Senin, 27 Juni 2016

Hukum zakat untuk kerabat dan pembangunan masjid atau madrasah



Prof. DR.  H. Ahmad Zahro M.A dalam bukunya Fiqih Kotemporer menulis sebagai berikut :

Menurut madzhab Syafi'i, bahwa yang berhak menerima zakat (termasuk zakat fitrah) adalah 8 golongan yang termaktub dalam Surah At-Taubah ayat 60 :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. 9 At Taubah 60)

dan pembagiannya harus merata. Mengacu dari pendapat Syafi'iyah ini, jika disebabkan ketiadaan orang miskin di suatu daerah dan juga tidak terdapat golongan pertama penerima zakat lainnya, sedang di daerah tersebut sangat membutuhkan dana untuk membangun masjid atau madrasah , maka zakat fitrah boleh disalurkan ke pembangunan masjid atau madrasah atas nama sabilillah (jalan Allah).

Ibnul Atsir mengatakan, bahwa salah satu arti sabilillah itu adalah setiap amalan/perbuatan baik dan ikhlas yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sehingga pembangunan masjid atau madrasah dapat dikatagorikan sebagai sabilillah..

Kemudian jika zakat fitrah itu masih berupa bahan pangan (umumnya beras), maka atas pertimbangan dan dasar maslahah (kebaikan) dan agar dapat berdaya guna serta muda guna, beras tersebut boleh dan harus dijual sehingga dapat dibelikan apa saja sesuai kebutuhan pembangunan masjid atau madrasah

Ada juga pendapat yang menyatakan,bahwa prioritas pendistribusian zakat itu harus dikaitkan dengan urgensi kebutuhan setempat dengan tetap menomor satukan kaum fakir dan miskin, pendapat ini lebih fleksibel atas pertimbangan skala prioritas.

Berdasarkan surat At-Taubah ayat 60 di atas, maka zakat dapat diberikan kepada kerabat sendiri asal mereka termasuk dalam katagori 8 ashnaf (golongan) tersebut, bahkan lebih utama karena menyantuni kaum kerabat berkali-kali dianjurkan, baik dalam Al-Qur'an maupun hadits.

يَسْأَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِيْنَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ

Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Q.S. 2 Al Baqarah 215)

عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

Dari Salman bin Amir, dari Nabi saw belia bersabda : Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan. (H. R.Nasa'i no. 2581)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar