Rabu, 19 Agustus 2015

perintah membaca dalam islam



Islam tentunya tidak hanya dapat difahami sebagai sebuah kumpulan ritualitas-ritualitas yang monolitik sebagaimana terangkum dalam 'Rukun Islam' yang lima. Tetapi Islam sesungguhnya adalah sebuah sistem hidup yang sangat fundamental dan holistik. Artinya, Islam tidak hanya berbicara mengenai 'ubudiyyah dalam konteks hubungan interpersonal dengan Allah (hablum minaallah) tetapi lebih dari itu Islam juga mengandung tuntunan hidup secara terperinci.
     Manusia yang dititahkan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini dengan diberi potensi akal, pada dasarnya di(ter)tuntut untuk berlom-ba-lomba mengembangkan potensi diri dan mengaktualisasikannya seca-ra nyata dalam kehidupan sosial. Oleh sebab itu, manusia akan dimintakan pertanggunjawaban atas semua usaha yang pernah dilakukannya kelak dihadapan Sang Khaliq. 
     Secara naluri dalam fitrahnya, manusia adalah makhluk yang memiliki couricity (rasa ingin tahu) yang sangat tinggi. Maka dari itu, semua manusia baik muda maupun tua, anak kecil maupun orang dewasa berusaha untuk mengetahui segala sesuatu yang belum diketahuinya. Maka tidak heran jika semua anak kecil tatkala melihat atau mendengar sesuatu yang asing baginya pasti mereka akan bertanya, baik kepada orang tua atau orang yang dekat dengannya. Hal demikian karena secara instingtif anak ingin menge-tahui segala sesuatu yang belum diketahuinya itu. Tetapi sebelum bertanya, tentunya mereka juga sudah meraba-raba apakah hal terse-but dan untuk memastikannya mere-ka lalu bertanya kepada orang lain. 
     Jadi, pada dasarnya memang semua manusia telah 'membaca' dalam arti luas namun belum terstruktur sebagai upaya untuk meng-himpun pengetahuan dan mengak-tualisasikannya secara nyata dalam kehidupan sosial. Lalu, bagaimana konsep Islam dalam mengajarkan kepada seluruh umatnya untuk 'membaca' dalam kaitan pengem-bangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia secara umumnya? 
      Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi saw. adalah Iqra' atau 'membaca', meskipun Beliau dalam kondisi Ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis). Mengapa Iqra'? secara etimologis Iqra' diambil dari akar kata qara'a yang berarti menghimpun, sehingga tidak selalu harus diartikan membaca sebuah teks yang tertulis dengan aksara tertentu'. Selain bermakna menghimpun, kata qara'a juga memiliki sekumpulan makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak. Allah swt. berfirman : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (Q.S. 96 Al 'Alaq : 1- 2)
     Kata Iqra' dalam surah al-'Alaq di atas oleh banyak ahli tafsir diartikan 'bacalah!', tetapi apa yang harus dibaca? dalam satu riwayat, Nabi saw. setelah mengalami kepayahan karena dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril a.s. beliau lantas bertanya: Ma aqra' ya jibril? namun pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh malaikat Jibril a.s., karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama membaca tersebut dilandasi bismirabbika (atas nama Allah), dalam arti bermanfaat untuk kemaslahatan sosial. Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga antara lain mampu memilih bahan-bahan bacaan yang tidak menghantarnya kepada hal-hal yang bertentangan dengan 'nama Allah' itu. 
     Jika begitu kata Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri baik yang tertulis maupun tidak. Alhasil, objek perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau. 
      Lalu, mengapa setelah kata “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, dilanjutkan dengan Dia telah menciptakan manu-sia dari segumpal darah.”  Dalam konteks ini Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah, lalu apa maknanya? Manusia diarahkan untuk meneliti, memahami, dan mendalami proses penciptaan dirinya. Dimana manusia diciptakan oleh Allah dari segumpal darah, sesuatu yang menjijikkan nan hina, lalu berkembang hingga berbentuk sem-purna dan diberikan kepadanya ruh. Namun ditegaskan ulang memang manusia memang harus membaca sebagai kunci utama untuk meng-himpun pengetahuan. Itulah ajaran Allah yang Maha Agung untuk meninggikan derajat manusia sebagai khalifahnya di muka bumi.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak dike-tahuinya. (Q.S. 96 Al 'Alaq: 3-5)
      Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekedar menunjukkan bahwa kecaka-pan membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-mengulangi bacaan, atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan dengan bismirabbika (atas nama Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca hal itu juga. Mengulang-ulang membaca al-Qur'an tentunya akan menimbulkan penaf-siran baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang membaca  alam raya, membuka tabir rahasianyadan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.
     Kenapa Iqra' pada ayat yang ketiga diulang dan digandengankan dengan warabbukal akram? 'warab-bukal akram' mengandung pengertian bahwa Dia (Allah) swt. dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hambanya yang membaca. 
      Lalu, pada ayat keempat dilanjutkan dengan kata-kata 'Dia (Allah) swt. Dzat yang mengajari dengan (peran-tara) qalam'. Objek iqra' yang sedemikian luas itu, memang seola-ola dapat menyempit apabila hanya dilihat dari rangkainnya perintah membaca dengan qalam. Namun harus diingat bahwa sekian pakar tafsir kontemporer memahami kata qalam sebagai segala macam alat tulis-menulis sampai kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih dan juga harus diingat bahwa qalam bukan satu-satunya alat atau cara untuk membaca atau memperoleh penge-tahuan. Hal ini tegas disebutkan dalam ayat selanjutnya bahwa Allah memiliki kuasa untuk memberikan pengetahuan kepada manusia apa yang tidak ia ketahui, baik lewat wahyu, ilham, karamah, intuisi dan lain sebaginya.
      Dalam tiga ayat di atas, terlihat betapa al-Qur'an sejak dini telah memadukan usaha dan pertolongan Allah, akal dan budi, pikir dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri. Dan al-Qur'an sebagai sebuah kitab terpadu, tentunya menghadapi dan memperlakukan peserta didiknya dengan memper-hatikan keseluruhan unsur manu-siawi, jiwa, akal, dan jasmaninya.
      Demikianlah, perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga bagi perkembangan kebuda-yaan dan peradaban umat manusia. Karena, membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sem-purna, sebagaimanajanji Allah swt. Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Menge-tahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. 58 Al Mujaadilah 11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar