Sabtu, 22 Agustus 2015

Talak Atau Perceraian Dalam Islam




Ta'rif talak menurut bahasa Arab adalah melepaskan ikatan. Yang dimaksud di sini adalah melepaskan ikatan pernikahan.

Apabila suami istri terjadi perselisihan yang menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka talak (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka, sebab menurut asalnya hukum talak itu makruh, berdasarkan hadits :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ  أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ
Dari Ibnu Umar, dari nabi saw telah bersabda : sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah adalah talak.  (H. R. Abu Daud no. 2180 dan Ibnu Majah no. 2096).

Hukum talak

1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai

2. Sunah. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kuajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kegormatan dirinya.

رَوِيَ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ إِمْرَأَتِيْ لَا تَرُدُّ يَدَ لَامِسٍ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلِّقُهَا
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Nabi saw dan berkata : Istriku tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya, jawab Nabi saw, hendaklah engkau ceraikan perempuan itu. (Al-Muhadzdzab juz 3 halaman 3).

3. Haram. dalam dua keadaan. (Pertama), menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. (Kedua), menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu. Dalam sebuah hadits disebutkan :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا  أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهْىَ حَائِضٌ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ، ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيْضَ ، ثُمَّ تَطْهُرَ ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ ، فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ
Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa pada masa Rasulullah saw, ia pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka Umar bin Al Khaththab pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw bersabda : Perintahkanlah agar ia segera meruju'nya, lalu menahannya hingga ia suci dan haid kembali kemudian suci. Maka pada saat itu, bila ia mau, ia boleh menahannya, dan bila ingin, ia juga boleh menceraikannya sebelum dicampuri. Itulah Iddah yang diperintahkan oleh Allah untuk mentalak isteri. (H. R. Bukhari no. 5251 dan Muslim no. 3725)

4. Makruh. yaitu hukum asal talak itu sendiri yang telah disebutkan di atas.

Lafadz talak

1. Sharih (terang)yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan pernikahan, seperti suami mengucapkan : Engkau tertalak, atau Saya cerai kamu. Kalimat yang terang ini tidak perlu dengan niat. Berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat (cerita).

2. Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian pernikahan atau yang lain, seperti kata suami, pulanglah kamu ke rumah orang tuamu, atau pergilah dari sini. Kalimat sindiran ini tergantung pada niatnya, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, maka tidak jatuh talaknya. Kalau di niatkan untuk menjatuhkan talak,barulah talak itu jatuh.

Imam Nawawi dalam kitabnya menjelaskan :

وَاِنْ قَالَ لَهُ رَجُلٌ: أَلَكَ زَوْجَةٌ ؟ فَقَالَ لَا، فَإِنْ لَمْ يَنْوِ بِهِ الطَّلَاقَ لَمْ تُطَلَّقْ، لِاَنَّه ُلَيْسَ بِصَرِيْحٍ، وَاِنْ نَوَى بِهِ الطَّلَاقَ وَقَعَ لِاَنَّهُ يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ
Seandainya seseorang yang ditanyai, apakah kamu punya istri? dan ia menjawab : Tidak. Maka jika ia tidak berniat talak, maka istrinya tidak tertalak, karena ucapannya tidak jelas mengacu pada perceraian. Namun jika ia berniat talak, maka talak pun jatuh, karena ucapannya memang memungkinkan akan perceraian. (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XVII, halaman 102)

Bilangan talak

Talak satu atau dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa iddahnya, dan boleh menikah kembali sesudah masa iddahnya habis, dalam Al-Qur'an disebutkan :

الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (Q.S. 2 Al Baqarah 229).

Adapun talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali, kecuali apabila si perempuan telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak pula oleh suaminya yang kedua itu, dalam Al-Qur'an disebutkan :

فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ

Kemudian jika si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.(Q.S. 2 Al Baqarah 230)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar