Sabtu, 03 Oktober 2015

DUNIA DAN NAFSU



Dunia merupakan sebuah kehidupan yang mencintai nafsu, dimana kehidupan itu diukur dengan standard kecintaannya pada materi. Mungkin ada yang tidak setuju dengan pendapat ini. Namun, bagai-mana jika dunia didefinisikan al-Qur`an? Dalam al-Qur’an telah disebutkan, yang artinya sebagai berikut :

      Ketahuilah, bahwa sesung-guhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Q.S. 57 Al Hadiid 20)

    Dalam tulisan ini penulis tidak bermaksud untuk mengatakan atau mengajak zuhud dengan artian menjauhi dunia dengan sebenar-benarnya. Namun, yang penulis maksud adalah bagai-mana seseorang mampu mengendalikan dunia, bukan sebaliknya.

      Pengertian kehidupan dunia yang umumnya berlaku bagi sebagian masyarakat adalah kehidupan waktu seseorang hidup, kehidupan akhirat adalah kehidupan manusia sesudah mati. Meskipun ada yang meyakini bahwa ia hidup hanya sementara namun hanya sebatas keyakinan. Waktu hidup mereka bisa mengatur sendiri apa-apa yang dikehendaki, kalau ada kesulitan barulah mereka meminta kepada Allah. Kehi-dupan seperti ini tak ubahnya kehidupan hewani, sebab manu-sia adalah makhluk sosial ciptaan Allah, maka selayaknya kemana kita berada, mestinya kita tidak bisa melepaskan diri dari aktifitas sosial.

      Suatu realita dikalangan kita, ketika bertemu ada ciri has yang selalu kita dengar selain salam adalah “Sukses ya”. Kata ini merupakan hal yang sungguh mulia. Namun, taukah kita, mungkinkah dibalik kata sukses itu bermakna kehidupan meterialistis sebagai tolok ukur sukses atau tidaknya kehidupan sebagaimana yang digambarkan ayat di atas, Yang berangkat kerja dengan pakaian berdasi, mobil mewah berjumlah lima, rumah megah berlantai tiga Atau yang lainnya, Namun, penulis tetap berharap bahwa yang mereka maksud adalah sukses lahir batin & dunia akhirat.

      Sebab, bagi Allah ukuran nilai sukses seseorang adalah ketika seorang hamba taat kepada Allah, hanya menja-dikan Allah sebagai Ilah(Tuhan yang wajib disembah), sebagai Robb dan sebagai Malik. Dan kelak masuk surga-Nya

    Imam aL-ghazali dalam Minhajul `Abidin mengatakan:

“Dunia adalah musuh Allah, sedangkan Dia adalah kekasih-mu. Dunia adalah perusak akal, sedangkan akal adalah harga-dirimu”.

     Pembaca yang dicintai Allah, pernyataan yang pasti kita katakan adalah: saya tidak akan mungkin menukar harga diri dengan dunia, Itu adalah pernyataan yang kemungkinan besar kita katakan. Namun, ada baiknya kita melihat, bagaimana perbuatan sehari-hari kita menjawab. Apakah cinta dunia dengan sebenar-benarnya, atau tidak? Serta melalaikan-Nya atau tidak
     Masih dalam kitab Minhajul ‘Abidin :

Jika   dunia  ini  tetap  ada  untukkita, maka kita tidak selamanya hidup di dunia. Lantas, manfaat apa yang kita dapatkan jika mencari dan menghabiskan umur yang sangat berharga untuknya?

      Oleh sebab itu, jalan terbaik adalah belajar, belajar karena Allah. Karenanya pada dasar-nya, dengan bertambahnya ilmu akan dapat meningkatkan pengetahuan seorang Mukmin terhadap berbagai dimensi kehidupan, baik urusan agama maupun yang lainnya, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas beribadah serta akan dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensinya dalam menjalankan tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya; akan mendapatkan derajat yang tinggi, akan lebih bisa mendekatkan diri dan mengenal Allah, Tuhan yang telah menciptakannya serta akan selamat di dunia dan di akhirat.

Dalam sebuah ungkapan :

“Barangsiapa yang ingin menda-patkan dunia maka harus dengan ilmu, barangsiapa yang ingin mendapatkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barangsiapa yang ingin mendapatkan kedua-nya maka harus dengan ilmu”.
Dan dalam Al-Qur’an disebut-kan :
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbu-atannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka me-nyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (Q.S. 18 Al Kahfi 103-104)

 Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhi-asannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.Itulah orang-orang yang tidak mem-peroleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan? (Q.S. 11 Huud 15-16)
 Seorang penyair mengatakan

”Anggap saja dunia ini digiring kepadamu dengan mudah, tapi bukankah pada akhirnya ia akan sirna?. Apa yang anda harapkan dari kehidupan yag tiada abadi? Dan tak lama lagi akan digantikan oleh malam. Duniamu tak lain bagaikan bayang-bayang. Menaungimu dan dengan segera pergi berlalu (meninggalkanmu). Bagaikan mimpi penghias tidur atau bayang-bayang yang sirna, sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan terbujuk oleh hal-hal seperti itu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar