Selasa, 15 Agustus 2017

Pisau Terlepas Pada Saat Penyembelihan Hewan



Salah satu syaratnya penyembelihan adalah dalam meletakkan pisau dileher saat menyembelih hewan harus dilakukan satu kali, tidak boleh dua kali. Jika pisau terlepas pada saat penyembelihan dan dikembalikan dengan segera maka halal sembelihan itu, asalkan pada waktu pisau yang terlepas tadi saat dikembalikan hewan tersebut masih ada tanda-tanda hayat mustaqirrah. Jika masih ada tanda-tanda hayat mustaqirrah pada hewan yang disembelih tersebut, maka penyembelihan itu boleh dilakukan dua kali, tiga kali atau bahkan keempat kalinya.

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi mengatakan dalam kitabnya :

ويشترط في قطع ذلك ان يكون دفعة واحدة فلو قطع باكثر كما لو رفع السكين فاعادها فورا او القاها لكللها واخذ غيرها او سقطت منه فاخذها او قلبها وقطع ما بقي وكان فورا حل ولا يشترط وجود الحياة المستقرة في دفعة الفعل الثاني الا ان طال الفصل بين الفعلين فلا بد من وجود الحياة المستقرة اول الفعل الثاني
Dan disyaratkan dalam pemotongan tersebut dengan sekali potongan maka bila dipotong dengan lebih banyak seperti bila ia mengangkat pisau kemudian ia kembalikan secepatnya atau ia letakkan pisau tersebut karena tumpul dan ia ambil pisau lainnya atau pisaunya terjatuh kemudian segera ia ambil atau ia ganti dan ia memotong bagian yang tersisa dan yang demikian itu dilakukan secepatnya maka halal daging hewan sembelihannya. Dan tidak disyaratkan adanya keberadaan hayat mustaqirrah dalam ulangan pemotongan yang kedua kecuali bila jarak antara dua pemotongan tersebut lama maka disyaratkan adanya keberadaan hayat mustaqirrah saat memulai pemotongan yang kedua. (Kitab Tanwiirul Quluub, halaman 237)

Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi mengatakan dalam kitabnya :

اعتمد في التحفة حل الذبيحة، فيما إذا رفع يده لنحو اضطرابها أو انفلتت شفرته فردها فورا فيهما ، وكذا لو ذبح بشفرة كالة فقطع بعض الواجب ثم أدركه آخر فأتمه بسكين أخرى قبل رفع الأوّل، سواء أوجدت الحياة المستقرة عند شروع الثاني أم لا
Telah berpegangan dengan kuat (oleh Syaikh Ibnu Hajar) didalam kitab Tuhfah akan halalnya penyembelihan, pada suatu yang apabila mengangkat seorang akan tangannya karena bergetarnya, atau terlepas pisaunya, maka dikembalikannya dengan segera pada kedua masalah tadi. Dan demikian pula jika ia menyembelih dengan pisau yang tumpul maka ia telah memotong sebagian yang wajib, lalu disusul oleh lain orang dengan pisau yang lain sebelum mengangkatkan yang pertama, sama saja didapatkannya hayat mustaqirah ketika memulai yang kedua ataupun tidak. (Kitab Bughyatul Mustarsyidin, Juz 1, halaman 545).
Yang dimaksud dengan hayat mustaqirrah adalah masih dimungkinkannya melihat, masih adanya suara dari kerongkongannya, terpancarnya darah yang sangat kuat atau gerakan-gerakan yang kuat dengan sendirinya (ikhtiyariyah) bukan gerakan keterpaksaan (dloruri). Menurut sebagian ulama, hayat mustaqirrah adalah masih dimungkinkannya hidup selama satu atau dua hari jika hewan tersebut dilepas.


Sedangkan Hayat ’aisy madzbuh adalah kehidupan binatang yang tidak disertai dengan kemampuan melihat, bersuara dan bergerak dengan gerakan ikhtiyari, akan tetapi bersifat keterpaksaan (dlaruri). Misalnya ada ayam yang tergilas oleh kendaraan, lalu gerakanya sudah tidak beraturan (gerakan meregang nyawa) lalu ayam itu disembelih, maka ayam tersebut hukumnya haram untuk dikonsumsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar