makruh dishalatinya, kecuali pendapat Umar bin Abdul Aziz dan Al-Awzai yang menganggap makruh menshalatkan jenazah orang yang meninggal karena bunuh diri, di mana keduanya memakruhkan khusus untuk dirinya sendiri. (Kitab Syarah Shahih Bukhari,  juz III, halaman 349). Juz V, halaman 390)

Dapat disimpulkan bahwa jenazah orang yang mati karena bunuh diri sepanjang dia adalah seorang muslim, maka tetap dishalati. Sebab, dosa besar perbuatan bunuh diri tidak dengan serta merta menyebabkan ia keluar dari Islam, sepanjang ia tidak menganggap bahwa tidakan bunuh diri adalah halal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar