Janji adalah refleksi sosial manusia dalam
kehidupan ber-interaksi atau muamalah dengan yang lain. Ash-shidqu fil kalâm
kadang berarti perkataan yang sesuai dengan keadaan yang telah atau sedang
terjadi. Kadang juga dimaksudkan pembuktian atau merealisasikan kata-kata yang
telah dijanjikan sebagai harapan. Ia
juga dapat berarti ke sanggupan menjalankan dan
me-laksanakan kepercayaan berupa amanah yang diemban dan diterimanya dari Allah
Swt. yang berupa beriman dan beribadah kepadanya.
Lepas dari maksud-maksud tersebut, secara
sederhana dan garis besar, janji bisa dibagi menjadi tiga: Pertama, janji
kepada Allah Swt. Janji ini kita ikrarkan sebagai jawaban peng-iya-an manusia
dari pertanyaan Allah Swt., sebuah pertanyaan kepada ruh-ruh setiap manusia
sebagai anak cucu Adam agar selalu beriman bahwa Allah Swt. adalah Tuhannya.
Firman Allah Swt. : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan ketu-runan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengam-bil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Eng-kau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Se-sungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)", ( Q.S. 7
Al A’raaf 172).
atau agar kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah memperse-kutukan
Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang)
sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang sesat dahulu?" (Q.S.
7 Al A'raaf 173)
Dari ayat ini, Allah Swt menjelaskan
bahwa setiap manu-sia yang dilahirkan ke dunia sejatinya sudah membawa janji
untuk beriman dan selalu mengakui bahwa Allah Swt adalah Tuhannya yang harus
dipatuhi dan disembah dengan segala upaya dan potensi yang telah dikaruniakan
Allah Swt.. Selalu berusaha untuk memegang keima-nan dan selalu beribadah
kepada-Nya adalah wujud menepati janji kita kepada Allah Swt. tadi.
Kedua, janji kepada diri sendiri, janji
ini bisa berbentuk ungkapan unruk memberikan motifasi kepada diri sendiri agar
mau melakukan amal kebajikan. Oleh Fuqâha` (ulama` ahli fiqh) janji ini biasa
diistilahkan dengan nadzr. Janji ini disebutkan Allah Swt. hukumnya dalam surat
Al-Mâidah: 89. Kurang lebih, Allah Swt. tidak akan menghukum ucapan janji
hambanya yang hanya sekedar laghwul kalâm (sumpah yang tidak dimaksudkan untuk
bersumpah dengan nama Allah). Allah Swt berfirman: “Allah tidak menghukum
kamu dise-babkansumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersum-pah), tetapi
Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat
(melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga-mu, atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerde-kakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan
yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah
kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah
sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu
bersyukur (kepada-Nya).” (Q.S. 5 Al Maa-idah 89)
Ketiga, janji kepada orang lain, kepada
agama, suatu kelompok atau golongan, organisasi per-kumpulan, partai dan bahkan
janji kepada negara dan pemerintah. Janji inilah yang difirmankan Allah Swt.
ketika Dia mejelaskan sifat-sifat orang Mukmin yang berhak mendapat warisan
surga Firdaus. Diantara sifat-sifat itu adalah selalu menjaga akan amanat dan
janjinya. Allah Swt berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara
sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, yakni) yang akan
mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (Q.S. 23 Al Mu'minuun 11)
Ketika manusia dimuliakan Allah Swt.
melebihi mahluk lain dengan akalnya sebagai media atau wasilah berfikir, ketika
manusia diberi kepercayaan untuk mengemban amanat sebagai penghuni bumi, mereka
diperintah untuk meramaikanya dengan berbagai amalan ma`ruf dan tidak
sebaliknya, merusak dan mem-buat kekacauan.
Ketika manusia tidak bisa hidup sendiri
dengan kodratnya sebagai mahluk sosial dan saling melengkapi satu dengan yang
lain, maka adalah hal yang sangat esensial dan segnifikan bila makna ayat-ayat
di atas dapat diaktualisasikan sebagai bentuk ahlak seluruh lapisan masyarakat.
Alangkah indahnya, jika “menepati janji” itu menjadi sebuah karakter kehidupan
sehari-hari.
Menepati dan memenuhi janji adalah bentuk
menteladani satu dari berbagai sifat-sifat Allah Swt dalam bentuk kehidupan
bermasyarakat. Allah Swt dalam berbagai ayat Al-Qur-an menegaskan bahwa Dia
(Allah) tidak akan pernah mengingkari janji-janji-Nya. Bila kita bisa selalu
menepati janji maka berarti kita sedikit telah bisa menginter-pretasikan salah
satu sifat Allah Swt. : Ya Tuhan kami, sesung-guhnya Engkau mengumpulkan
manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya.
Sesung-guhnya Allah tidak menyalahi janji. (Q.S. 3 Ali 'Imran 9)
Kita semua juga mengetahui bahwa menepati
janji adalah salah satu karakter yang wajib dimiliki para rasul. Mereka tidak
pernah berhianat atau berdusta dalam menyampaikan misi kerisalahan dari Tuhan.
Sungguh tidak bisa di baying-kan ketika
suatu masyarakat sudah tidak mengindahkan lagi pekerti menepati janji yang di
bawa dan diajarkan Rasulallah Saw.. Manusia akan selalu resah dan gelisah,
dipenuhi dengan kehawatiran serta buruk sangka dalam segala muamalah bersama orang
lain. Lebih ironis, apabila dengan terkikisnya akhlak mene-pati janji manusia
terpaksa harus disibukkan dengan kebutuhan diri sendiri. Dalam haditsnya yang
masyhur, Rasulallah Saw. telah menjelaskan tiga indikasi sese-orang dapat
dikatagorikan se-bagai orang munafik. Di antaranya adalah apabila berjanji maka
tidak menepati.
Kita sudah sering membaca dalam buku-buku
sejarah-sejarah kenabian bahwa kelompok-kelompok Yahudi pada zaman Rasulallah
Saw. diusir dari kampungnya karena mereka melanggar janji-janji antar
kelom-pok, kelompok Islam dan Yahudi, seandainya mereka tidak melang-garnya
niscaya mereka akan tetap mendapatkan kedamaian berdam-pingan hidup dengan umat
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar