Jumat, 03 Maret 2017

Imam shalatnya batal tanpa disadari



Seorang imam batal (tidak sah) melakukan shalat namun tidak diketahui oleh makmum atau oleh imam itu sendiri. Usai shalat, imam itu baru menyadari bahwa shalatnya tidak sah, maka yang wajib mengulang hanya imamnya saja, sedang makmumnya tidak usah mengulangi shalatnya, karena shalatnya dipandang sah.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّوْنَ بِكُمْ فَإِنْ أَصَابُوْا فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ أَخْطَأُوْا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
Dari Abu Hurairah ia berkata,  Rasulullah saw bersabda : Mereka (para imam) shalat (berjamaah) bersamamu. Jika mereka tepat (tidak melakukan kekeliruan dalam shalatnya), maka shalatmu sah dan sah pula shalat mereka, namun jika ternyata mereka melakukan kekeliruan dalam shalatnya, maka shalatmu sah namun shalat mereka tidak sah. (H. R. Ahmad no. 8897)

Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya mengatakan :

قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : هَذَا الْحَدِيْثُ يَرُدُّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ صَلَاةَ الْإِمَامِ إذَا فَسَدَتْ فَسَدَتْ صَلَاةُ مَنْ خَلْفَهُ
Imam Ibnu Mundzir berkata : Hadits ini menolak dugaan orang-orang (yang mempunyai pendapat) bahwa shalat seorang imam, apabila tidak sah maka tidak sah pula shalat orang yang berada dubelakangnya (makmum). (Kitab Nailul Authar, Juz III, halaman 214)

وَقَدْ صَحَّ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُبٌ وَلَمْ يَعْلَم فَأَعَادَ وَلَمْ يُعِيدُوا ، وَكَذَلِكَ عُثْمَانُ . وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ مِنْ قَوْله ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
Dan sungguh telah terdapat riwayat shahih dari Sayyidina Umar, bahwa beliau pernah shalat dengan orang banyak (menjadi imam) padahal beliau sedang mempunyai hadats besar namun tanpa beliau sadari. Kemudian beliau mengulangi shalatnya, tetapi mereka (para makmum) tidak mengulanginya. Demikian juga terdapat riwayat dari Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali, semoga Allah meridhai mereka. (Kitab Nailul Authar, Juz III, halaman 213)

Imam Syafi'i dalam kitabnya mengatakan :

فَمَنْ صَلَّى خَلْفَ رَجُلٍ ثُمَّ عُلِمَ أَنَّ إِمَامَهُ كَانَ جُنُبًا أَوْ عَلَى غَيْرِ وُضُوْءٍ وَإِنْ كَانَتْ اِمْرَأَةٌ أَمَّتْ نِسَاءً ثُمَّ عَلِمْنَ أَنَّهَا كَانَتْ حَائِضًا أَجْزَأَتِ الْمَأْمُوْمِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ صَلاَتُهُمْ وَأَعَادَ الْاِمَامُ صَلَاتَهُ
Barang siapa yang shalat bermakmum kepada seorang laki-laki, kemudian diketahui bahwa imamnya itu junub (berhadats besar) atau tidak mempunyai wudhu, atau jika seorang perempuan mengimami perempuan-perempuan lainnya, kemudian mereka mengetahui bahwa perempuan yang menjadi imamnya itu menstruasi, maka shalat makmum baik makmum laki-laki maupun perempuan tadi dipandang sah dan hanya imamlah yang harus mengulangi shalatnya. (Kitab Al-Umm, Juz I, halaman 194)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar