Senin, 29 Mei 2017

Hukum mencicipi masakan ketika puasa


Rasa masakan mesti pas. Masakan tidak boleh terlalu banyak garam, atau terlalu hambar karena kurang perasa. Kepastian rasa ini bertujuan untuk menjaga selera makan penyantapnya. Karena itu ada baiknya tukang masak mengecap dan mencicipi terlebih dahulu masakan yang akan dihidangkan di meja makan.
Hukum mencicipi masakan pada saat berpuasa adalah boleh dan tidak makruh bila ada hajat dengan syarat  hanya sebatas lidah dan tidak sampai tertelan.  Jika seorang ibu ingin memberikan makanan pada bayinya dan jika hanya cara yang dapat ia lakukan adalah dengan mengunyahkan makanan tersebut, maka sang Ibu diijinkan untuk mengunyah makanan itu dan memberikannya pada buah hatinya, namun tetap harus hati-hati supaya bekas atau sisa makanan tidak masuk ke dalam kerongkongan dan harus meludahkannya kembali. Namun bila tidak ada hajat maka dimakruhkan. Contohnya, mencicipi makanan karena lapar, maka hal ini jelas makruh dan jika makanan tidak melewati kerongkongannya maka tidak membatalkan puasa.
Syaikh Abdullah bin Hijazi bin Ibrahim Asy-Syarqawi dalam kitabnya mengatakan :

وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي

Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankan makanan itu ke teggorokan lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang menngecap makanan itu. Sedangkan bagi seorang pemasak (tukang masak) baik pria maupun wanita, dan orang tua yang memiliki anak kecil yang mengunyahkan makanan buatnya maka tidak dimakruhkan mencicipi makanan buat mereka. Demikian Az-Zayadi menerangkan. (Hasyiyah Asy-Syarqawi Syarah Tuhfatut Thullab, Juz I, halaman 492)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar