Sejak zaman dulu praktek
tabarruk telah dikenal dan dipraktekkan oleh banyak orang. Demikian pula
1. KISAH NABI YUSUF DAN NABI YA’QUB
Allah
swt menjelaskan bahwa ketika Nabi Ya’qub as dalam keadaan buta, lalu dilemparkanlah ke wajahnya pakaian Nabi
Yusuf as, maka iapun melihat, sebagaimana Allah menceritakannya dalam
firman-Nya :
اِذْهَبُواْ بِقَمِيْصِيْ هٰذَا فَأَلْقُوْهُ عَلٰى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيْراً وَأْتُوْنِيْ بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِيْنَ
Pergilah kamu dengan membawa baju
gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah
ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya
kepadaku". (Q.S. 12 Yusuf 93)
فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيْرُ أَلْقَاهُ عَلٰى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيْراً قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّيْ أَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ
Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka
diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat
melihat. Berkata Ya’qub: "Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku
mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya". (Q.S. 12 Yusuf
96)
Ini merupakan
dalil Al-Qur’an, bahwa benda/pakaian orang-orang shaleh dapat menjadi perantara kesembuhan dengan idzin Allah tentunya,
kita bertanya mengapa Allah sebutkan ayat sedemikian jelasnya?, apa perlunya menyebutkan baju gamis Nabi Yusuf dengan
ucapannya: Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu
letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali. Itu semua agar kita memahami bahwa
Allah swt memuliakan benda-benda yang pernah bersentuhan dengan tubuh
hamba-hamba-Nya yang shaleh.
Imam Az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya menjelaskan
tentang hakekat baju Nabi Yusuf dengan mengatakan: “Dikatakan: itu adalah baju warisan yang di hasilkan oleh Yusuf dari
permohonan (do’a). Baju itu datang dari surga. Malaikat Jibril telah
diperintahkan untuk membawanya kepada Yusuf. Di baju itu tersimpan aroma
surgawi yang tidak ditaruh ke orang yang sedang mengidap penyakit kecuali akan
disembuhkan”. (Tafsir Al-Kasyaf jilid 2 halaman 503).
Tentu
sangat mudah bagi Allah swt. untuk mengembalikan penglihatan Nabi Ya’qub tanpa melalui proses pengambilan berkah
semacam itu. Namun harus kita ketahui hikmah
di balik itu. Terkadang Allah swt. menjadikan beberapa benda menjadi ‘sumber
berkah’ agar menjadi ‘sebab’ untuk mencapai ‘tujuan’ yang
dikehendaki-Nya. Selain karena Allah swt. juga menginginkan agar manusia
mengetahui bahwa terdapat benda-benda,
tempat-tempat, waktu-waktu dan pribadi-pribadi yang memiliki kesakralan karena mempunyai kedudukan khusus di mata Allah
swt, sehingga semua itu dapat menjadi ‘sarana’. Allah swt.
memberkati orang untuk mencapai kesembuhan dari penyakit, pengkabulan doa,
pensyafa’atan dalam pengampunan dosa, dan lain sebagainya.
2. KAUM BANI ISRA’IL BERTABARRUK DENGAN TABUT (PETI)
Allah swt telah mengisahkan
tentang pengambilan berkah Bani Israil
terhadap Tabut (peti) yang didalamnya tersimpan barang-barang sakral milik
kekasih Allah, Nabi Musa as. Allah swt berfirman:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ سَكِيْنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسٰى وَآلُ هَارُوْنَ تَحْمِلُهُ الْمَلآئِكَةُ إِنَّ فِي ذٰلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Dan Nabi
mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut
kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun;
tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu
orang yang beriman. (Q.S. 2 Al Baqarah 248)
Syekh Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya Mafahim Yajib An Tushahhah halaman
253, menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut :
وَخُلاَصَةُ الْقِصَّةِ أَنَّ هٰذَا التَّابُوْتَ كَانَ عِنْدَ
بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ وَكَانُوْ يَسْتَنْصِرُوْنَ بِهِ يَتَوَسَّلُوْنَ إِلَى
اللهِ تَعَالٰى بِمَا فِيْهِ مِنْ آثَارٍ. وَ هٰذَا هُوَ التَّبَرُّكُ بِعَيْنِهِ
الَّذِى نُرِيْدُهُ وَنَقْصِدُهُ. وَهٰذهِ
الْبَقِيَّةُ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسَى وهَارُوْنَ هِيَ عَصًا وَمُوْسٰى وَشَيْءٌ
مِنْ ثِيَابِهِ وَثِيَابِ هَارُوْنَ وَنَعْلاَهُ وَأَلْوَاحٌ مِنَ التَّوْرَاةِ
وَطَسْتٌ كَمَا ذَكَرَهُ الْمُفَسِّرُوْنَ وَالْمُؤَرِّخُوْنَ كَابْنِ كَثِيْرٍ
وَالْقُرْطُوْبِى وَالسُّيُوْطِى وَالطَّبَارِيْ فَارْجَعْ إِلَيْهِمْ. وَهُوَ
يَدُلُّ عَلىٰ مَعَانٍ كَثِيْرَةٍ. مِنْهَا التَّوَسُّلُ بِآثَارِ الصَّالِحِيْنَ
وَمِنْهَا الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا وَمِنْهَا التَّبَرُّكُ بِهَا. (مفاهيم يجب أن
تصحح 253)
“Kesimpulan
cerita dari ayat itu adalah bahwa peti itu adalah milik kaum Bani Isra’il.
Mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui peti itu. Mereka juga melakukan
tawassul kepada Allah swt, karena memang itu mempunyai pengaruh pada mereka.
Inilah hakikat mengharap berkah (tabarruk) seperti yang kami maksud. Dan maksud
dari sisi peninggalan keluarga Nabi Musa as, dan Nabi Harun as, adalah tongkat,
sebagian dari baju Nabi Musa as, baju Nabi Harun as, dua sandalnya, papan kitab
Taurat dan bak cuci tangan, sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli tafsir
dan ahli sejarah, seperti Ibn Katsir, Al-Qurthubi, Al-Suyuthi, Al-Thabari, maka silahkan merujuk kepada mereka.
Peristiwa ini mempunyai banyak makna. Di antaranya adalah kebolehan
melakukan tawassul dengan atsar orang-orang shaleh, keharusan melestarikan
peninggalan mereka dan kebolehan tabarruk (mengharap berkah) mereka”. (Mafahim Yajib An Tushahhah halaman 253).
Ibnu Katsir dalam tarikhnya
mengatakan : Berkenaan dengan tabut (peti) itu, Ibnu Jarir berkata: “Kaum
Thalut, jika membunuh seorang musuh, pada mereka terdapat tabut Al-Mitsaq (peti perjanjian) yang ada pada
Qubbat Al-Zaman (kubah zaman). Sebagaimana telah disebutkan, mereka ditolong dan mendapatkan kemenangan dalam
peperangan berkah peti itu dan dengan berkah apa yang dibuatkan Allah di
dalamnya, berupa sakinah (ketenangan) serta sisa-sisa peninggalan keluarga Nabi
Musa as, dan keluarga Nabi Harun as, (Tetapi) ketika kaum Thalut itu kalah
dalam sebagian peperangannya dengan Ghazza (sebuah kota di Palestina) dan
‘Askalan, pada gilirannya tabut itu diambil dari tangan mereka”.
Ibn
Katsir selanjutnya mengatakan bahwa mereka selalu menang atas musuh-musuhnya
dengan berkah tabut (peti) itu. Dalam peti itu terdapat baskom dari emas tempat mencuci dada (shudur) para Nabi
as, (Al-Bidayah wa Al-Nihayah juz 2 halaman 8)
Ibn Katsir dalam tafsirnya
mengatakan: Pada peti itu terdapat tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua batu tulis dari
Taurat, dan pakaian Nabi Harun. Di antara mereka pun ada yang mengatakan, (pada
tabut itu terdapat) tongkat dan dua sandal. (Tafsir Ibn Katsir juz 1
halaman 313).
Imam Al-Qurthubi mengatakan
dalam tafsirnya: Berkenaan dengan tabut itu disebutkan bahwa tabut itu diturunkan oleh Allah swt kepada
Nabi Adam as. Tabut itu ada pada beliau sampai akhirnya berpindah kepada Nabi
Ya’qub as. Akhirnya tabut itu menjadi milik Bani Isra’il, mereka menggunakan
berkahnya untuk mengalahkan musuh-musuh yang memeranginya. Ketika mereka
durhaka, mereka dikalahkan oleh Al-‘Amaliqah (kaum amalqah), merekapun
merebutnya dari Bani Isra’il.
(Tafsir Al-Qurthubi juz 3 halaman 247).
3. TABARRUK PARA
SAHABAT DARI BEKAS AIR WUDHU NABI SAW
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ
بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ
أَخْبَرَنِي الزُّهْرِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ عَنِ
الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ يُصَدِّقُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا حَدِيْثَ
صَاحِبِهِ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ .........
فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلٰى أَصْحَابِهِ فَقَالَ أَيْ
قَوْمِ وَاللهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى الْمُلُوْكِ وَوَفَدْتُ عَلىٰ قَيْصَرَ وَكِسْرٰى وَالنَّجَاشِيِّ وَاللهِ
إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا وَاللهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً
إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ
وَإِذَا أَمَرَهُمُ ابْتَدَرُوْا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوْا يَقْتَتِلُوْنَ
عَلىٰ وَضُوْئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوْا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّوْنَ
إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيْمًا لَهُ وَإِنَّهُ قَدْ عَرَضَ عَلَيْكُمْ خُطَّةَ
رُشْدٍ فَاقْبَلُوْهَا ......
Telah bercerita kepadaku 'Abdullah bin Muhammad telah
bercerita kepada kami 'Abdur Rozzaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar
berkata telah bercerita kepadaku Az-Zuhriy berkata telah bercerita kapadaku 'Urwah bin Az-Zubair dari Al-Miswar bin
Makhramah dan Marwan dimana setiap perawi saling membenarkan perkataan
perawi lainnya, keduanya berkata; Rasulullah saw keluar pada waktu perjanjian Hudaibiyah ……. Maka 'Urwah pun kembali kepada
sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Wahai kaum, demi Allah, sungguh
aku pernah menjadi utusan yang diutus mengahap raja-raja, juga Qaisar (raja
Romawi) dan Kisra (raja Parsia) juga kepada
raja An-Najasiy. Demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhammad
saw mengagungkan Muhammad. Sungguh tidaklah dia berdahak lalu mengenai telapak seorang dari mereka kecuali
dia akan membasuhkan dahak itu ke wajah dan kulitnya dan jika dia
memerintahkan mereka, maka mereka segera
berebut melaksnakannya dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka
saling membunuh karena memperebutkan sisa air wudhu nya itu dan jika dia
berbicara maka mereka merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama) dan tidaklah mereka mengarahkan pandangan
kepadanya karena sangat menghormatinya. Sungguh dia telah menawarkan kepada kalian satu tawaran yang
membawa kepada kebaikan, maka terimalah". …. (H.R. Bukhari no. 2731 dan 2732)
أَخْبَرَنَا هَنَّادُ
بْنُ السَّرِيِّ عَنْ مُلَازِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ بَدْرٍ عَنْ
قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ عَنْ أَبِيْهِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ خَرَجْنَا وَفْدًا إِلٰى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ
وَصَلَّيْنَا مَعَهُ وَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّ بِأَرْضِنَا بِيْعَةً لَنَا
فَاسْتَوْهَبْنَاهُ مِنْ فَضْلِ طَهُوْرِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ
وَتَمَضْمَضَ ثُمَّ صَبَّهُ فِي إِدَاوَةٍ وَأَمَرَنَا فَقَالَ اخْرُجُوْا فَإِذَا
أَتَيْتُمْ أَرْضَكُمْ فَاكْسِرُوْا بِيْعَتَكُمْ وَانْضَحُوْا مَكَانَهَا بِهٰذَا الْمَاءِ وَاتَّخِذُوْهَا مَسْجِدًا قُلْنَا إِنَّ الْبَلَدَ بَعِيْدٌ
وَالْحَرَّ شَدِيْدٌ وَالْمَاءَ يَنْشُفُ فَقَالَ مُدُّوْهُ مِنَ الْمَاءِ
فَإِنَّهُ لَايَزِيْدُهُ إِلَّاطِيْبًا فَخَرَجْنَا حَتّٰى قَدِمْنَا بَلَدَنَا
فَكَسَرْنَا بِيْعَتَنَا ثُمَّ نَضَحْنَا مَكَانَهَا وَاتَّخَذْنَاهَا مَسْجِدًا
فَنَادَيْنَا فِيْهِ بِالْأَذَانِ قَالَ وَالرَّاهِبُ
رَجُلٌ مِنْ طَيِّئٍ فَلَمَّا سَمِعَ الْأَذَانَ قَالَ دَعْوَةُ حَقٍّ ثُمَّ
اسْتَقْبَلَ تَلْعَةً مِنْ تِلَاعِنَا فَلَمْ نَرَهُ بَعْدُ
Telah mengabarkan kepada kami
Hunnad bin As-Sariy dari Mulazim dia berkata; telah menceritakan kepadaku
'Abdullah bin Badr dari Qais bin Thalaq dari bapaknya Thalaq bin 'Ali dia
berkata; "Kami datang kepada Rasulullah saw sebagai utusan, lalu kami
berbaiat kepadanya dan shalat bersamanya. Aku kabarkan kepada Rasulullah saw
bahwa di daerah kami ada tempat ibadah (kuil) milik kita, maka aku hendak
meminta sisa air wudhunya. Beliaupun meminta air lalu berwudhu dan berkumur,
kemudian menuangkan air ke dalam ember dan menyuruh kami untuk mengambilnya.
Beliau lalu bersabda, `Keluarlah (pulanglah) kalian. Bila telah sampai ke
negeri kalian, maka hancurkan kuil itu dan siramlah puing-puingnya dengan air ini, lalu jadikanlah sebagai masjid'. Kami berkata,
"Negeri kami jauh dan sangat panas sekali, sedangkan air ini akan
mengering'. Rasulullah saw bersabda. 'Perbanyaklah airnya. Air ini tidak akan menambah apa-apa kecuali kebaikan'.
Kamipun keluar hingga ke negeri kami, lalu kami menghancurkan kuil itu
dan menyiramkan air tersebut ke puing-puing bangunannya. Kemudian kami jadikan
sebagai masjid dan kami mengumandangkan
adzan." la berkata lagi, "Pendetanya adalah laki-laki dari
Thayyi'. Ketika mendengar adzan, ia berkata, `Ini dakwah yang hak'. Kemudian ia
pergi ke tempat yang tinggi yang ada di daerah kami, dan kami tidak pernah
melihatnya lagi setelah itu." (H.R. Nasa’i no. 700)
Tidak ragu lagi bahwa
dalam jiwa perutusan itu terdapat rahasia (semangat) yang amat kuat yang
mendorong mereka minta air bekas wudhu Rasulallah saw. Padahal kota Madinah tidak pernah
kekurangan air dan didaerah tempat tinggal orang itu sendiri banyak air.
Mengapa mereka mau bersusah payah membawa sedikit air dari Madinah ke daerahnya
yang menempuh jarak cukup jauh dan dalam keadaan terik matahari? Tidak lain
adalah bertabarruk pada Rasulallah saw dengan bekas air wudhu beliau.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمٰنِ بْنُ يُوْنُسَ قَالَ حَدَّثَنَا
حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ عَنِ الْجَعْدِ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ
يَزِيْدَ يَقُوْلُ ذَهَبَتْ بِي خَالَتِيْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ
يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ ابْنَ أُخْتِيْ وَجِعٌ فَمَسَحَ رَأْسِيْ وَدَعَا لِيْ
بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ تَوَضَّأَ فَشَرِبْتُ مِنْ وُضُوْئِهِ ثُمَّ قُمْتُ خَلْفَ
ظَهْرِهِ فَنَظَرْتُ إِلٰى
خَاتَمِ النُّبُوَّةِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ مِثْلَ زِرِّ الْحَجَلَةِ
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin
Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dari Al-Ja'd
berkata, aku mendengar As-Sa'ib bin Yazid berkata, "Bibiku pergi bersamaku
menemui Nabi saw, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya putra saudara perempuanku ini sedang sakit."
Maka Nabi saw mengusap kepalaku dan memohonkan keberkahan untukku.
Kemudian beliau berwudlu, maka aku pun minum dari sisa air wudlunya, kemudian
aku berdiri di belakangnya hingga aku melihat ada tanda kenabian sebesar telur
burung di pundaknya” (H.R. Bukhari
no. 190)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ
قَالَ حَدَّثَنِيْ عُمَرُ بْنُ أَبِيْ زَائِدَةَ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي
جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ
أَدَمٍ وَرَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ وَضُوْءَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يَبْتَدِرُوْنَ ذَاكَ
الْوَضُوْءَ فَمَنْ أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا تَمَسَّحَ بِهِ وَمَنْ لَمْ يُصِبْ
مِنْهُ شَيْئًا أَخَذَ مِنْ بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ar'arah
dia berkata; telah menceritakan kepadaku Umar bin Abu Za`idah dari 'Aun bin Abu
Juhaifah dari Ayahnya dia berkata; saya
menemui Nabi saw ketika beliau tengah berada di tenda besar yang terbuat
dari kulit, dan saya melihat Bilal tengah
mengambilkan tempat air wudhu Nabi saw sementara orang-orang
berlomba-lomba untuk mendapatkan bekas wudhu beliau, dan siapa yang mendapatkannya maka ia akan membasuhkannya namun
bagi yang tidak mendapatkannya, maka ia mengambil dari sisa air yang menetes
dari temannya”. (H.R. Bukhari no.
376)
Kalau kita cermati, perbuatan
para sahabat Nabi ini seakan-akan diluar nalar, betapa tidak, di Madinah waktu
itu tidak kekurangan air untuk diminum, kenapa mereka malah minum air bekas
wudhu Nabi, ini tidak lain hanyalah untuk mengambil berkah air yang telah menempel di kulit Nabi
saw.
4. TABARRUK PARA
SAHABAT DARI AIR DAN SISA MINUM NABI SAW
وَقَالَ
أَبُو مُوْسٰى
دَعَا النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فِيْهِ مَاءٌ ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ
وَوَجْهَهُ فِيْهِ، وَمَجَّ فِيْهِ ثُمَّ قَالَ لَهُمَا اشْرَبَا مِنْهُ ، وَأَفْرِغَا
عَلىٰ
وُجُوْهِكُمَا وَنُحُوْرِكُمَا
“Dari
Abi Musa, beliau berkata: “Rasulullah mengambil air pada sebuah tempat. Beliau membasuh kedua tangan dan wajahnya.
Dan memuntahkan air itu ke dalamnya.
Kemudian beliau bersabda pada keduanya : ‘Minumlah kalian berdua dari
(air) itu, dan sisakanlah untuk muka dan leher kalian berdua”. (H.R. Bukhari no. 188)
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari) menerangkan :
( وَمَجَّ فِيْهِ ) أَيْ : صَبَّ مَا
تَنَاوَلَهُ مِنَ الْمَاءِ فِي الْإِنَاءِ ، وَالْغَرَضَ بِذٰلِكَ إِيْجَادِ الْبَرَكَةِ بِرِيْقِهِ الْمُبَارَكِ
“(dan memuntahkan air itu ke dalamnya), yakni beliau
menumpahkan kembali air yang telah dipakainya itu ke dalam bejana. Adapun
maksud dari perbuatan ini adalah untuk keberkahan air tersebut, sebab air liur
beliau saw penuh berkah”. (Fathul
Baari, Syarah Shahih Bukhari juz 1 halaman 300)
حَدَّثَنَا
عَلِىُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ سَعْدٍ
قَالَ حَدَّثَنَا أَبِى عَنْ صَالِحٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِى مَحْمُوْدُ
بْنُ الرَّبِيْعِ قَالَ وَهُوَ الَّذِى مَجَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى وَجْهِهِ وَهُوَ غُلاَمٌ مِنْ بِئْرِهِمْ . وَقَالَ عُرْوَةُ
عَنِ الْمِسْوَرِ وَغَيْرِهِ يُصَدِّقُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ وَإِذَا
تَوَضَّأَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَادُوا
يَقْتَتِلُوْنَ عَلىٰ وَضُوْئِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah berkata,
telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin
Ibrahim bin Sa’di berkata, telah menceritakan kepada kami ayahku dari Shalih dari Ibnu Syihab, ia
berkata, telah mengabarkan kepadaku Muhammad
bin Rabi’ dan dialah orang yang disemprot mukanya oleh Rasulullah saw dengan
air dari mulutnya pada saat ia masih kanak-kanak, di mana air tersebut berasal
dari sumur milik mereka. Urwah berkata dari Al-Miswar dan lainnya, yang mana
setiap salah satu dari mereka membenarkan yang lainnya. Dan apabila Nabi saw
berwudhu, mereka hampir-hampir saling membunuh untuk merebutkan air sisa wudhu
beliau saw. (H.R. Bukhari no. 189)
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar
dalam kitabnya Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari) menerangkan
:
( كَانُوْا يَقْتَتِلُوْنَ
) كَذَا لِأَبِي ذَرٍّ وَلِلْبَاقِيْنَ كَادُوْا بِالدَّالِ وَهُوَ الصَّوَابُ لِأَنَّهُ
لَمْ يَقَعْ بَيْنَهُمْ قِتَالِ، وَإِنَّمَا حَكٰى ذٰلِكَ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدُ الثَّقَفِيِّ
لَمَّا رَجَعَ إِلٰى
قُرَيْشٍ لِيُعْلِمَهُمْ شِدَّةِ تَعْظِيْمٍ الصَّحَابَةِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُمْكِنُ أَنْ يَكُوْنَ
أَطْلَقَ الْقِتَالُ مُبَالَغَةِ .
كَانُوا يَقْتَتِلُوْنَ (mereka hampir saling membunuh). Demikian riwayat Abu
Dzar, sedangkan yang lainnya menyebutkan كَادُوْا (hempir-hampir mereka) dan inilah yang benar, karena tidak pernah terjadi
mereka saling membunuh denga sebab memperebutkan air wudhu saw. Hanya
saja keterangan seperti itu diriwayatkan oleh Urwah bin Mas’ud Al-Tsaqafi
ketika kembali menemui kaum Quraisy untuk memberitahukan kepada mereka kehebatan
para sahabat dalam mengagungkan Nabi saw. Adapun kemungkinan perkataan saling membunuh hanyalah
untuk memberi gambaran penyangatan.
(Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari juz 1 halaman 301)
حَدَّثَنَا أَبُوْ
عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَأَبُوْكُرَيْبٍ جَمِيْعًا عَنْ أَبِي أُسَامَةَ قَالَ
أَبُوْ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُوْ أُسَامَةَ حَدَّثَنَا بُرَيْدٌ عَنْ جَدِّهِ
أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوْسٰى قَالَ كُنْتُ عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ نَازِلٌ بِالْجِعْرَانَةِ .... ثُمَّ
دَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فِيْهِ مَاءٌ
فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيْهِ وَمَجَّ فِيْهِ ثُمَّ قَالَ اشْرَبَا مِنْهُ
وَأَفْرِغَا عَلىٰ وُجُوْهِكُمَا وَنُحُوْرِكُمَا وَأَبْشِرَا فَأَخَذَا الْقَدَحَ فَفَعَلَا
مَا أَمَرَهُمَا بِهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَادَتْهُمَا أُمُّ سَلَمَةَ مِنْ وَرَاءِ السِّتْرِ أَفْضِلَا لِأُمِّكُمَا
مِمَّا فِي إِنَائِكُمَا فَأَفْضَلَا لَهَا مِنْهُ طَائِفَةً
Telah
menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al-Asy'ari dan Abu Kuraib seluruhnya dari
Abu Usamah berkata; Abu 'Amir Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah; Telah
menceritakan kepada kami Buraid dari Kakeknya Abu Burdah dari Abu Musa dia
berkata; "Saya pernah berada di sisi Rasulullah saw ketika beliau tengah
singgah bersama Bilal di Ji'ranah, ….. Setelah itu Rasulullah saw meminta segelas
air. Lalu beliau basuh kedua tangan dan wajahnya dengan air tersebut.
Kemudian beliau meludah ke dalam air itu seraya berkata kepada Abu Musa dan Bilal: 'Minumlah air ini hai Aba Musa dan Bilal.
Setelah itu, tuangkanlah air tersebut
untuk membasuh wajah dan leher kalian. Kemudian sampaikanlah kabar
gembira tentang Islam kepada laki-laki itu.
Keduanya mengambil gelas tersebut dan segera melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Rasulullah kepada mereka. Tak lama kemudian, Ummu Salamah, istri
Rasulullah, memanggil Abu Musa dan Bilal dari balik tabir; 'Hai Bilal dan Abu
Musa, sisakanlah air tersebut untukku (ibu kalian)' Akhirnya mereka menyisakan
air tersebut untuk Ummu Salamah.
(H.R. Muslim no. 6561).
Jelaslah bagi kita, bahwa Rasulullah
saw menyuruh meminum air yang telah terkena
ludah beliau kepada sahabat beliau tidak
lain adalah agar sahabat beliau mendapat berkah dari air itu.
5. TABARRUK
PARA SAHABAT DENGAN KERINGAT, RAMBUT DAN KUKU NABI SAW
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
بْنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ
حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ ثُمَامَةَ عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ كَانَتْ تَبْسُطُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِطَعًا فَيَقِيْلُ عِنْدَهَا عَلىٰ ذٰلِكَ النِّطَعِ قَالَ فَإِذَا نَامَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَتْ مِنْ عَرَقِهِ وَشَعَرِهِ فَجَمَعَتْهُ فِي قَارُوْرَةٍ ثُمَّ
جَمَعَتْهُ فِي سُكٍّ قَالَ فَلَمَّا حَضَرَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ الْوَفَاةُ أَوْصٰى إِلَيَّ أَنْ يُجْعَلَ فِي حَنُوْطِهِ مِنْ ذٰلِكَ السُّكِّ قَالَ
فَجُعِلَ فِي حَنُوْطِهِ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'd
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al-Anshari dia berkata;
telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Tsumamah dari Anas bahwa Ummu Sulaim,
bahwa dia biasa membentangkan tikar dari kulit untuk Nabi saw, lalu beliau
istirahat siang di atas tikar tersebut, Anas melanjutkan;
"Apabila Nabi saw telah tidur, maka Ummu Sulaim mengambil keringat
dan rambutnya yang terjatuh dan meletakkannya di wadah kaca, setelah itu ia
mengumpulkannya di sukk (ramuan minyak wangi), Tsumamah berkata; 'Ketika Anas
bin Malik hendak meninggal dunia, maka dia berwasiat supaya ramuan tersebut
dicampurkan ke dalam hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit),
akhirnya ramuan tersebut diletakkan di hanuth (ramuan yang digunakan untuk
meminyaki mayyit)." (H.R.
Bukhari no. 6281)
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ
بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هَاشِمٌ يَعْنِي ابْنَ الْقَاسِمِ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ
ثَابِتٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِنْدَنَا فَعَرِقَ وَجَاءَتْ أُمِّيْ
بِقَارُوْرَةٍ فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيْهَا فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هٰذَا الَّذِي تَصْنَعِيْنَ قَالَتْ هٰذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ
فِي طِيْبِنَا وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيْبِ
Telah
menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami Hasyim
yaitu Ibnu Al-Qasim dari Sulaiman dari Tsabit dari Anas bin Malik dia berkata;
Nabi saw pernah berkunjung ke rumah kami. kemudian
beliau tidur sebentar (Qailulah) di rumah kami hingga berkeringat. Lalu
Ibu saya mengambil sebuah botol dan berupaya memasukkan keringat Rasulullah saw
itu ke dalam botol tersebut. Tiba-tiba Rasulullah terjaga sambil berkata kepada
ibu saya; 'Hai Ummu Sulaim, apa yang kamu
lakukan terhadap diriku? Ibu saya menjawab; 'Kami hanya mengambil
keringat engkau untuk kami jadikan wewangian kami.' keringat beliau merupakan
salah satu wewangian yang paling harum wanginya. (H.R. Muslim no. 6201)
وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ
بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا حُجَيْنُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ
وَهُوَ ابْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ بَيْتَ أُمِّ سُلَيْمٍ فَيَنَامُ عَلىٰ فِرَاشِهَا وَلَيْسَتْ
فِيْهِ قَالَ فَجَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَامَ عَلىٰ فِرَاشِهَا فَأُتِيَتْ
فَقِيْلَ لَهَا هٰذَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَامَ فِي بَيْتِكِ عَلىٰ فِرَاشِكِ قَالَ
فَجَاءَتْ وَقَدْ عَرِقَ وَاسْتَنْقَعَ عَرَقُهُ عَلىٰ قِطْعَةِ أَدِيْمٍ عَلىٰ الْفِرَاشِ فَفَتَحَتْ عَتِيْدَتَهَا فَجَعَلَتْ تُنَشِّفُ ذٰلِكَ الْعَرَقَ فَتَعْصِرُهُ فِي قَوَارِيْرِهَا فَفَزِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا تَصْنَعِيْنَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ
فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ نَرْجُوْ بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا قَالَ
أَصَبْتِ
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi'; Telah
menceritakan kepada kami Hujain
bin Al-Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz yaitu Ibnu Abu
Salamah dari Ishaq bin 'Abdillah bin Abu Thalhah
dari Anas bin Malik dia berkata; "Rasulullah saw pernah berkunjung
ke rumah Ummu Sulaim. Lalu beliau tidur di atas tempat tidur Ummu Sulaim,
ketika ia sedang tidak berada di rumah. Anas berkata; 'Pada suatu hari,
Rasulullah saw datang ke rumah kami dan tidur di atas tempat tidur Ummu Sulaim.
Kemudian Ummu Sulaim disuruh pulang dan diberitahu bahwasannya Nabi saw sedang
tidur di atas tempat tidurnya. Anas berkata; 'Ketika Ummu Sulaim tiba di rumah,
Nabi saw telah berkeringat, dan keringat beliau tergenang di tikar kulit di
atas tempat tidur.' Maka Ummu Sulaim segera
membuka tasnya dan segera mengusap keringat Rasulullah dengan sapu
tangan dan memerasnya ke dalam sebuah botol. Tiba-tiba Nabi saw terbangun dan
terkejut seraya berkata; 'Apa yang kamu lakukan hai Ummu Sulaim? Ummu Sulaim
menjawab; 'Ya Rasulullah, kami mengharapkan keberkahan keringat engkau untuk
anak-anak kami. Rasulullah saw bersabda:
"Kamu benar hai Ummu Sulaim" (H.R. Muslim no. 6202)
Dari hadits di atas, sangat jelas
bahwa Rasulullah saw tidak melarang sahabatnya (Ummu Sulaim) untuk mengambil
keringat beliau dan Ummu Sulaim mengharap keberkahan dari keringat tersebut, bahkan
Rasulullah membenarkan perbuatan Ummu
Sulaim, dan tidak ada perkataan Nabi sama sekali bahwa perbuatan itu
syirik, musyrik, terlarang.
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا
وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوْبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ أُمِّ
سُلَيْمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِيْهَا فَيَقِيْلُ عِنْدَهَا فَتَبْسُطُ لَهُ نِطْعًا فَيَقِيْلُ
عَلَيْهِ وَكَانَ كَثِيْرَ الْعَرَقِ فَكَانَتْ تَجْمَعُ عَرَقَهُ فَتَجْعَلُهُ
فِي الطِّيْبِ وَالْقَوَارِيْرِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هٰذَا قَالَتْ عَرَقُكَ
أَدُوْفُ بِهِ طِيْبِيْ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami 'Affan bin Muslim; Telah
menceritakan kepada kami Wuhaib; Telah menceritakan kepada kami Ayyub
dari Abu Qilabah dari Anas dari Ummu Sulaim
bahwa Nabi saw pernah mendatangi Ummu Sulaim,
dan tidur siang di rumahnya. Maka Ummu Sulaim menghamparkan karpet kulit
untuk beliau dan beliau pun tidur di atasnya. Ternyata beliau mengeluarkan keringat yang banyak. Akhirnya Ummu
Sulaim mengumpulkan keringat beliau dan memasukkannya ke dalam tempat
minyak wangi dan botol-botol. Lalu Nabi saw bertanya: 'Wahai Ummu Sulaim, Apa
ini? Dia menjawab; 'Ini adalah keringatmu
yang aku campur dengan minyak wangiku.' (H.R. Muslim no. 6203)
حَدَّثَنَا مَالِكُ
بْنُ إِسْمَاعِيْلَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيْلُ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ
بْنِ مَوْهَبٍ قَالَ أَرْسَلَنِيْ أَهْلِي إِلٰى أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ وَقَبَضَ إِسْرَائِيْلُ
ثَلَاثَ أَصَابِعَ مِنْ قُصَّةٍ فِيْهِ شَعَرٌ مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ إِذَا أَصَابَ الْإِنْسَانَ عَيْنٌ
أَوْ شَيْءٌ بَعَثَ إِلَيْهَا مِخْضَبَهُ فَاطَّلَعْتُ فِي الْجُلْجُلِ فَرَأَيْتُ
شَعَرَاتٍ حُمْرًا
Telah
menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Isra`il dari Utsman bin Abdullah bin
Mauhab berkata; "Keluargaku pernah menyuruhku menemui Ummu Salamah
isteri Nabi saw dengan membawa mangkuk berisi air, sementara Isra'il memegang
mangkuk tersebut menggunakan tiga jarinya yang didalamnya terdapat beberapa helai rambut Nabi saw, apabila ada
seseorang yang menderita sakit mata atau penyakit lainnya mengirim pesuruh kepadanya membawa wadah (makhdhabah), yang lazim
digunakan untuk mencelupkan sesuatu. (‘Utsman bin Abdullah berkata lebih
lanjut) : ‘Aku mencoba melihat apa yang berada didalam genta, ternyata kulihat
ada guntingan-guntingan rambut berwarna kemerah-merahan”. (H.R. Bukhari no. 5896)
Imam Al-‘Aini mengatakan, bahwa
keterangan mengenai soal diatas tersebut sebagai berikut: “Ummu Salamah
menyimpan sebagian dari guntingan rambut
Rasulallah saw., yang berwarna kemerah-merahan, ditaruh dalam sebuah
wadah seperti genta. Banyak orang diwaktu sakit bertabarruk pada rambut beliau
saw. dan mengharap kesembuhan dari keberkahan rambut tersebut. Mereka mengambil
sebagian dari rambut itu lalu dicelupkan ke
dalam wadah berisi air, kemudian mereka meminumnya. Tidak lama kemudian
penyakit mereka sembuh. Keluarga ‘Utsman mengambil sedikit air itu, ditaruh dalam
sebuah wadah dari perak. Mereka lalu
meminumnya dan ternyata penyakit yang mereka derita menjadi sembuh. Setelah itu mereka menyuruh
‘Ustman mencoba melihat dan ternyata dalam genta itu terdapat beberapa
guntingan rambut berwarna kemerah-merahan”. (‘Umdatul-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari jilid 17
hal. 79).
وَحَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ
وَأَبُوْ كُرَيْبٍ قَالُوْا أَخْبَرَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامٍ بِهٰذَا
الإِسْنَادِ أَمَّا أَبُوْ بَكْرٍ فَقَالَ فِى رِوَايَتِهِ لِلْحَلاَّقِ «هَا». وَأَشَارَ
بِيَدِهِ إِلَى الْجَانِبِ الأَيْمَنِ هَكَذَا فَقَسَمَ شَعَرَهُ بَيْنَ مَنْ يَلِيْهِ قَالَ ثُمَّ
أَشَارَ إِلَى الْحَلاَّقِ وَإِلَى الْجَانِبِ الْأَيْسَرِ فَحَلَقَهُ فَأَعْطَاهُ
أُمَّ سُلَيْمٍ. وَأَمَّا فِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ قَالَ فَبَدَأَ بِالشِّقِّ
الْأَيْمَنِ فَوَزَّعَهُ الشَّعَرَةَ وَالشَّعَرَتَيْنِ بَيْنَ النَّاسِ ثُمَّ قَالَ
بِالْأَيْسَرِ فَصَنَعَ بِهِ مِثْلَ ذٰلِكَ ثُمَّ قَالَ هَاهُنَا أَبُو طَلْحَةَ
. فَدَفَعَهُ إِلٰى أَبِى طَلْحَةَ.
Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu
Syaibah dan Ibnu Numair dan Abu Kuraib mereka berkata, telah mengabarkan kepada
kami Hafsh bin Ghiyats dari Hisyam dengan isnad ini. Adapun Abu Bakr, maka ia
berkata dalam riwayatnya; (Beliau bersabda kepada tukang cukur): "Haa (cukurlah rambutku)." Beliau sambil memberi
isyarat ke arah kepala bagian kanannya
seperti ini. Lalu beliau membagi-bagikan
rambutnya kepada mereka yang berada di dekat beliau. Setelah itu beliau
memberi isyarat kembali ke arah kepala bagian kiri, maka tukang cukur itu pun
mencukurnya, dan beliau pun memberikan rambut itu kepada Ummu Sulaim. Adapun
dalam riwayat Abu Kuraib ia menyebutkan; Tukang cukur itu pun memulainya dari
rambut sebelah kanan seraya membagikannya
kepada orang-orang, baru pindah ke sebelah kiri dan juga berbuat seperti
itu. kemudian beliau bertanya, "Mana Abu Thalhah?" maka beliau pun
memberikan rambut itu pada Abu Thalhah.
(H.R. Muslim 3213).
حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ
قَالَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ قَالَ قُلْتُ
لِعَبِيْدَةَ عِنْدَنَا مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَبْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنَسٍ أَوْ
مِنْ قِبَلِ أَهْلِ أَنَسٍ فَقَالَ لَأَنْ تَكُوْنَ
عِنْدِيْ شَعَرَةٌ مِنْهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il
berkata, telah menceritakan kepada kami Isra’il dari 'Ashim dari Ibnu Sirin
berkata, Aku berkata kepada Abidah, Kami memiliki rambut Nabi saw yang kami dapat dari Anas, atau keluarga Anas. Ia lalu
berkata, Sekiranya aku memiliki satu helai rambut Rasulullah, maka itu
lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya. (H.R. Bukhari no. 170)
Al-Imam Al-Hafizh
Ibnu Hajar memberi penjelasan mengenai hadits di atas dalam kitabnya Fathul
Baari (Syarah Shahih Bukhari), di antaranya beliau menerangkan :
وَفِيْهِ
التَّبَرُّكِ بِشَعْرِهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَوَازِ
إِقْتِنَائِهِ
Terdapat pula penjelasan kebolehan tabarruk (mencari
berkah) dengan rambut beliau saw dan
menyimpannya. (Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari juz 1 halaman 278)
قَالَ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبَانُ
هُوَ الْعَطَّارُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيٰى
يَعْنِي ابْنَ أَبِي كَثِيْرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
بْنِ زَيْدٍ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ شَهِدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلىٰ الْمَنْحَرِ وَرَجُلًا مِنْ قُرَيْشٍ
وَهُوَ يَقْسِمُ أَضَاحِيَّ فَلَمْ يُصِبْهُ مِنْهَا شَيْءٌ وَلَا صَاحِبَهُ
فَحَلَقَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ فِي ثَوْبِهِ فَأَعْطَاهُ فَقَسَمَ مِنْهُ عَلىٰ رِجَالٍ وَقَلَّمَ أَظْفَارَهُ
فَأَعْطَاهُ صَاحِبَهُ قَالَ فَإِنَّهُ لَعِنْدَنَا مَخْضُوْبٌ بِالْحِنَّاءِ
وَالْكَتَمِ يَعْنِي شَعْرَهُ
Ahmad bin Hanbal ra berkata; telah menceritakan kepada
kami Abdushshomad bin Abdul
Warits berkata; telah menceritakan kepada kami Aban Al 'Aththar, berkata; telah
menceritakan kepada kami Yahya yaitu Ibnu Abu Katsir, dari Abu Salamah dari
Muhammad bin Abdullah bin Zaid bahwa bapaknya menceritakannya, dia melihat
Rasulullah saw di atas tempat penyembelihan dan seorang laki-laki dari Quraisy
yang membagikan daging sembelihan sedangkan dia tidak mendapatkan bagian dari
daging sembelihan tersebut. Begitu juga sahabatnya, maka Rasulullah memangkas
rambutnya dengan mengenakan baju, lalu beliau memberikannya (rambut) kepada orang-orang
(sahabat) untuk dibagi. Kemudian beliau memotong kuku yang kemudian diberikan
kepada sahabatnya. Ia (Abdulah bin Zaid) berkata: ‘Kami dapati hal itu diwarnai
dengan pacar, yaitu; rambut beliau’ “.
(H.R. Ahmad no. 16921)
6. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN JUBAH DAN SARUNG NABI SAW
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيٰى أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَبْدِ اللهِ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ
وَكَانَ خَالَ وَلَدِ عَطَاءٍ قَالَ أَرْسَلَتْنِيْ أَسْمَاءُ إِلَى عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ ...... فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ
جُبَّةَ طَيَالِسَةٍ كِسْرَوَانِيَّةٍ لَهَا لِبْنَةُ دِيْبَاجٍ وَفَرْجَيْهَا
مَكْفُوْفَيْنِ بِالدِّيْبَاجِ فَقَالَتْ هٰذِهِ
كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتّٰى
قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُهَا
فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضٰى
يُسْتَشْفٰى بِهَا
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya; Telah
mengabarkan kepada kami Khalid bin 'Abdullah
dari 'Abdul Malik dari 'Abdullah (budak) dari Asma' binti Abu Bakr dan
dia juga adalah paman anaknya 'Atha, dia berkata; Asma' binti Abu Bakar pernah
menyuruh saya untuk menemui Abdullah bin Umar …. Tak lama kemudian ia memperlihatkan kepada saya sebuah jubah kekaisaran yang berwarna hijau
dan berkerah sutera, sedangkan kedua sisinya dijahit dengan sutera
seraya berkata; 'Hai Abdullah, ini adalah jubah Rasulullah.' Setelah itu, ia
meneruskan ucapannya; 'Jubah ini dahulu ada pada Aisyah hingga ia meninggal
dunia. Setelah ia meninggal dunia, maka aku pun mengambilnya. Dan dahulu Rasulullah saw sering mengenakannya. Lalu
kami pun . (H.R. Muslim no. 5530)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ
حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ
عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ بِبُرْدَةٍ
قَالَ سَهْلٌ هَلْ تَدْرِيْ مَا الْبُرْدَةُ قَالَ نَعَمْ هِيَ الشَّمْلَةُ
مَنْسُوْجٌ فِي حَاشِيَتِهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي نَسَجْتُ هٰذِهِ بِيَدِيْ أَكْسُوْكَهَا فَأَخَذَهَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا لَإِزَارُهُ فَجَسَّهَا
رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ اكْسُنِيْهَا قَالَ نَعَمْ
فَجَلَسَ مَا شَاءَ اللهِ فِي الْمَجْلِسِ ثُمَّ رَجَعَ فَطَوَاهَا ثُمَّ أَرْسَلَ
بِهَا إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ الْقَوْمُ مَا أَحْسَنْتَ سَأَلْتَهَا إِيَّاهُ
وَقَدْ عَرَفْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ سَائِلًا
فَقَالَ الرَّجُلُ وَ اللهِ مَا سَأَلْتُهَا إِلَّا لِتَكُوْنَ كَفَنِيْ يَوْمَ
أَمُوْتُ قَالَ سَهْلٌ فَكَانَتْ كَفَنَهُ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id
telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl
bin Sa'd dia berkata; Seorang wanita datang sambil membawa selimut bersulam
yang ada rendanya. Sahal berkata; Apa kamu tahu selimut apakah itu? Abu Hazm
menjawab: Ya, ia adalah mantel bertutup kepala yang ujungnya berenda. Wanita itu berkata; Wahai Rasulullah. Aku menenun
selimut ini dengan tanganku, aku membawanya untuk mengenakannya pada baginda.
Lalu Rasulullah saw mengambilnya karena memang membutuhkannya. Lalu beliau
keluar menemui kami ternyata selimut itu berupa
kain sarung, kemudian seseorang dari suatu kaum datang menemui beliau
dan berkata; Kenakanlah untukku wahai Rasulullah! Rasulullah saw bersabda: Ya. Kemudian beliau duduk di majlis sebagaimana
yang di kehendaki Allah, lalu pulang. Setelah itu beliau melipat kain tersebut
dan memberikannya pada orang itu. Orang-orang berkata pada orang itu; Demi
Allah, kau berlaku kurang ajar. Kamu telah memintanya dia saat beliau
memerlukannya, padahal kau tahu beliau tidak pernah menolak seorangpun peminta.
Orang itu berkata; Demi Allah, aku tidak memintanya melainkan untuk aku jadikan
sebagai kafanku pada saat aku meninggal (karena mengharapkan keberkahannya
ketika dipakai oleh Nabi saw). Sahal berkata; Maka selimut itu dijadikan
kafannya saat ia meninggal. (H.R.
Bukhari no. 5810)
7.
PARA SAHABAT DAN PARA TABI’IN
BERTABARRUK DENGAN BEKAS TEMPAT TELAPAK DAN BIBIR NABI SAW
حَدَّثَنَا أَبُوْ
سَعِيْدٍ مَوْلٰى بَنِيْ هَاشِمٍ حَدَّثَنَا ذَيَّالُ بْنُ عُبَيْدِ بْنِ حَنْظَلَةَ قَالَ
سَمِعْتُ حَنْظَلَةَ بْنَ حِذْيَمٍ جَدِّيْ أَنَّ جَدَّهُ حَنِيْفَةَ قَالَ
لِحِذْيَمٍ اجْمَعْ لِيْ بَنِيَّ .... قَالَ حَنْظَلَةُ فَدَنَا بِيْ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لِيْ بَنِيْنَ ذَوِيْ لِحًى
وَدُوْنَ ذٰلِكَ وَإِنَّ ذَا أَصْغَرُهُمْ فَادْعُ اللهَ لَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَقَالَ
بَارَكَ اللهُ فِيْكَ أَوْ بُوْرِكَ فِيْهِ قَالَ ذَيَّالٌ فَلَقَدْ رَأَيْتُ
حَنْظَلَةَ يُؤْتَى بِالْإِنْسَانِ الْوَارِمِ وَجْهُهُ أَوِ الْبَهِيْمَةِ
الْوَارِمَةِ الضَّرْعُ فَيَتْفُلُ عَلىٰ يَدَيْهِ وَيَقُولُ
بِسْمِ اللهِ وَيَضَعُ يَدَهُ عَلىٰ رَأْسِهِ وَيَقُوْلُ عَلىٰ مَوْضِعِ كَفِّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَمْسَحُهُ عَلَيْهِ وَقَالَ ذَيَّالٌ فَيَذْهَبُ الْوَرَمُ
Telah menceritakan kepada kami
Abu Sa'id bekas budak bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Dzayyal bin
Ubaid bin Handzalah ia berkata; saya
mendengar Hadzalah bin Hidzyam kakekku, bahwa kakeknya yaitu Hanifah
berkata kepada Hidzyam; "Kumpulkan kepadaku anak-anakku, …… Handzalah
berkata; "Lalu aku mendekati Rasulullah saw dan mengadu; "Sungguh aku punya banyak anak yang sudah dewasa dan
selainnya dan mereka juga punya anak-anak mereka, maka berdoalah pada Allah
untuknya!." Maka beliau mengusap kepalanya dan bersabda: "Barakallah
fiik au burika fiihi (semoga Allah memberi keberkahan padamu atau diberkai
padanya." Dzayyal berkata; "Aku telah melihat Handzalah didatangkan seseorang yang wajahnya bengkak atau binatang
yang susunya bengkak, lalu ia meludahi kedua tangannya dan berkata;
"Bismillah (dengan menyebut nama Allah) dan meletakkan tangannya di atas
kepala orang atau binatang yang bengkak, dan mengucapkan sambil meletakkan
tangannya persis di tempat tangan Rasulullah saw dahulu meletakkan, lalu beliau
mengusapnya. Dzayyal berkata; "Maka bengkaknya pun sembuh."
(H.R. Ahmad no. 21207).
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَلٰى
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيْمِ
الْجَزَرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ ابْنَةِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلىٰ أُمِّ سُلَيْمٍ وَفِي
الْبَيْتِ قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَشَرِبَ مِنْ فِيْهَا وَهُوَ قَائِمٌ قَالَ
فَقَطَعَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ فَمَ الْقِرْبَةِ فَهُوَ عِنْدَنَا
Telah menceritakan kepada kami Waki', telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdul Karim Al-Jazari berkata; telah
mengabarkan kepadaku Ibnu Ibnati Anas bin Malik (keponakan Anas) dari Anas bin
Malik berkata; "Bahwasanya Nabi saw masuk ke rumah Ummu Sulaim, lalu di
dalam rumah beliau mendapatkan Qirbah (tempat air dari kulit) yang menggantung, maka beliau pun meminum dari
mulut Qirbah dengan posisi berdiri." Anas berkata;
"Kemudian Ummu Sulaim memotong mulut Qirbah dan sekarang masih ada
padaku." (H.R. Ahmad no. 12517)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ جَدَّةٍ لَهُ يُقَالُ
لَهَا كَبْشَةُ الْأَنْصَارِيَّةُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَشَرِبَ مِنْهَا
وَهُوَ قَائِمٌ فَقَطَعَتْ فَمَ الْقِرْبَةِ تَبْتَغِيْ بَرَكَةَ مَوْضِعِ فِي رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shabah
telah memberitakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Yazid bin Yazid bin
Jabir dari Abdurrahman bin Abu 'Amrah dari neneknya yang bernama Kabsyah Al-Anshariyah, bahwa Rasulullah saw pernah
masuk menemuinya, beliau mendapatkan Qirbah (tempat air dari kulit) yang
menggantung, maka beliau pun meminum dari mulut Qirbah dengan posisi
berdiri." Kabsyah lalu memotong mulut qirbah itu guna mengharap berkah
dari bekas mulut Rasulullah saw." (H.R. Ibnu Majah 3549)
حَدَّثَنِي
زَكَرِيَّاءُ بْنُ يَحْيٰى عَنْ أَبِي أُسَامَةَ
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَسْمَاءَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا حَمَلَتْ بِعَبْدِ اللهِ بْنِ
الزُّبَيْرِ قَالَتْ فَخَرَجْتُ وَأَنَا مُتِمٌّ فَأَتَيْتُ الْمَدِيْنَةَ
فَنَزَلْتُ بِقُبَاءٍ فَوَلَدْتُهُ بِقُبَاءٍ ثُمَّ أَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعْتُهُ فِي حَجْرِهِ ثُمَّ دَعَا
بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا ثُمَّ تَفَلَ فِيْهِ فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ
جَوْفَهُ رِيْقُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثُمَّ حَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ ثُمَّ دَعَا لَهُ وَبَرَّكَ عَلَيْهِ
وَكَانَ أَوَّلَ مَوْلُوْدٍ وُلِدَ فِي الْإِسْلَامِ تَابَعَهُ خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُسْهِرٍ عَنْ
هِشَامٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَسْمَاءَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا
أَنَّهَا هَاجَرَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ حُبْلٰى
Telah menceritakan kepadaku
Zakaria bin Yahya dari Abu Usamah dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari
Asma' rdh, bahwa Asma' sedang mengandung 'Abdullah bin Az-Zubair. Dia berkata;
"Aku keluar (menuju) dengan usia kandungan yang sudah sempurna lalu aku
tiba di Madinah. Aku singgah di Quba' lalu melahirkan disana. Kemudian aku
membawa bayiku ke hadapan Nabi saw, aku
letakkan di buaiannya. Kemudian beliau meminta sebutir kurma
dan mengunyahnya kemudian meludahkannya ke mulut bayiku. sehingga yang pertama
kali masuk ke rongga mulutnya adalah air ludah Rasulullah saw. Kemudian beliau
mentahniknya dengan kurma (memasukkan kunyahan kurma ke bagian depan
tenggorokan sebelah atas) lalu mendo'akannya
dan memberkahinya. Dialah anak
yang pertama kali lahir dalam Islam." Hadits ini di perkuat oleh
Khalid bin Makhlad dari 'Ali bin Mushir dari Hisyam dari bapaknya dari Asma'
rdh, bahwa dia berhijrah kepada Nabi saw dalam keadaan mengandung.
(H.R. Bukhari no. 3909)
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنْكَسَرَ
فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ قَالَ عَاصِمٌ رَأَيْتُ
الْقَدَحَ وَشَرِبْتُ فِيْهِ
Telah bercerita kepada kami 'Abdan dari Abu Hamzah
dari 'Ashim dari Ibnu Sirin dari Anas bin Malik ra berkata; "Gelas milik
Nabi saw pecah lalu beliau mengumpulkan dan mengikatnya dengan rantai terbuat
dari perak". 'Ashim berkata; "Aku melihat gelas tersebut lalu
kupergunakan untuk minum".
(H.R. Bukhari no. 3109)
حَدَّثَنَا سَعِيْدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُوْ غَسَّانَ قَالَ
حَدَّثَنِي أَبُوْ حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ ذُكِرَ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَأَةٌ مِنَ الْعَرَبِ ...... جَلَسَ فِي
سَقِيْفَةِ بَنِيْ سَاعِدَةَ هُوَ وَأَصْحَابُهُ ثُمَّ قَالَ اسْقِنَا يَا سَهْلُ
فَخَرَجْتُ لَهُمْ بِهٰذَا الْقَدَحِ
فَأَسْقَيْتُهُمْ فِيْهِ فَأَخْرَجَ لَنَا سَهْلٌ ذٰلِكَ الْقَدَحَ فَشَرِبْنَا
مِنْهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَوْهَبَهُ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ بَعْدَ ذٰلِكَ فَوَهَبَهُ لَهُ
Telah
menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Maryam telah menceritakan
kepada kami Abu Ghassan dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abu Hazim dari
Sahl bin Sa'd ra dia berkata; "Ketika dituturkan kepada Rasulullah saw tentang cerita seorang wanita Arab,
… Lalu Nabi saw kembali dan duduk di bangsal Bani Sa'idah bersama dengan
para sahabatnya. Kemudian beliau bersabda: "Tuangkanlah kepada kami
minuman wahai Sahal." Lalu saya
mengeluarkan mangkuk ini untuk mereka dan memberikan minuman kepada
mereka dengan menggunakan mangkuk tersebut." Setelah itu Sahal
mengeluarkan mangkuk tersebut untuk kami dan kami pun meminum air
darinya." Abu Hazim berkata; "Selang beberapa tahun kemudian, Umar
bin Abdul Aziz meminta mangkuk itu, maka mangkuk tersebut di berikan
kepadanya." (H.R. Bukhari no. 5637)
8.
PARA SAHABAT MENDAPAT BERKAH DARI LUDAH
NABI SAW
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ اللهِ بْنَ أُبَيٍّ بَعْدَ مَا
أُدْخِلَ حُفْرَتَهُ فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ فَوَضَعَهُ عَلىٰ رُكْبَتَيْهِ وَنَفَثَ عَلَيْهِ مِنْ رِيْقِهِ وَأَلْبَسَهُ قَمِيْصَهُ
فَااللهُ أَعْلَمُ وَكَانَ كَسَا عَبَّاسًا قَمِيْصًا قَالَ سُفْيَانُ وَقَالَ
أَبُوْ هَارُوْنَ يَحْيٰى وَكَانَ عَلىٰ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَمِيْصَانِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبْدِ اللهِ يَا رَسُولَ اللهِ أَلْبِسْ
أَبِي قَمِيْصَكَ الَّذِي يَلِيْ جِلْدَكَ قَالَ سُفْيَانُ فَيُرَوْنَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْبَسَ عَبْدَ اللهِ قَمِيْصَهُ
مُكَافَأَةً لِمَا صَنَعَ
Telah menceritakan
kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, 'Amru; Aku mendengar Jabir bin 'Abdullah ra
berkata, Rasulullah saw mendatangi 'Abdullah
bin Ubay setelah dimasukkan kedalam kuburnya, lalu beliau memerintahkan
untuk mengeluarkannya. Maka jenazahnya
dikeluarkan dan diletakkan di kedua lutut beliau kemudian
beliau meludahi dengan air ludah beliau dan memakaikan baju gamis (qamis) beliau. Dan Allah yang lebih mengetahui. Sebelumnya beliau pernah memakaikan (memberi) baju kepada 'Abbas. Berkata,
Sufyan dan berkata, Abu Harun Yahya:
"Bahwa Rasulullah saw memiliki dua gamis". Maka putra 'Abdullah bertanya kepada beliau: "Wahai
Rasulullah, pakaikanlah bapakku dengan gamis anda yang telah mengenai
kulit anda". Sufyan berkata:
"Mereka memandang Nabi saw memakaikan baju beliau kepada 'Abdullah sebagai hadiah yang sama seperti yang
beliau lakukan (terhadap 'Abbas) ". (H.R. Bukhari no.1350)
حَدَّثَنِيْ عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا
أَبُوْ عَاصِمٍ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ أَخْبَرَنَا سَعِيْدُ
بْنُ مِيْنَاءَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا حُفِرَ الْخَنْدَقُ رَأَيْتُ
بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمَصًا شَدِيْدًا فَانْكَفَأْتُ إِلَى
امْرَأَتِيْ فَقُلْتُ هَلْ عِنْدَكِ شَيْءٌ فَإِنِّيْ رَأَيْتُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمَصًا شَدِيْدًا فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ
جِرَابًا فِيْهِ صَاعٌ مِنْ شَعِيْرٍ وَلَنَا بُهَيْمَةٌ دَاجِنٌ فَذَبَحْتُهَا
وَطَحَنَتِ الشَّعِيْرَ فَفَرَغَتْ إِلٰى فَرَاغِيْ
وَقَطَّعْتُهَا فِي بُرْمَتِهَا ثُمَّ وَلَّيْتُ إِلٰى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَا تَفْضَحْنِي بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِمَنْ مَعَهُ فَجِئْتُهُ فَسَارَرْتُهُ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ ذَبَحْنَا بُهَيْمَةً لَنَا وَطَحَنَّا صَاعًا مِنْ
شَعِيْرٍ كَانَ عِنْدَنَا فَتَعَالَ أَنْتَ وَنَفَرٌ مَعَكَ فَصَاحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أَهْلَ الْخَنْدَقِ إِنَّ
جَابِرًا قَدْ صَنَعَ سُورًا فَحَيَّ هَلًا بِهَلِّكُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْزِلُنَّ بُرْمَتَكُمْ وَلَا
تَخْبِزُنَّ عَجِيْنَكُمْ حَتّٰى أَجِيْءَ فَجِئْتُ
وَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْدُمُ النَّاسَ حَتّٰى جِئْتُ امْرَأَتِيْ
فَقَالَتْ بِكَ وَبِكَ فَقُلْتُ قَدْ فَعَلْتُ الَّذِي قُلْتِ فَأَخْرَجَتْ لَهُ
عَجِيْنًا فَبَصَقَ فِيْهِ وَبَارَكَ ثُمَّ عَمَدَ إِلٰى بُرْمَتِنَا فَبَصَقَ وَبَارَكَ ثُمَّ قَالَ ادْعُ خَابِزَةً
فَلْتَخْبِزْ مَعِيْ وَاقْدَحِيْ مِنْ بُرْمَتِكُمْ وَلَا تُنْزِلُوْهَا وَهُمْ
أَلْفٌ فَأُقْسِمُ بِاللهِ لَقَدْ أَكَلُوْا حَتّٰى تَرَكُوْهُ
وَانْحَرَفُوْا وَإِنَّ بُرْمَتَنَا لَتَغِطُّ كَمَا هِيَ وَإِنَّ عَجِيْنَنَا
لَيُخْبَزُ كَمَا هُوَ
Telah menceritakan
kepadaku 'Amru bin Ali telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim telah
mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abu Sufyan telah mengabarkan kepada kami
Sa'id bin Mina' dia berkata, aku mendengar
Jabir bin Abdullah ra berkata, "Tatkala penggalian parit pertahanan
Khandaq sedang dilaksanakan, aku melihat
Rasulullah saw dalam keadaan lapar. Karena itu aku kembali kepada
isteriku, menanyakan kepadanya, 'Apakah engkau mempunyai makanan? Aku melihat
Rasulullah saw sedang lapar.' Maka dikeluarkannya suatu karung, di dalamnya
terdapat satu sha' (segantang) gandum. Di samping itu kami mempunyai seekor anak kambing. Lalu aku sembelih kambing itu,
sementara isteriku membuat adonan tepung. Ketika aku selesai mengerjakan
pekerjaanku, aku lalu memotong-motong kecil daging kambing tersebut dan aku
masukkan ke dalam periuk. Setelah itu aku pergi menemui Rasulullah saw.
Isteriku berkata kepadaku, 'Janganlah kamu
mempermalukanku dihadapan Rasulullah saw dan para sahabat beliau.' Aku
langsung menemui beliau seraya berbisik kepadanya, 'Wahai Rasulullah! Aku
menyembelih seekor anak kambing milikku, dan isteriku telah membuat adonan
segantang gandum yang kami miliki. Karena itu sudilah kiranya anda datang
bersama-sama dengan beberapa orang sahabat.' Maka Rasulullah saw berteriak:
'Hai para penggali Khandaq! Jabir telah membuat hidangan untuk kalian semua.
Marilah kita makan bersama-sama!" Rasulullah saw lalu berkata kepada
Jabir: 'Jangan kamu menurunkan periukmu dan janganlah kamu memasak adonan
rotimu sebelum aku datang.' Lalu aku pulang. Tidak lama kemudian Rasulullah
datang mendahului para sahabat. Ketika aku temui isteriku, dia berkata,
'Bagaimana engkau ini! Bagaimana engkau ini!
Jawabku, 'Aku telah melakukan apa yang engkau pesankan kepadaku.' Maka
aku mengeluarkan adonan roti kami, kemudian nabi meludahi adonan itu
untuk memberi keberkahan. Setelah itu beliau menuju periuk (tempat memasak kambing), maka beliau meludahi
dan mendo'akan keberkahan kepadanya, sesudah itu beliau berkata kepada isteriku:
'Panggillah tukang roti untuk membantumu memasak. Nanti isikan gulai ke
mangkok langsung dari kuali dan sekali-kali jangan kamu menurunkan periukmu.
'Kala itu para sahabat semuanya berjumlah seribu orang. Demi Allah, semuanya
turut makan dan setelah itu mereka pergi. Tetapi periuk kami masih tetap penuh berisi seperti semula. Sedangkan
adonan masih seperti semula." (H.R. Bukhari no. 4102)
حَدَّثَنِي فَضْلُ بْنُ يَعْقُوْبَ حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَعْيَنَ أَبُو عَلِيٍّ الْحَرَّانِيُّ حَدَّثَنَا
زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُمْ كَانُوْا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ أَلْفًا وَأَرْبَعَ
مِائَةٍ أَوْ أَكْثَرَ فَنَزَلُوْا عَلىٰ بِئْرٍ فَنَزَحُوْهَا
فَأَتَوْا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى الْبِئْرَ وَقَعَدَ عَلىٰ شَفِيْرِهَا ثُمَّ
قَالَ ائْتُوْنِيْ بِدَلْوٍ مِنْ مَائِهَا
فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ فَدَعَا ثُمَّ قَالَ دَعُوْهَا سَاعَةً فَأَرْوَوْا
أَنْفُسَهُمْ وَرِكَابَهُمْ حَتَّى ارْتَحَلُوْا
Telah menceritakan
kepadaku Fadlal bin Ya'qub telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad
bin A'yun Abu 'Ali Al-Harrani telah menceritakan kepada kami Zuhair telah
menceritakan kepada kami Abu Ishaq ia
berkata; telah memberitakan kepada kami Al-Bara' bin 'Azib ra bahwa mereka pernah bersama Rasulullah saw pada
peristiwa Hudaibiyyah berjumlah seribu empat ratus orang atau lebih.
Kami lalu singgah dan mengambil airnya (hingga tak bersisa setetespun)".
Setelah orang-orang menemui Rasulullah saw,
beliau segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepinya, beliau
bersabda; "Bawakan aku bejana berisi air." Setelah bejana diberikan
kepada beliau, beliau meludahinya kemudian berdo'a. Selanjutnya beliau
bersabda: "Biarkanlah sejenak". Setelah itu mereka dapat memuaskan
diri mereka (meminumnya) begitu pula hewan-hewan tungangan mereka hingga mereka
berangkat." (H.R. Bukhari no.
4151)
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ
حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ قَالَ رَأَيْتُ أَثَرَ ضَرْبَةٍ فِي
سَاقِ سَلَمَةَ فَقُلْتُ يَا أَبَا مُسْلِمٍ مَا هٰذِهِ الضَّرْبَةُ فَقَالَ هٰذِهِ ضَرْبَةٌ أَصَابَتْنِيْ يَوْمَ خَيْبَرَ فَقَالَ النَّاسُ أُصِيْبَ
سَلَمَةُ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَفَثَ فِيْهِ ثَلَاثَ نَفَثَاتٍ فَمَا اشْتَكَيْتُهَا حَتَّى السَّاعَةِ
Telah
menceritakan kepada kami Al-Makki bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu 'Ubaid ia berkata;
"Aku pernah melihat bekas luka pukulan pedang pada kaki (bagian lutut)
Salamah. Aku lalu berkata kepadanya; "Wahai Abu Muslim, luka bekas pukulan
apakah ini?." Dia menjawab; "Ini luka bekas pukulan yang aku alami
pada perang Khaibar. Saat itu orang-orang berkata; "Salamah terluka" Maka
aku mendatangi Nabi saw, lalu beliau meludahi lukaku sebanyak tiga kali.
Setelah itu aku tidak merasakan sakit hingga sekarang." (H.R. Bukhari no. 4206)
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ أَبِي عُمَرَ
قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيْدٍ عَنْ عَمْرَةَ
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى الْإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ أَوْ كَانَتْ بِهِ
قَرْحَةٌ أَوْ جُرْحٌ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِصْبَعِهِ هَكَذَا وَوَضَعَ سُفْيَانُ سَبَّابَتَهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ
رَفَعَهَا بِاسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا لِيُشْفَى
بِهِ سَقِيْمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا قَالَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ يُشْفَى وَ
قَالَ زُهَيْرٌ لِيُشْفَى سَقِيْمُنَا
Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb serta Ibnu Abu 'Umar
dan lafazh ini miliknya Ibnu Abu 'Umar dia berkata; Telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari 'Abdu Rabbih bin Sa'id dari 'Amrah dari 'Aisyah bahwa apabila
seseorang mengadukan suatu penyakit yang dideritanya kepada Rasulullah saw,
seperti sakit kudis, atau luka, maka Nabi saw berucap sambil menggerakkan anak
jarinya seperti ini -Sufyan meletakkan telunjuknya ke tanah, kemudian mengangkatnya- Bismillahi turbatu ardhina
biriiqati ba'dhina liyusyfaa bihi saqiimuna bi idzni rabbina."
(Dengan nama Allah, dengan debu di bumi
kami, dan dengan ludah sebagian kami, semoga sembuhlah penyakit kami dengan izin Rabb kami). Ibnu Abu Syaibah berkata; ruqyah tersebut
berbunyi; Yusyfaa'. Dan Zuhair berkata; Doa ruqyah tersebut berbunyi; Liyusyfaa saqiimunaa.' (H.R. Muslim no. 5848. Bukhari No.
5745 dan 5746)
Dari hadits di atas
dapat kita lihat bahwa Nabi saw sendiri menjadikan ludah beliau sebagai
berkah, baik untuk menambah jumlah masakan, menyembuhkan
penyakit sahabatnya, bahkan untuk sahabatnya yang telah meninggalpun beliau meludahinya mungkin denga harapan semua dosanya diampuni
dan semua amal kebaikannya di terima oleh Allah swt. Lalu bagaimana dengan
pendapat orang-orang yang mengingkari kegiatan tabarruk, ikut siapakah dia.
Ikut Nabi saw dan salafus shaleh atau ikut lainnya?
9.
PARA SAHABAT BERTABARRUK DENGAN
TANAH KUBURAN DAN TUBUH NABI SAW
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْمَلِكُ بْنُ عَمْرٌو حَدَّثَنَا كَثِيْرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي
صَالِحٍ قَالَ أَقْبَلَ مَرْوَانُ يَوْمًا فَوَجَدَ رَجُلًا وَاضِعًا وَجْهَهُ
عَلَى الْقَبْرِ فَقَالَ أَتَدْرِيْ مَا تَصْنَعُ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ فَإِذَا
هُوَ أَبُو أَيُّوْبَ فَقَالَ نَعَمْ جِئْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ آتِ الْحَجَرَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لَا تَبْكُوْا عَلَى الدِّيْنِ
إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ وَلٰكِنِ ابْكُوْا عَلَيْهِ
إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ
Telah menceritakan kepada kami
Abdul Malik bin Amru telah menceritakan kepada kami Katsir bin
Zaid dari Daud bin Abu Shalih berkata; pada suatu hari Marwan mendapati seorang
laki-laki yang menempelkan wajahnya di atas kuburan, lalu dia berkata; apakah
engkau mengetahui apa yang sedang engkau lakukan? Lalu diapun mendatanginya
ternyata dia adalah Abu Ayyub lalu berkata; ya, saya mendatangi Rasulullah saw
dan bukan mendatangi batu. saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "janganlah kalian menangisi agama ini jika
dikendalikan oleh ahlinya akan tetapi
tangisilah agama ini jika diurus oleh yang bukan ahlinya (maksudnya adalah Marwan sendiri). (H.R. Ahmad no 24302, Hakim dalam Mustadrak no. 8717, Al-Dhahabi menshahihkannya, Thabrani dalam Mu’jam no. 3999 disahkan oleh Haithami dalam Al-Zawa'id), riwayat semacam itu bisa dirujuk didalam kitab-kitab: Ibnu Hibban dalam shahihnya, Sehingga tidak
ada seorang ahli hadits lain yang meragukannya.
Atas
dasar hadits di atas maka, As-Samhudi dalam kitab Wafa’ Al-Wafa’ jilid: 4
halaman: 1404 menyatakan bahwa; “jika sanad haditsnya dinyatakan baik (benar) maka menyentuh tembok
kuburan (makam) tidak bisa dinyatakan
makruh”. Nah, jika hukum makruh
saja tidak bisa ditetapkan apalagi hukum haram, sebagai perwujudan dari
perbuatan syirik, sebagaimana yang ‘dihayalkan’ oleh madzhab
Salafi (Wahabi).
Hadits di atas itu
jelas menunjukkan disamping ziarah kepada Rasulallah saw. juga pengambilan
berkah dari makam Rasulullah saw. Ziarah kubur dengan tujuan pengambilan berkah
semacam itu tidaklah mengapa, bukan tergolong syirik ataupun bid’ah sebagaimana
yang dianggap oleh kaum Wahabi. Bila tidak
demikian mengapa Abu Ayyub ra. tidak cukup memberi salam dan berdo’a
kepada Allah swt. tanpa di iringi dengan menempelkan wajahnya di atas pusara
Nabi saw.?
Dalam
konteks riwayat itu juga tidak jelas di sebutkan apa penyebab teguran Marwan terhadap Abu Ayyub. Ada banyak kemungkinan di sini. Yang jelas bukan karena syirik atau bid’ah, karena
kalau benar semacam itu niscaya Marwan akan tetap bersikeras melarang
perbuatan Abu Ayyub tersebut. Bila orang ingin menjalankan Amar makruf nahi
munkar tidak perduli siapa yang berbuat
(baik itu sahabat maupun bukan sahabat) harus dicegah perbuatan munkarnya. Lalu mengapa Marwan menghentikan
tegurannya ketika melihat bahwa yang
melakukannya adalah Abu Ayyub?
Adapun
teguran Marwan jelas tidak bisa disamakan dengan teguran para muthowwi’ (rohaniawan Wahhabi) di sekitar
tempat-tempat suci di Saudi
Arabia. Karena muthowwi' itu dengan jelas
langsung menvonis syirik, bukan karena rasa khawatir syirik, tidak lain karena
kesalahan mereka dalam memahami dan mempraktekkan kaidah Syadzudz Dzarai dan
dalam menentukan tolak ukur antara Tauhid dan syirik.
Jika apa yang
dilakukan Abu Ayyub Al-Anshari (seorang sahabat
besar Rasulullah) itu tergolong
perbuatan syirik (sebagaimana paham kaum
Wahabi) maka mungkinkah seorang sahabat besar semacam beliau melakukan
perbuatan syirik atau akan berbuat sesuatu yang berbau kekufuran atau kesyirikan? Sudah Tentu Tidak Mungkin! Beranikah golongan
pengingkar menyatakan bahwa Abu Ayyub
Al-Anshari pelaku syirik karena tergolong penyembah kubur (quburiyuun)?
Abu
Darda’ dalam sebuah riwayat menyebutkan: “Suatu saat, Bilal (Al-Habsyi)
bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Beliau bersabda kepada Bilal: ‘Wahai Bilal, ada apa gerangan dengan
ketidak perhatianmu (jafa’)? Apakah belum datang saatnya engkau
menziarahiku?’. Selepas itu, dengan
perasaan sedih, Bilal segera terbangun dari tidurnya dan bergegas mengendarai tunggangannya menuju ke Madinah. Bilal
mendatangi kubur Nabi sambil menangis lantas meletakkan wajahnya di atas
pusara Rasul. Selang beberapa lama, Hasan
dan Husein (cucu Rasulallah) datang. Bilal mendekap dan mencium keduanya”. (Tarikh Damsyiq jilid 7 halaman: 137;
Usud Al-Ghabah karya Ibnu Hajar jilid: 1 halaman 208; Tahdzibul Kamal jilid: 4
halaman 289, dan Siar A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi jilid: 1 Halaman 358)
Bilal menganggap
ungkapan Rasulallah saw. dalam mimpinya sebagai teguran dari beliau saw,
padahal secara dhohir beliau saw telah wafat. Jika tidak demikian, mengapa
sahabat Bilal datang jauh-jauh dari Syam
menuju Madinah untuk menziarahi Rasulallah saw.? Kalau Rasulullah
benar-benar telah wafat, sebagaimana anggapan golongan pengingkar (wahabi)
bahwa yang telah wafat itu sudah tiada, maka Bilal tidak perlu menghiraukan teguran Rasulullah saw itu. Apa yang
dilakukan sahabat Bilal juga bisa dijadikan dalil atas ketidak benaran paham
Wahabisme, pemahaman Ibnu Taimiyah dan Muhamad bin Abdul Wahhab, tentang pelarangan
bepergian untuk ziarah kubur sebagaimana yang mereka pahami tentang hadits
Syaddur Rihal.
Ibnu Hamlah
menyatakan: “Abdullah bin Umar meletakkan tangan kanannya di atas pusara
Rasul dan Bilal pun meletakkan pipinya di atas pusara itu”. (Lihat: Wafa’
Al-Wafa’ Jilid: 4 Halaman: 1405). Apa maksud Ibnu Umar dan Bilal meletakkan
tangan di pusara Rasulullah? Mengapa ulama madzhab Wahabi menvonnis syirik
kepada penziarah (jamaah haji) yang ingin mengusap teralis besi penutup pusara
Rasulallah saw. dan kedua sahabatnya (saidina Abu Bakar dan saidina Umar)?
Apakah mereka ini juga menganggap semua hadits yang telah dikemukakan itu
dho’if, palsu, maudhu’ dan lain sebagainya, karena berlawanan dengan pahamnya?
Diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib kw. bahwa: “Sewaktu Rasulullah dikebumikan, Fatimah (puteri Rasulullah saw)
bersimpuh disisi kuburan Rasulullah dan mengambil sedikit tanah makam
Rasulullah kemudian diletakkan dimukanya dan sambil menangis ia pun membaca
beberapa bait syair….”. (Al-Fatawa
Al-Fiqhiyah karya Ibnu Hajar jilid 2 halaman18, As-Sirah An-Nabawiyah jilid 2 halaman 340, Irsyad As-Sari jilid 3
halaman 352 dan sebagainya)
Jika apa yang
dilakukan Siti Fatimah tersebut adalah Syirik atau bid’ah maka mengapa ia melakukannya? Apakah dia tidak pernah mengetahui
apa yang telah diajarkan oleh ayahnya (Rasulullah)? Apakah mungkin khalifah Ali
bin Abi Thalib membiarkan istrinya terjerumus ke dalam kesyirikan dan bid’ah
yang dilarang oleh beliau saw. (versi Wahabisme)? Bukankah keduanya adalah
keluarga dan sahabat Rasulullah yang tergolong Salaf Shaleh, yang konon akan
diikuti oleh kelompok Wahabi?
Seorang
Tabi’in bernama Ibnu Al-Munkadir pun pernah melakukannya (bertabarruk
kepada kuburan Rasulullah). Suatu ketika, di saat beliau duduk bersama
para sahabatnya, seketika lidahnya kelu dan tidak dapat berbicara. Beliau
langsung bangkit dan menuju pusara Rasulullah dan meletakkan dagunya di atas pusara Rasulullah kemudian kembali. Melihat
hal itu, seseorang mempertanyakan
perbuatannya. Beliau menjawab: ‘Setiap saat aku mendapat kesulitan, aku selalu mendatangi kuburan Nabi’ (Lihat: Wafa’ Al-Wafa’ Jilid: 2 Halaman: 444)
Masihkah
golongan pengingkar (wahabi) yang mengatas namakan diri sebagai
pengikut dan penghidup ajaran Salaf Shaleh itu hendak menuduh kaum muslimin
yang bertabarruk terhadap peninggalan Nabi sebagai pelaku syirik dan
bid’ah? Kalaulah secara esensial pengambilan berkah dari kuburan adalah syirik
maka setiap pelakunya harus diberi titel
musyrik, tidak peduli sahabat Rasulullah atau pun orang awam biasa.
Beranikah golongan ini menjuluki mereka sebagai “para penyembah kubur” (Kuburiyuun)?,
sebagai mana istilah ini sering diberikan kepada kaum muslimin yang suka
mengambil berkah dari kuburan Nabi dan para manusia kekasih Allah (Waliyullah)
lainnya?
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ قَالَ أَخْبَرَنِي مَعْمَرٌ وَيُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ
قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُوْ سَلَمَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا
زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَخْبَرَتْهُ قَالَتْ أَقْبَلَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ
عَلىٰ فَرَسِهِ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ حَتّٰى نَزَلَ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَلَمْ
يُكَلِّمِ النَّاسَ حَتّٰى
دَخَلَ عَلىٰ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا
فَتَيَمَّمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُسَجًّى بِبُرْدِ حِبَرَةٍ فَكَشَفَ عَنْ
وَجْهِهِ ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ ثُمَّ بَكٰى
فَقَالَ بِأَبِيْ أَنْتَ يَا نَبِيَّ اللهِ لَا يَجْمَعُ اللهُ عَلَيْكَ
مَوْتَتَيْنِ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا .....
Telah menceritakan kepada kami
Bisyir bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata, telah
mengabarkan kepada saya Ma'mar dan Yunus dari Az-Zuhriy berkata, telah
mengabarkan kepada saya Abu Salamah bahwa 'Aisyah rdh isteri Nabi saw
mengabarkan kepadanya, katanya; Abu Bakar ra
menunggang kudanya dari suatu tempat bernama Sunih hingga sampai dan masuk ke dalam masjid dan dia tidak berbicara
dengan orang-orang, hingga menemui 'Aisyah rdh lalu dia mengusap Nabi saw yang
sudah ditutupi (jasadnya) dengan kain terbuat dari katun. Kemudian dia membuka
tutup wajah beliau lalu Abu Bakar memeluk dan mencium beliau. Kemudian Abu
Bakar menangis seraya berkata: "Demi bapak dan ibuku, wahai Nabi Allah,
Allah tidak akan menjadikan kematian dua kali
kepadamu. Adapun kematian pertama yang telah ditetapkan buatmu itu sudah
terjadi". ….. (H.R. Bukhari no.
1241)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
جَرِيْرُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيْدِ حَدَّثَنَا حُصَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ
عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُوْنٍ الْأَوْدِيِّ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ اذْهَبْ إِلَى أُمِّ
الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
فَقُلْ يَقْرَأُ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ عَلَيْكِ السَّلَامَ ثُمَّ سَلْهَا أَنْ أُدْفَنَ مَعَ صَاحِبَيَّ
قَالَتْ كُنْتُ أُرِيْدُهُ لِنَفْسِيْ فَلَأُوْثِرَنَّهُ الْيَوْمَ عَلىٰ
نَفْسِيِّ فَلَمَّا أَقْبَلَ قَالَ لَهُ مَا لَدَيْكَ قَالَ أَذِنَتْ لَكَ يَا
أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ قَالَ مَا كَانَ شَيْءٌ أَهَمَّ إِلَيَّ مِنْ ذٰلِكَ
الْمَضْجَعِ
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir bin
'Abdul Hamid telah menceritakan kepada kami Hushain bin 'Abdurrahman dari 'Amru
bin Maimun Al-Audiy berkata,: "Aku melihat 'Umar bin Al-Khaththab ra
berkata,: "Wahai 'Abdullah bin Umar temuilah Ummul Mu'minin 'Aisyah rdh lalu sampaikan bahwa 'Umar bin Al-Khaththab
menyampaikan salam kepadamu, kemudian mintalah agar aku dikubur bersama kedua temanku. 'Aisyah berkata; "Aku
dulu menginginkan tempat itu untukku, namun sekarang aku lebih
mengutamakannya dari pada diriku. Ketika ia pulang, Umar berkata, kepadanya:
"Jawaban apa yang kamu bawa?". Ia menjawab; "Engkau telah
mendapat izin wahai Amirul Mu'minin, lalu ia berkata,: "Tidak ada sesuatu
yang lebih aku cintai dari pada tempat berbaring itu, (H.R. Bukhari no.1392 )
Tampaknya kalau
mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para
sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abu Bakar sudah dikatakan
musyrik karena menangisi, mencium dan memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara
pada jenazah beliau saw. Tentunya Umar bin Khaththab sudah dikatakan musyrik
karena di sakratul maut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw.
Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya
Tuhan sesembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum
nasrani yang berebutan air pastor Nah, kita boleh menimbang diri kita, apakah
kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dengan generasi sempalan, kaum
pengingkar.
Kita jangan alergi dengan kalimat syirik,
syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan lain selain Allah,
atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada Tuhan yang sama dengan
Allah swt. Inilah makna syirik sebenarnya.
Apa pendapat ustadz tentang riwayat tabarruk dengan air kencing nabi saw ?
BalasHapusApa boleh bertabrruk kepada selain nabi saw?
Apa ada riwayat seseorang bertabarruk kepada 4 sahabat nabi saw khulafaur rasyidin dan kepada istri2 nabi saw?
Apa pendapat ustadz,ibu dari Indonesia yang menggunting kain ka'bah dan membawa batu2 kerikil yang diambil dari tempat lempar jumroh untuk niat tabarruk penyembuhan penyakit?Atau mengambil tanah di kuburan Baqi' untuk penyembuhan?Syukron
BalasHapusPerlu ada rambu2/penjelasan yang jelas agar tabarruk tidak bebas yang membawa kesyirikan.
BalasHapus