Minggu, 09 Agustus 2015

MENEPATI JANJI




     Janji adalah refleksi sosial manusia dalam kehidupan ber-interaksi atau muamalah dengan yang lain. Ash-shidqu fil kalâm kadang berarti perkataan yang sesuai dengan keadaan yang telah atau sedang terjadi. Kadang juga dimaksudkan pembuktian atau merealisasikan kata-kata yang telah dijanjikan sebagai harapan.  Ia juga  dapat  berarti ke sanggupan menjalankan dan me-laksanakan kepercayaan berupa amanah yang diemban dan diterimanya dari Allah Swt. yang berupa beriman dan beribadah kepadanya.
      Lepas dari maksud-maksud tersebut, secara sederhana dan garis besar, janji bisa dibagi menjadi tiga: Pertama, janji kepada Allah Swt. Janji ini kita ikrarkan sebagai jawaban peng-iya-an manusia dari pertanyaan Allah Swt., sebuah pertanyaan kepada ruh-ruh setiap manusia sebagai anak cucu Adam agar selalu beriman bahwa Allah Swt. adalah Tuhannya. Firman Allah Swt. : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan ketu-runan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengam-bil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Eng-kau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Se-sungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",  ( Q.S. 7 Al A’raaf 172).

atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah memperse-kutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?" (Q.S. 7 Al A'raaf 173)
      Dari ayat ini, Allah Swt menjelaskan bahwa setiap manu-sia yang dilahirkan ke dunia sejatinya sudah membawa janji untuk beriman dan selalu mengakui bahwa Allah Swt adalah Tuhannya yang harus dipatuhi dan disembah dengan segala upaya dan potensi yang telah dikaruniakan Allah Swt.. Selalu berusaha untuk memegang keima-nan dan selalu beribadah kepada-Nya adalah wujud menepati janji kita kepada Allah Swt. tadi.
      Kedua, janji kepada diri sendiri, janji ini bisa berbentuk ungkapan unruk memberikan motifasi kepada diri sendiri agar mau melakukan amal kebajikan. Oleh Fuqâha` (ulama` ahli fiqh) janji ini biasa diistilahkan dengan nadzr. Janji ini disebutkan Allah Swt. hukumnya dalam surat Al-Mâidah: 89. Kurang lebih, Allah Swt. tidak akan menghukum ucapan janji hambanya yang hanya sekedar laghwul kalâm (sumpah yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah dengan nama Allah). Allah Swt berfirman: “Allah tidak menghukum kamu dise-babkansumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersum-pah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga-mu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerde-kakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (Q.S. 5 Al Maa-idah 89)

      Ketiga, janji kepada orang lain, kepada agama, suatu kelompok atau golongan, organisasi per-kumpulan, partai dan bahkan janji kepada negara dan pemerintah. Janji inilah yang difirmankan Allah Swt. ketika Dia mejelaskan sifat-sifat orang Mukmin yang berhak mendapat warisan surga Firdaus. Diantara sifat-sifat itu adalah selalu menjaga akan amanat dan janjinya. Allah Swt berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (Q.S. 23 Al Mu'minuun 11)
     Ketika manusia dimuliakan Allah Swt. melebihi mahluk lain dengan akalnya sebagai media atau wasilah berfikir, ketika manusia diberi kepercayaan untuk mengemban amanat sebagai penghuni bumi, mereka diperintah untuk meramaikanya dengan berbagai amalan ma`ruf dan tidak sebaliknya, merusak dan mem-buat kekacauan.
      Ketika manusia tidak bisa hidup sendiri dengan kodratnya sebagai mahluk sosial dan saling melengkapi satu dengan yang lain, maka adalah hal yang sangat esensial dan segnifikan bila makna ayat-ayat di atas dapat diaktualisasikan sebagai bentuk ahlak seluruh lapisan masyarakat. Alangkah indahnya, jika “menepati janji” itu menjadi sebuah karakter kehidupan sehari-hari.
      Menepati dan memenuhi janji adalah bentuk menteladani satu dari berbagai sifat-sifat Allah Swt dalam bentuk kehidupan bermasyarakat. Allah Swt dalam berbagai ayat Al-Qur-an menegaskan bahwa Dia (Allah) tidak akan pernah mengingkari janji-janji-Nya. Bila kita bisa selalu menepati janji maka berarti kita sedikit telah bisa menginter-pretasikan salah satu sifat Allah Swt. : Ya Tuhan kami, sesung-guhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya. Sesung-guhnya Allah tidak menyalahi janji. (Q.S. 3 Ali 'Imran 9)
      Kita semua juga mengetahui bahwa menepati janji adalah salah satu karakter yang wajib dimiliki para rasul. Mereka tidak pernah berhianat atau berdusta dalam menyampaikan misi kerisalahan dari Tuhan.
      Sungguh tidak bisa di baying-kan ketika suatu masyarakat sudah tidak mengindahkan lagi pekerti menepati janji yang di bawa dan diajarkan Rasulallah Saw.. Manusia akan selalu resah dan gelisah, dipenuhi dengan kehawatiran serta buruk sangka dalam segala muamalah bersama orang lain. Lebih ironis, apabila dengan terkikisnya akhlak mene-pati janji manusia terpaksa harus disibukkan dengan kebutuhan diri sendiri. Dalam haditsnya yang masyhur, Rasulallah Saw. telah menjelaskan tiga indikasi sese-orang dapat dikatagorikan se-bagai orang munafik. Di antaranya adalah apabila berjanji maka tidak menepati.
      Kita sudah sering membaca dalam buku-buku sejarah-sejarah kenabian bahwa kelompok-kelompok Yahudi pada zaman Rasulallah Saw. diusir dari kampungnya karena mereka melanggar janji-janji antar kelom-pok, kelompok Islam dan Yahudi, seandainya mereka tidak melang-garnya niscaya mereka akan tetap mendapatkan kedamaian berdam-pingan hidup dengan umat Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar