Kamis, 04 Oktober 2018

Hukum Badal (Menggantikan) Haji Dan Umrah




Badal haji atau menggantikan haji untuk orang lain mayoritas ulama memperbolehkan, baik orang yang digantikan itu telah meninggal dunia atau masih hidup dengan syarat jika orang tersebut secara fisik tidak mampu melakukan ibadah haji, karena sudah sangat tua, sakit yang tak ada harapan sembuh, lumpuh, dan sebagainya

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ، قَالَتْ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ فَرِيْضَةَ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِى شَيْخًا كَبِيرًا، لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَسْتَوِىَ عَلَى الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يَقْضِى عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ
Dari Ibnu Abbas rah, ia berkata : Telah datang seorang perempuan dari Khats'am pada tahun haji wada', ia bertanya : Ya Rasulullah sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berhaji, aku dapati ayah saya sudah tua renta, ia tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan, bolehkah aku melakukan haji untuknya? Beliau menjawab : ya, boleh. (H. R. Bukhari no 1854)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّى نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ، فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ . حُجِّى عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللهُ، فَااللهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
Dari Ibnu Abbas rah, bahwasanya seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi saw, lalu dia berkata : Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk melaksanakan ibadah haji, tapi dia meninggal dunia sebelum melaksanakannya, bolehkah aku melakukan haji untuknya? Beliau menjawab : Ya, hajikan untuknya. bagaimana pendapatmu jika ibumu mempunyai tanggungan hutang, kamu wajib membayarnya bukan? Bayarlah kepada Allah, karena hak Allah lebih berhak dipenuhi. (H. R. Bukhari no. 1852)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلاً يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ مَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ. قَالَ لاَ. قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw pernah mendengar seseorang berkata : Labbaika 'an Syubrumah (Aku memenuhi panggilan-Mu untuk Syubrumah). Nabi bertanya : Siapakah Syubrumah itu? Ia menjawab : Saudaraku atau kerabatku. Nabi bertanya : Sudahkah engkau berhaji untukmu? Ia menjawab : Belum. Beliau bersabda : Hajilah untuk dirimu, kemudian hajikanlah untuk Syubrumah. (H. R. Abu Daud no. 1813, Ibnu Majah no. 3015, Baihaqi no. 8936)

Orang yang menghajikan harus sah melaksanakan ibadah haji, artinya sudah akil baligh dan sehat secara fisik. Orang yang menghajikan harus telah melaksanakan ibadah haji, sesuai dalil di atas. Seorang anak disunnahkan menghajikan orang tuanya yang telah meninggal atau tidak mampu lagi secara fisik.

Soal beda jenis kelamin yang membadalkan haji dengan yang dibadalkan haji tidak masalah. Karena tidak ada dalil yang ditemukan, bahwa laki-laki harus membadalkan haji laki-laki dan perempuan harus pula membadalkan haji perempuan.

Diperbolehkan pula untuk membadalkan umrah, hal ini sesuai dengan hadits Nabi :

عَنْ أَبِى رَزِينٍ الْعُقَيْلِىِّ أَنَّهُ أَتَى النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيْرٌ لاَ يَسْتَطِيْعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَلاَ الظَّعْنَ. قَالَ حُجَّ عَنْ أَبِيْكَ وَاعْتَمِرْ
Dari Abu Razin Al-Uqaili bahwa Ia datang kepada Nabi saw lalu ia bertanya : Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku sangat tua, tidak mampu melakukan haji dan umrah, juga naik di atas kendaraan" Nabi bersabda "Lakukan haji dan umrah untuk bapak mu (H. R. Tirmidzi no. 942, Nasa'i no. 2636, Ibnu Majah no. 3018)

Tidak boleh melakukan dua niat haji atau umrah. Satu orang hanya dapat membadalkan haji atau umrah untuk satu orang, Imam Nawawi dalam kitabnya menegskan :

قال أصحابنا ولو أحرم بحجة ثم ادخل عليها حجة أخري أو بعمرة ثم ادخل عليها عمرة اخرى فالثانية لغو والله اعلم
Sahabat-sahabat kami (Syafi'iyah) berkata jika melakukan satu ibadah haji lalu memasukkan haji yang lain, ataupun umrah kemudian memasukkan umrah yang lain maka yang kedua adalah sia-sia. (Kitab Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz VII, halaman 143)

قال في الام ولو استأجره رجلان ليحج عنهما فأحرم عنهما انعقد احرامه عن نفسه لانه لا يمكن الجمع بينهما ولا تقديم أحدهما على الآخر فتعارضا وسقطا وبقى احرام مطلق فانعقد له
Imam Syafi'i berkata dalam kitab Al-Umm : Kalau ada 2 orang menyewa 1 orang agar melakukan haji untuk dua orang, lalu dia melaksanakan ihram atas nama 2 orang, maka niat Haji nya tidak sah dan hanya sah untuk dirinya sendiri. Sebab tidak mungkin untuk menggabungkan dua niat Haji atau mendahulukan salah satu dengan yang lain, maka keduanya saling bertentangan dan gugur, dan hanya tersisa satu ihram secara mutlak, maka sah untuk dirinya sendiri. (Kitab Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz VII, halaman 231).

BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar