Selasa, 06 September 2016

Kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia



Kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia di kalangan ulama ada perbedaan, dalam kitab Minhajuth Thalibin, imam Nawawi mengatakan :

وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ، وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوْصِ بِهَا
Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak sah pula untuk orang yang sudah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani. (Kitab Minhajuth Thalibin, imam Nawawi. Juz I, halaman 462)

Kalau orang yang telah meninggal itu sebelumnya berwasiat, maka harus ditunaikan, ini sesuai firman Allah :

فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَ مَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلٰى الَّذِيْنَ يُبَدِّلُوْنَهُ إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. 2 Al Baqarah 181)

Ada juga ulama yang memperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, diantaranya adalah Abul Hasan Al-Abbadi, dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, Imam Nawawi mengatakan :

لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ (وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنِ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُو الْحَسَنِ اْلعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنَ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصْحُّ عَنِ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُهُ وَتَصِلُ إِلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ
Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Dan adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka abul Hasan Al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ijma' para ulama (Kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, Imam Nawawi, Juz VIII, halaman 406)


Di kalangan madzhab Syafi'i sendiri, pandangan yang pertama dianggap sebagai pandangan yang lebih shahih dan dianut mayoritas ulama dari kalangan madzhab Syafi'i. Kendati pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama madzhab Syafi'i, namun pandangan kedua ini didukung oleh madzhab Maliki, Hanafi dan Hanbali, cuma menurut madzhab Maliki  boleh tapi mahruh. Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar