Kamis, 13 Agustus 2015

Dalil-dalil tabarruk



DALIL-DALIL TABARRUK
         
           Sejak zaman dulu praktek tabarruk telah dikenal dan dipraktekkan oleh banyak orang. Demikian pula para sahabat Rasulullah telah mempraktekkan tabarruk (mencari berkah) dengan peninggalan-peninggalan Rasulullah, baik di masa hidup Rasulullah maupun setelah beliau meninggal. Dari semenjak itu semua ummat Islam hingga kini masih tetap melakukan tradisi baik yang merupakan ajaran syari’at ini. Kebolehan perkara ini diketahui dari dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya sebagai berikut:

1. KISAH NABI YUSUF DAN NABI YA’QUB

Allah swt menjelaskan bahwa ketika Nabi Ya’qub as dalam keadaan buta, lalu dilemparkanlah ke wajahnya pakaian Nabi Yusuf as, maka iapun melihat, sebagaimana Allah menceritakannya dalam firman-Nya :

اِذْهَبُواْ بِقَمِيْصِيْ هٰذَا فَأَلْقُوْهُ عَلٰى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيْراً وَأْتُوْنِيْ بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِيْنَ
Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku".  (Q.S. 12 Yusuf 93)

فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيْرُ أَلْقَاهُ عَلٰى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيْراً قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّيْ أَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ
Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya’qub: "Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya". (Q.S. 12 Yusuf 96)

            Ini merupakan dalil Al-Qur’an, bahwa benda/pakaian orang-orang shaleh dapat menjadi perantara kesembuhan dengan idzin Allah tentunya, kita bertanya mengapa Allah sebutkan ayat sedemikian jelasnya?, apa perlunya menyebutkan baju gamis Nabi Yusuf dengan ucapannya: Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali. Itu semua agar kita memahami bahwa Allah swt memuliakan benda-benda yang pernah bersentuhan dengan tubuh hamba-hamba-Nya yang shaleh.

            Imam Az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya menjelaskan tentang hakekat baju Nabi Yusuf dengan mengatakan: “Dikatakan: itu adalah baju warisan yang di hasilkan oleh Yusuf dari permohonan (do’a). Baju itu datang dari surga. Malaikat Jibril telah diperintahkan untuk membawanya kepada Yusuf. Di baju itu tersimpan aroma surgawi yang tidak ditaruh ke orang yang sedang mengidap penyakit kecuali akan disembuhkan”. (Tafsir Al-Kasyaf jilid 2 halaman 503).

Tentu sangat mudah bagi Allah swt. untuk mengembalikan penglihatan Nabi Ya’qub tanpa melalui proses pengambilan berkah semacam itu. Namun harus kita ketahui hikmah di balik itu. Terkadang Allah swt. menjadikan beberapa benda menjadi ‘sumber berkah’ agar menjadi ‘sebab’ untuk mencapai ‘tujuan’ yang dikehendaki-Nya. Selain karena Allah swt. juga menginginkan agar manusia mengetahui bahwa terdapat benda-benda, tempat-tempat, waktu-waktu dan pribadi-pribadi yang memiliki kesakralan karena mempunyai kedudukan khusus di mata Allah swt, sehingga semua itu dapat menjadi ‘sarana’. Allah swt. memberkati orang untuk mencapai kesembuhan dari penyakit, pengkabulan doa, pensyafa’atan dalam pengampunan dosa, dan lain sebagainya.

2. KAUM BANI ISRA’IL BERTABARRUK DENGAN TABUT (PETI)

            Allah swt telah mengisahkan tentang pengambilan berkah Bani Israil terhadap Tabut (peti) yang didalamnya tersimpan barang-barang sakral milik kekasih Allah, Nabi Musa as. Allah swt berfirman:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ سَكِيْنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسٰى وَآلُ هَارُوْنَ تَحْمِلُهُ الْمَلآئِكَةُ إِنَّ فِي ذٰلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. (Q.S. 2 Al Baqarah 248)

            Syekh Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya  Mafahim Yajib An Tushahhah halaman 253, menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut :
وَخُلاَصَةُ الْقِصَّةِ أَنَّ هٰذَا التَّابُوْتَ كَانَ عِنْدَ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ وَكَانُوْ يَسْتَنْصِرُوْنَ بِهِ يَتَوَسَّلُوْنَ إِلَى اللهِ تَعَالٰى  بِمَا فِيْهِ مِنْ آثَارٍ. وَ هٰذَا هُوَ التَّبَرُّكُ بِعَيْنِهِ الَّذِى نُرِيْدُهُ وَنَقْصِدُهُ. وَهٰذهِ الْبَقِيَّةُ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسَى وهَارُوْنَ هِيَ عَصًا وَمُوْسٰى وَشَيْءٌ مِنْ ثِيَابِهِ وَثِيَابِ هَارُوْنَ وَنَعْلاَهُ وَأَلْوَاحٌ مِنَ التَّوْرَاةِ وَطَسْتٌ كَمَا ذَكَرَهُ الْمُفَسِّرُوْنَ وَالْمُؤَرِّخُوْنَ كَابْنِ كَثِيْرٍ وَالْقُرْطُوْبِى وَالسُّيُوْطِى وَالطَّبَارِيْ فَارْجَعْ إِلَيْهِمْ. وَهُوَ يَدُلُّ عَلىٰ مَعَانٍ كَثِيْرَةٍ. مِنْهَا التَّوَسُّلُ بِآثَارِ الصَّالِحِيْنَ وَمِنْهَا الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا وَمِنْهَا التَّبَرُّكُ بِهَا. (مفاهيم يجب أن تصحح 253)
“Kesimpulan cerita dari ayat itu adalah bahwa peti itu adalah milik kaum Bani Isra’il. Mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui peti itu. Mereka juga melakukan tawassul kepada Allah swt, karena memang itu mempunyai pengaruh pada mereka. Inilah hakikat mengharap berkah (tabarruk) seperti yang kami maksud. Dan maksud dari sisi peninggalan keluarga Nabi Musa as, dan Nabi Harun as, adalah tongkat, sebagian dari baju Nabi Musa as, baju Nabi Harun as, dua sandalnya, papan kitab Taurat dan bak cuci tangan, sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli tafsir dan ahli sejarah, seperti Ibn Katsir, Al-Qurthubi, Al-Suyuthi, Al-Thabari, maka silahkan merujuk kepada mereka. Peristiwa ini mempunyai banyak makna. Di antaranya adalah kebolehan melakukan tawassul dengan atsar orang-orang shaleh, keharusan melestarikan peninggalan mereka dan kebolehan tabarruk (mengharap berkah) mereka”. (Mafahim Yajib An Tushahhah halaman 253).

            Ibnu Katsir dalam tarikhnya mengatakan : Berkenaan dengan tabut (peti) itu, Ibnu Jarir berkata: Kaum Thalut, jika membunuh seorang musuh, pada mereka terdapat tabut Al-Mitsaq (peti perjanjian) yang ada pada Qubbat Al-Zaman (kubah zaman). Sebagaimana telah disebutkan, mereka ditolong dan mendapatkan kemenangan dalam peperangan berkah peti itu dan dengan berkah apa yang dibuatkan Allah di dalamnya, berupa sakinah (ketenangan) serta sisa-sisa peninggalan keluarga Nabi Musa as, dan keluarga Nabi Harun as, (Tetapi) ketika kaum Thalut itu kalah dalam sebagian peperangannya dengan Ghazza (sebuah kota di Palestina) dan ‘Askalan, pada gilirannya tabut itu diambil dari tangan mereka”.

            Ibn Katsir selanjutnya mengatakan bahwa mereka selalu menang atas musuh-musuhnya dengan berkah tabut (peti) itu. Dalam peti itu terdapat baskom dari emas tempat mencuci dada (shudur) para Nabi as, (Al-Bidayah wa Al-Nihayah juz 2 halaman 8)
            Ibn Katsir dalam tafsirnya mengatakan: Pada peti itu terdapat tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua batu tulis dari Taurat, dan pakaian Nabi Harun. Di antara mereka pun ada yang mengatakan, (pada tabut itu terdapat) tongkat dan dua sandal. (Tafsir Ibn Katsir juz 1 halaman 313).

            Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya: Berkenaan dengan tabut itu disebutkan bahwa tabut itu diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Adam as. Tabut itu ada pada beliau sampai akhirnya berpindah kepada Nabi Ya’qub as. Akhirnya tabut itu menjadi milik Bani Isra’il, mereka menggunakan berkahnya untuk mengalahkan musuh-musuh yang memeranginya. Ketika mereka durhaka, mereka dikalahkan oleh Al-‘Amaliqah (kaum amalqah), merekapun merebutnya dari Bani Isra’il. (Tafsir Al-Qurthubi juz 3 halaman 247).

3. TABARRUK PARA SAHABAT DARI BEKAS AIR WUDHU NABI SAW

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ أَخْبَرَنِي الزُّهْرِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ يُصَدِّقُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا حَدِيْثَ صَاحِبِهِ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ .........  فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلٰى أَصْحَابِهِ فَقَالَ أَيْ قَوْمِ وَاللهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى الْمُلُوْكِ وَوَفَدْتُ عَلىٰ قَيْصَرَ وَكِسْرٰى وَالنَّجَاشِيِّ وَاللهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا وَاللهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمُ ابْتَدَرُوْا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوْا يَقْتَتِلُوْنَ عَلىٰ وَضُوْئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوْا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّوْنَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيْمًا لَهُ وَإِنَّهُ قَدْ عَرَضَ عَلَيْكُمْ خُطَّةَ رُشْدٍ فَاقْبَلُوْهَا ......
Telah bercerita kepadaku 'Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kami 'Abdur Rozzaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar berkata telah bercerita kepadaku Az-Zuhriy berkata telah bercerita kapadaku 'Urwah bin Az-Zubair dari Al-Miswar bin Makhramah dan Marwan dimana setiap perawi saling membenarkan perkataan perawi lainnya, keduanya berkata; Rasulullah saw keluar pada waktu perjanjian Hudaibiyah ……. Maka 'Urwah pun kembali kepada sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Wahai kaum, demi Allah, sungguh aku pernah menjadi utusan yang diutus mengahap raja-raja, juga Qaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja Parsia) juga kepada raja An-Najasiy. Demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhammad saw mengagungkan Muhammad. Sungguh tidaklah dia berdahak lalu mengenai telapak seorang dari mereka kecuali dia akan membasuhkan dahak itu ke wajah dan kulitnya dan jika dia memerintahkan mereka, maka mereka segera berebut melaksnakannya dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka saling membunuh karena memperebutkan sisa air wudhu nya itu dan jika dia berbicara maka mereka merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama) dan tidaklah mereka mengarahkan pandangan kepadanya karena sangat menghormatinya. Sungguh dia telah menawarkan kepada kalian satu tawaran yang membawa kepada kebaikan, maka terimalah". …. (H.R. Bukhari no. 2731 dan 2732)

أَخْبَرَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ عَنْ مُلَازِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ بَدْرٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ عَنْ أَبِيْهِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ خَرَجْنَا وَفْدًا إِلٰى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ وَصَلَّيْنَا مَعَهُ وَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّ بِأَرْضِنَا بِيْعَةً لَنَا فَاسْتَوْهَبْنَاهُ مِنْ فَضْلِ طَهُوْرِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ وَتَمَضْمَضَ ثُمَّ صَبَّهُ فِي إِدَاوَةٍ وَأَمَرَنَا فَقَالَ اخْرُجُوْا فَإِذَا أَتَيْتُمْ أَرْضَكُمْ فَاكْسِرُوْا بِيْعَتَكُمْ وَانْضَحُوْا مَكَانَهَا بِهٰذَا الْمَاءِ وَاتَّخِذُوْهَا مَسْجِدًا قُلْنَا إِنَّ الْبَلَدَ بَعِيْدٌ وَالْحَرَّ شَدِيْدٌ وَالْمَاءَ يَنْشُفُ فَقَالَ مُدُّوْهُ مِنَ الْمَاءِ فَإِنَّهُ لَايَزِيْدُهُ إِلَّاطِيْبًا فَخَرَجْنَا حَتّٰى قَدِمْنَا بَلَدَنَا فَكَسَرْنَا بِيْعَتَنَا ثُمَّ نَضَحْنَا مَكَانَهَا وَاتَّخَذْنَاهَا مَسْجِدًا فَنَادَيْنَا فِيْهِ بِالْأَذَانِ قَالَ وَالرَّاهِبُ رَجُلٌ مِنْ طَيِّئٍ فَلَمَّا سَمِعَ الْأَذَانَ قَالَ دَعْوَةُ حَقٍّ ثُمَّ اسْتَقْبَلَ تَلْعَةً مِنْ تِلَاعِنَا فَلَمْ نَرَهُ بَعْدُ
Telah mengabarkan kepada kami Hunnad bin As-Sariy dari Mulazim dia berkata; telah menceritakan kepadaku 'Abdullah bin Badr dari Qais bin Thalaq dari bapaknya Thalaq bin 'Ali dia berkata; "Kami datang kepada Rasulullah saw sebagai utusan, lalu kami berbaiat kepadanya dan shalat bersamanya. Aku kabarkan kepada Rasulullah saw bahwa di daerah kami ada tempat ibadah (kuil) milik kita, maka aku hendak meminta sisa air wudhunya. Beliaupun meminta air lalu berwudhu dan berkumur, kemudian menuangkan air ke dalam ember dan menyuruh kami untuk mengambilnya. Beliau lalu bersabda, `Keluarlah (pulanglah) kalian. Bila telah sampai ke negeri kalian, maka hancurkan kuil itu dan siramlah puing-puingnya dengan air ini, lalu jadikanlah sebagai masjid'. Kami berkata, "Negeri kami jauh dan sangat panas sekali, sedangkan air ini akan mengering'. Rasulullah saw bersabda. 'Perbanyaklah airnya. Air ini tidak akan menambah apa-apa kecuali kebaikan'. Kamipun keluar hingga ke negeri kami, lalu kami menghancurkan kuil itu dan menyiramkan air tersebut ke puing-puing bangunannya. Kemudian kami jadikan sebagai masjid dan kami mengumandangkan adzan." la berkata lagi, "Pendetanya adalah laki-laki dari Thayyi'. Ketika mendengar adzan, ia berkata, `Ini dakwah yang hak'. Kemudian ia pergi ke tempat yang tinggi yang ada di daerah kami, dan kami tidak pernah melihatnya lagi setelah itu." (H.R. Nasa’i no. 700)

Tidak ragu lagi bahwa dalam jiwa perutusan itu terdapat rahasia (semangat) yang amat kuat yang mendorong mereka minta air bekas wudhu Rasulallah saw. Padahal kota Madinah tidak pernah kekurangan air dan didaerah tempat tinggal orang itu sendiri banyak air. Mengapa mereka mau bersusah payah membawa sedikit air dari Madinah ke daerahnya yang menempuh jarak cukup jauh dan dalam keadaan terik matahari? Tidak lain adalah bertabarruk pada Rasulallah saw dengan bekas air wudhu beliau.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمٰنِ بْنُ يُوْنُسَ قَالَ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ عَنِ الْجَعْدِ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيْدَ يَقُوْلُ ذَهَبَتْ بِي خَالَتِيْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ ابْنَ أُخْتِيْ وَجِعٌ فَمَسَحَ رَأْسِيْ وَدَعَا لِيْ بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ تَوَضَّأَ فَشَرِبْتُ مِنْ وُضُوْئِهِ ثُمَّ قُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ فَنَظَرْتُ إِلٰى خَاتَمِ النُّبُوَّةِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ مِثْلَ زِرِّ الْحَجَلَةِ
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dari Al-Ja'd berkata, aku mendengar As-Sa'ib bin Yazid berkata, "Bibiku pergi bersamaku menemui Nabi saw, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya putra saudara perempuanku ini sedang sakit." Maka Nabi saw mengusap kepalaku dan memohonkan keberkahan untukku. Kemudian beliau berwudlu, maka aku pun minum dari sisa air wudlunya, kemudian aku berdiri di belakangnya hingga aku melihat ada tanda kenabian sebesar telur burung di pundaknya” (H.R. Bukhari no. 190)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ قَالَ حَدَّثَنِيْ عُمَرُ بْنُ أَبِيْ زَائِدَةَ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ وَرَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ وَضُوْءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يَبْتَدِرُوْنَ ذَاكَ الْوَضُوْءَ فَمَنْ أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا تَمَسَّحَ بِهِ وَمَنْ لَمْ يُصِبْ مِنْهُ شَيْئًا أَخَذَ مِنْ بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ar'arah dia berkata; telah menceritakan kepadaku Umar bin Abu Za`idah dari 'Aun bin Abu Juhaifah dari Ayahnya dia berkata; saya menemui Nabi saw ketika beliau tengah berada di tenda besar yang terbuat dari kulit, dan saya melihat Bilal tengah mengambilkan tempat air wudhu Nabi saw sementara orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkan bekas wudhu beliau, dan siapa yang mendapatkannya maka ia akan membasuhkannya namun bagi yang tidak mendapatkannya, maka ia mengambil dari sisa air yang menetes dari temannya”. (H.R. Bukhari no. 376)

            Kalau kita cermati, perbuatan para sahabat Nabi ini seakan-akan diluar nalar, betapa tidak, di Madinah waktu itu tidak kekurangan air untuk diminum, kenapa mereka malah minum air bekas wudhu Nabi, ini tidak lain hanyalah untuk mengambil berkah air yang telah menempel di kulit Nabi saw.

4. TABARRUK PARA SAHABAT DARI AIR DAN SISA MINUM NABI SAW

وَقَالَ أَبُو مُوْسٰى دَعَا النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فِيْهِ مَاءٌ ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيْهِ، وَمَجَّ فِيْهِ ثُمَّ قَالَ لَهُمَا اشْرَبَا مِنْهُ ، وَأَفْرِغَا عَلىٰ وُجُوْهِكُمَا وَنُحُوْرِكُمَا
“Dari Abi Musa, beliau berkata: “Rasulullah mengambil air pada sebuah tempat. Beliau membasuh kedua tangan dan wajahnya. Dan memuntahkan air itu ke dalamnya. Kemudian beliau bersabda pada keduanya : ‘Minumlah kalian berdua dari (air) itu, dan sisakanlah untuk muka dan leher kalian berdua”. (H.R. Bukhari no. 188)

            Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari) menerangkan :

 ( وَمَجَّ فِيْهِ )  أَيْ : صَبَّ مَا تَنَاوَلَهُ مِنَ الْمَاءِ فِي الْإِنَاءِ ، وَالْغَرَضَ بِذٰلِكَ إِيْجَادِ الْبَرَكَةِ بِرِيْقِهِ الْمُبَارَكِ
“(dan memuntahkan air itu ke dalamnya), yakni beliau menumpahkan kembali air yang telah dipakainya itu ke dalam bejana. Adapun maksud dari perbuatan ini adalah untuk keberkahan air tersebut, sebab air liur beliau saw penuh berkah”. (Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari juz 1 halaman 300)
حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِى عَنْ صَالِحٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِى مَحْمُوْدُ بْنُ الرَّبِيْعِ قَالَ وَهُوَ الَّذِى مَجَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى وَجْهِهِ وَهُوَ غُلاَمٌ مِنْ بِئْرِهِمْ . وَقَالَ عُرْوَةُ عَنِ الْمِسْوَرِ وَغَيْرِهِ يُصَدِّقُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَادُوا يَقْتَتِلُوْنَ عَلىٰ وَضُوْئِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’di berkata, telah menceritakan kepada kami ayahku dari Shalih dari Ibnu Syihab, ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Rabi’ dan dialah orang yang disemprot mukanya oleh Rasulullah saw dengan air dari mulutnya pada saat ia masih kanak-kanak, di mana air tersebut berasal dari sumur milik mereka. Urwah berkata dari Al-Miswar dan lainnya, yang mana setiap salah satu dari mereka membenarkan yang lainnya. Dan apabila Nabi saw berwudhu, mereka hampir-hampir saling membunuh untuk merebutkan air sisa wudhu beliau saw. (H.R. Bukhari no. 189)

            Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari) menerangkan :

( كَانُوْا يَقْتَتِلُوْنَ ) كَذَا لِأَبِي ذَرٍّ وَلِلْبَاقِيْنَ كَادُوْا بِالدَّالِ وَهُوَ الصَّوَابُ لِأَنَّهُ لَمْ يَقَعْ بَيْنَهُمْ قِتَالِ، وَإِنَّمَا حَكٰى ذٰلِكَ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدُ الثَّقَفِيِّ لَمَّا رَجَعَ إِلٰى قُرَيْشٍ لِيُعْلِمَهُمْ شِدَّةِ تَعْظِيْمٍ الصَّحَابَةِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  وَيُمْكِنُ أَنْ يَكُوْنَ أَطْلَقَ الْقِتَالُ مُبَالَغَةِ .
كَانُوا يَقْتَتِلُوْنَ (mereka hampir saling membunuh). Demikian riwayat Abu Dzar, sedangkan yang lainnya menyebutkan كَادُوْا (hempir-hampir mereka) dan inilah yang benar, karena tidak pernah terjadi mereka saling membunuh denga sebab memperebutkan air wudhu saw. Hanya saja keterangan seperti itu diriwayatkan oleh Urwah bin Mas’ud Al-Tsaqafi ketika kembali menemui kaum Quraisy untuk memberitahukan kepada mereka kehebatan  para sahabat dalam mengagungkan Nabi saw. Adapun kemungkinan perkataan saling membunuh hanyalah untuk memberi gambaran penyangatan.  (Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari juz 1 halaman 301)

حَدَّثَنَا أَبُوْ عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَأَبُوْكُرَيْبٍ جَمِيْعًا عَنْ أَبِي أُسَامَةَ قَالَ أَبُوْ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُوْ أُسَامَةَ حَدَّثَنَا بُرَيْدٌ عَنْ جَدِّهِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوْسٰى قَالَ كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ نَازِلٌ بِالْجِعْرَانَةِ .... ثُمَّ دَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فِيْهِ مَاءٌ فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيْهِ وَمَجَّ فِيْهِ ثُمَّ قَالَ اشْرَبَا مِنْهُ وَأَفْرِغَا عَلىٰ وُجُوْهِكُمَا وَنُحُوْرِكُمَا وَأَبْشِرَا فَأَخَذَا الْقَدَحَ فَفَعَلَا مَا أَمَرَهُمَا بِهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَادَتْهُمَا أُمُّ سَلَمَةَ مِنْ وَرَاءِ السِّتْرِ أَفْضِلَا لِأُمِّكُمَا مِمَّا فِي إِنَائِكُمَا فَأَفْضَلَا لَهَا مِنْهُ طَائِفَةً
Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al-Asy'ari dan Abu Kuraib seluruhnya dari Abu Usamah berkata; Abu 'Amir Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah; Telah menceritakan kepada kami Buraid dari Kakeknya Abu Burdah dari Abu Musa dia berkata; "Saya pernah berada di sisi Rasulullah saw ketika beliau tengah singgah bersama Bilal di Ji'ranah, …..  Setelah itu Rasulullah saw meminta segelas air. Lalu beliau basuh kedua tangan dan wajahnya dengan air tersebut. Kemudian beliau meludah ke dalam air itu seraya berkata kepada Abu Musa dan Bilal: 'Minumlah air ini hai Aba Musa dan Bilal. Setelah itu, tuangkanlah air tersebut untuk membasuh wajah dan leher kalian. Kemudian sampaikanlah kabar gembira tentang Islam kepada laki-laki itu.  Keduanya mengambil gelas tersebut dan segera melaksanakan apa yang telah diperintahkan Rasulullah kepada mereka. Tak lama kemudian, Ummu Salamah, istri Rasulullah, memanggil Abu Musa dan Bilal dari balik tabir; 'Hai Bilal dan Abu Musa, sisakanlah air tersebut untukku (ibu kalian)' Akhirnya mereka menyisakan air tersebut untuk Ummu Salamah. (H.R. Muslim no. 6561).

            Jelaslah bagi kita, bahwa Rasulullah saw menyuruh meminum air yang telah terkena ludah beliau kepada sahabat beliau  tidak lain adalah agar sahabat beliau mendapat berkah dari air itu.

5. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN KERINGAT, RAMBUT DAN KUKU NABI SAW

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ ثُمَامَةَ عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ كَانَتْ تَبْسُطُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِطَعًا فَيَقِيْلُ عِنْدَهَا عَلىٰ ذٰلِكَ النِّطَعِ قَالَ فَإِذَا نَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَتْ مِنْ عَرَقِهِ وَشَعَرِهِ فَجَمَعَتْهُ فِي قَارُوْرَةٍ ثُمَّ جَمَعَتْهُ فِي سُكٍّ قَالَ فَلَمَّا حَضَرَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ الْوَفَاةُ أَوْصٰى إِلَيَّ أَنْ يُجْعَلَ فِي حَنُوْطِهِ مِنْ ذٰلِكَ السُّكِّ قَالَ فَجُعِلَ فِي حَنُوْطِهِ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'd telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al-Anshari dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Tsumamah dari Anas bahwa Ummu Sulaim, bahwa dia biasa membentangkan tikar dari kulit untuk Nabi saw, lalu beliau istirahat siang di atas tikar tersebut, Anas melanjutkan; "Apabila Nabi saw telah tidur, maka Ummu Sulaim mengambil keringat dan rambutnya yang terjatuh dan meletakkannya di wadah kaca, setelah itu ia mengumpulkannya di sukk (ramuan minyak wangi), Tsumamah berkata; 'Ketika Anas bin Malik hendak meninggal dunia, maka dia berwasiat supaya ramuan tersebut dicampurkan ke dalam hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit), akhirnya ramuan tersebut diletakkan di hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit)." (H.R. Bukhari no. 6281)

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هَاشِمٌ يَعْنِي ابْنَ الْقَاسِمِ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِنْدَنَا فَعَرِقَ وَجَاءَتْ أُمِّيْ بِقَارُوْرَةٍ فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيْهَا فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هٰذَا الَّذِي تَصْنَعِيْنَ قَالَتْ هٰذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ فِي طِيْبِنَا وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيْبِ

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami Hasyim yaitu Ibnu Al-Qasim dari Sulaiman dari Tsabit dari Anas bin Malik dia berkata; Nabi saw pernah berkunjung ke rumah kami. kemudian beliau tidur sebentar (Qailulah) di rumah kami hingga berkeringat. Lalu Ibu saya mengambil sebuah botol dan berupaya memasukkan keringat Rasulullah saw itu ke dalam botol tersebut. Tiba-tiba Rasulullah terjaga sambil berkata kepada ibu saya; 'Hai Ummu Sulaim, apa yang kamu lakukan terhadap diriku? Ibu saya menjawab; 'Kami hanya mengambil keringat engkau untuk kami jadikan wewangian kami.' keringat beliau merupakan salah satu wewangian yang paling harum wanginya. (H.R. Muslim no. 6201)

وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا حُجَيْنُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ بَيْتَ أُمِّ سُلَيْمٍ فَيَنَامُ عَلىٰ فِرَاشِهَا وَلَيْسَتْ فِيْهِ قَالَ فَجَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَامَ عَلىٰ فِرَاشِهَا فَأُتِيَتْ فَقِيْلَ لَهَا هٰذَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَامَ فِي بَيْتِكِ عَلىٰ فِرَاشِكِ قَالَ فَجَاءَتْ وَقَدْ عَرِقَ وَاسْتَنْقَعَ عَرَقُهُ عَلىٰ قِطْعَةِ أَدِيْمٍ عَلىٰ الْفِرَاشِ فَفَتَحَتْ عَتِيْدَتَهَا فَجَعَلَتْ تُنَشِّفُ ذٰلِكَ الْعَرَقَ فَتَعْصِرُهُ فِي قَوَارِيْرِهَا فَفَزِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا تَصْنَعِيْنَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ نَرْجُوْ بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا قَالَ أَصَبْتِ

Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi'; Telah menceritakan kepada kami Hujain bin Al-Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz yaitu Ibnu Abu Salamah dari Ishaq bin 'Abdillah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik dia berkata; "Rasulullah saw pernah berkunjung ke rumah Ummu Sulaim. Lalu beliau tidur di atas tempat tidur Ummu Sulaim, ketika ia sedang tidak berada di rumah. Anas berkata; 'Pada suatu hari, Rasulullah saw datang ke rumah kami dan tidur di atas tempat tidur Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim disuruh pulang dan diberitahu bahwasannya Nabi saw sedang tidur di atas tempat tidurnya. Anas berkata; 'Ketika Ummu Sulaim tiba di rumah, Nabi saw telah berkeringat, dan keringat beliau tergenang di tikar kulit di atas tempat tidur.' Maka Ummu Sulaim segera membuka tasnya dan segera mengusap keringat Rasulullah dengan sapu tangan dan memerasnya ke dalam sebuah botol. Tiba-tiba Nabi saw terbangun dan terkejut seraya berkata; 'Apa yang kamu lakukan hai Ummu Sulaim? Ummu Sulaim menjawab; 'Ya Rasulullah, kami mengharapkan keberkahan keringat engkau untuk anak-anak kami. Rasulullah saw bersabda: "Kamu benar hai Ummu Sulaim"  (H.R. Muslim no. 6202)

            Dari hadits di atas, sangat jelas bahwa Rasulullah saw tidak melarang sahabatnya (Ummu Sulaim) untuk mengambil keringat beliau  dan Ummu Sulaim mengharap keberkahan dari keringat tersebut, bahkan Rasulullah membenarkan perbuatan Ummu Sulaim, dan tidak ada perkataan Nabi sama sekali bahwa perbuatan itu syirik, musyrik, terlarang.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوْبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ أُمِّ سُلَيْمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِيْهَا فَيَقِيْلُ عِنْدَهَا فَتَبْسُطُ لَهُ نِطْعًا فَيَقِيْلُ عَلَيْهِ وَكَانَ كَثِيْرَ الْعَرَقِ فَكَانَتْ تَجْمَعُ عَرَقَهُ فَتَجْعَلُهُ فِي الطِّيْبِ وَالْقَوَارِيْرِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هٰذَا قَالَتْ عَرَقُكَ أَدُوْفُ بِهِ طِيْبِيْ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami 'Affan bin Muslim; Telah menceritakan kepada kami Wuhaib; Telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas dari Ummu Sulaim bahwa Nabi saw pernah mendatangi Ummu Sulaim, dan tidur siang di rumahnya. Maka Ummu Sulaim menghamparkan karpet kulit untuk beliau dan beliau pun tidur di atasnya. Ternyata beliau mengeluarkan keringat yang banyak. Akhirnya Ummu Sulaim mengumpulkan keringat beliau dan memasukkannya ke dalam tempat minyak wangi dan botol-botol. Lalu Nabi saw bertanya: 'Wahai Ummu Sulaim, Apa ini? Dia menjawab; 'Ini adalah keringatmu yang aku campur dengan minyak wangiku.' (H.R. Muslim no. 6203)

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيْلُ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَوْهَبٍ قَالَ أَرْسَلَنِيْ أَهْلِي إِلٰى أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ وَقَبَضَ إِسْرَائِيْلُ ثَلَاثَ أَصَابِعَ مِنْ قُصَّةٍ فِيْهِ شَعَرٌ مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ إِذَا أَصَابَ الْإِنْسَانَ عَيْنٌ أَوْ شَيْءٌ بَعَثَ إِلَيْهَا مِخْضَبَهُ فَاطَّلَعْتُ فِي الْجُلْجُلِ فَرَأَيْتُ شَعَرَاتٍ حُمْرًا
Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Isra`il dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab berkata; "Keluargaku pernah menyuruhku menemui Ummu Salamah isteri Nabi saw dengan membawa mangkuk berisi air, sementara Isra'il memegang mangkuk tersebut menggunakan tiga jarinya yang didalamnya terdapat beberapa helai rambut Nabi saw, apabila ada seseorang yang menderita sakit mata atau penyakit lainnya mengirim pesuruh kepadanya membawa wadah (makhdhabah), yang lazim digunakan untuk mencelupkan sesuatu. (‘Utsman bin Abdullah berkata lebih lanjut) : ‘Aku mencoba melihat apa yang berada didalam genta, ternyata kulihat ada guntingan-guntingan rambut berwarna kemerah-merahan”.  (H.R. Bukhari no. 5896)

Imam Al-‘Aini mengatakan, bahwa keterangan mengenai soal diatas tersebut sebagai berikut: “Ummu Salamah menyimpan sebagian dari guntingan rambut Rasulallah saw., yang berwarna kemerah-merahan, ditaruh dalam sebuah wadah seperti genta. Banyak orang diwaktu sakit bertabarruk pada rambut beliau saw. dan mengharap kesembuhan dari keberkahan rambut tersebut. Mereka mengambil sebagian dari rambut itu lalu dicelupkan ke dalam wadah berisi air, kemudian mereka meminumnya. Tidak lama kemudian penyakit mereka sembuh. Keluarga ‘Utsman mengambil sedikit air itu, ditaruh dalam sebuah wadah dari perak. Mereka lalu meminumnya dan ternyata penyakit yang mereka derita menjadi sembuh. Setelah itu mereka menyuruh ‘Ustman mencoba melihat dan ternyata dalam genta itu terdapat beberapa guntingan rambut berwarna kemerah-merahan”. (‘Umdatul-Qari Syarh Shahih Al-Bukhari jilid 17 hal. 79).
وَحَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُوْ كُرَيْبٍ قَالُوْا أَخْبَرَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامٍ بِهٰذَا الإِسْنَادِ أَمَّا أَبُوْ بَكْرٍ فَقَالَ فِى رِوَايَتِهِ لِلْحَلاَّقِ «هَا». وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الْجَانِبِ الأَيْمَنِ هَكَذَا فَقَسَمَ شَعَرَهُ بَيْنَ مَنْ يَلِيْهِ  قَالَ  ثُمَّ أَشَارَ إِلَى الْحَلاَّقِ وَإِلَى الْجَانِبِ الْأَيْسَرِ فَحَلَقَهُ فَأَعْطَاهُ أُمَّ سُلَيْمٍ. وَأَمَّا فِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ قَالَ فَبَدَأَ بِالشِّقِّ الْأَيْمَنِ فَوَزَّعَهُ الشَّعَرَةَ وَالشَّعَرَتَيْنِ بَيْنَ النَّاسِ ثُمَّ قَالَ بِالْأَيْسَرِ فَصَنَعَ بِهِ مِثْلَ ذٰلِكَ ثُمَّ قَالَ هَاهُنَا أَبُو طَلْحَةَ . فَدَفَعَهُ  إِلٰى أَبِى طَلْحَةَ.

Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair dan Abu Kuraib mereka berkata, telah mengabarkan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Hisyam dengan isnad ini. Adapun Abu Bakr, maka ia berkata dalam riwayatnya; (Beliau bersabda kepada tukang cukur): "Haa (cukurlah rambutku)." Beliau sambil memberi isyarat ke arah kepala bagian kanannya seperti ini. Lalu beliau membagi-bagikan rambutnya kepada mereka yang berada di dekat beliau. Setelah itu beliau memberi isyarat kembali ke arah kepala bagian kiri, maka tukang cukur itu pun mencukurnya, dan beliau pun memberikan rambut itu kepada Ummu Sulaim. Adapun dalam riwayat Abu Kuraib ia menyebutkan; Tukang cukur itu pun memulainya dari rambut sebelah kanan seraya membagikannya kepada orang-orang, baru pindah ke sebelah kiri dan juga berbuat seperti itu. kemudian beliau bertanya, "Mana Abu Thalhah?" maka beliau pun memberikan rambut itu pada Abu Thalhah. (H.R. Muslim 3213).

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ قَالَ قُلْتُ لِعَبِيْدَةَ عِنْدَنَا مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَبْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنَسٍ أَوْ مِنْ قِبَلِ أَهْلِ أَنَسٍ فَقَالَ لَأَنْ تَكُوْنَ عِنْدِيْ شَعَرَةٌ مِنْهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Isra’il dari 'Ashim dari Ibnu Sirin berkata, Aku berkata kepada Abidah, Kami memiliki rambut Nabi saw yang kami dapat dari Anas, atau keluarga Anas. Ia lalu berkata, Sekiranya aku memiliki satu helai rambut Rasulullah, maka itu lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya. (H.R. Bukhari no. 170)

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar memberi penjelasan mengenai hadits di atas dalam kitabnya Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari), di antaranya beliau  menerangkan :
وَفِيْهِ التَّبَرُّكِ بِشَعْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَوَازِ إِقْتِنَائِهِ
Terdapat pula penjelasan kebolehan tabarruk (mencari berkah) dengan rambut beliau saw dan menyimpannya. (Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari juz 1 halaman 278)

قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبَانُ هُوَ الْعَطَّارُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيٰى يَعْنِي ابْنَ أَبِي كَثِيْرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ شَهِدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلىٰ الْمَنْحَرِ وَرَجُلًا مِنْ قُرَيْشٍ وَهُوَ يَقْسِمُ أَضَاحِيَّ فَلَمْ يُصِبْهُ مِنْهَا شَيْءٌ وَلَا صَاحِبَهُ فَحَلَقَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ فِي ثَوْبِهِ فَأَعْطَاهُ فَقَسَمَ مِنْهُ عَلىٰ رِجَالٍ وَقَلَّمَ أَظْفَارَهُ فَأَعْطَاهُ صَاحِبَهُ قَالَ فَإِنَّهُ لَعِنْدَنَا مَخْضُوْبٌ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ يَعْنِي شَعْرَهُ
Ahmad bin Hanbal ra berkata; telah menceritakan kepada kami Abdushshomad bin Abdul Warits berkata; telah menceritakan kepada kami Aban Al 'Aththar, berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya yaitu Ibnu Abu Katsir, dari Abu Salamah dari Muhammad bin Abdullah bin Zaid bahwa bapaknya menceritakannya, dia melihat Rasulullah saw di atas tempat penyembelihan dan seorang laki-laki dari Quraisy yang membagikan daging sembelihan sedangkan dia tidak mendapatkan bagian dari daging sembelihan tersebut. Begitu juga sahabatnya, maka Rasulullah memangkas rambutnya dengan mengenakan baju, lalu beliau memberikannya (rambut) kepada orang-orang (sahabat) untuk dibagi. Kemudian beliau memotong kuku yang kemudian diberikan kepada sahabatnya. Ia (Abdulah bin Zaid) berkata: ‘Kami dapati hal itu diwarnai dengan pacar, yaitu; rambut beliau’ “. (H.R. Ahmad no. 16921)

Dalam hadits-hadits di atas terdapat penjelasan dan dalil-dalil kuat tentang tabarruk dengan peninggalan-peninggalan Rasulullah. Rasulullah sendiri yang membagi-bagikan potongan rambutnya di antara para sahabatnya, agar mereka bertabarruk dengannya. Juga agar mereka menjadikannya sebagai wasilah dalam berdoa kepada Allah, serta menjadikan rambut-rambut yang mulia tersebut sebagai jalan untuk bertaqarrub kepada-Nya. Rasulullah membagi-bagikan rambut-rambutnya agar menjadi berkah yang terus menerus ada dan sebagai kenangan bagi para sahabatnya, juga bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Dari sinilah kemudian orang-orang yang dimuliakan Allah dalam kehidupan mereka mengikuti apa yang dilakukan para sahabat dalam mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan Rasulullah. Dimana hal ini kemudian menjadi tradisi yang diwarisi kaum Khalaf dari kaum Salaf. Sudah barang tentu Rasulullah membagi-bagikan potongan rambut dan kuku beliau bukan untuk dimakan oleh para sahabat beliau, melainkan agar mereka bertabarruk dengan rambut dan potongan kuku tersebut.

6. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN JUBAH DAN SARUNG NABI SAW

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيٰى أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَبْدِ اللهِ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ وَكَانَ خَالَ وَلَدِ عَطَاءٍ قَالَ أَرْسَلَتْنِيْ أَسْمَاءُ إِلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ......  فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جُبَّةَ طَيَالِسَةٍ كِسْرَوَانِيَّةٍ لَهَا لِبْنَةُ دِيْبَاجٍ وَفَرْجَيْهَا مَكْفُوْفَيْنِ بِالدِّيْبَاجِ فَقَالَتْ هٰذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتّٰى قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُهَا فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضٰى يُسْتَشْفٰى بِهَا
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Khalid bin 'Abdullah dari 'Abdul Malik dari 'Abdullah (budak) dari Asma' binti Abu Bakr dan dia juga adalah paman anaknya 'Atha, dia berkata; Asma' binti Abu Bakar pernah menyuruh saya untuk menemui Abdullah bin Umar ….  Tak lama kemudian ia memperlihatkan kepada saya sebuah jubah kekaisaran yang berwarna hijau dan berkerah sutera, sedangkan kedua sisinya dijahit dengan sutera seraya berkata; 'Hai Abdullah, ini adalah jubah Rasulullah.' Setelah itu, ia meneruskan ucapannya; 'Jubah ini dahulu ada pada Aisyah hingga ia meninggal dunia. Setelah ia meninggal dunia, maka aku pun mengambilnya. Dan dahulu Rasulullah saw sering mengenakannya. Lalu kami pun mencucinya agar diambil berkahnya sebagai obat bagi orang-orang yang sakit. (H.R. Muslim no. 5530)

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ بِبُرْدَةٍ قَالَ سَهْلٌ هَلْ تَدْرِيْ مَا الْبُرْدَةُ قَالَ نَعَمْ هِيَ الشَّمْلَةُ مَنْسُوْجٌ فِي حَاشِيَتِهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي نَسَجْتُ هٰذِهِ بِيَدِيْ أَكْسُوْكَهَا فَأَخَذَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا لَإِزَارُهُ فَجَسَّهَا رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ اكْسُنِيْهَا قَالَ نَعَمْ فَجَلَسَ مَا شَاءَ اللهِ فِي الْمَجْلِسِ ثُمَّ رَجَعَ فَطَوَاهَا ثُمَّ أَرْسَلَ بِهَا إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ الْقَوْمُ مَا أَحْسَنْتَ سَأَلْتَهَا إِيَّاهُ وَقَدْ عَرَفْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ سَائِلًا فَقَالَ الرَّجُلُ وَ اللهِ مَا سَأَلْتُهَا إِلَّا لِتَكُوْنَ كَفَنِيْ يَوْمَ أَمُوْتُ قَالَ سَهْلٌ فَكَانَتْ كَفَنَهُ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd dia berkata; Seorang wanita datang sambil membawa selimut bersulam yang ada rendanya. Sahal berkata; Apa kamu tahu selimut apakah itu? Abu Hazm menjawab: Ya, ia adalah mantel bertutup kepala yang ujungnya berenda. Wanita itu berkata; Wahai Rasulullah. Aku menenun selimut ini dengan tanganku, aku membawanya untuk mengenakannya pada baginda. Lalu Rasulullah saw mengambilnya karena memang membutuhkannya. Lalu beliau keluar menemui kami ternyata selimut itu berupa kain sarung, kemudian seseorang dari suatu kaum datang menemui beliau dan berkata; Kenakanlah untukku wahai Rasulullah! Rasulullah saw bersabda: Ya. Kemudian beliau duduk di majlis sebagaimana yang di kehendaki Allah, lalu pulang. Setelah itu beliau melipat kain tersebut dan memberikannya pada orang itu. Orang-orang berkata pada orang itu; Demi Allah, kau berlaku kurang ajar. Kamu telah memintanya dia saat beliau memerlukannya, padahal kau tahu beliau tidak pernah menolak seorangpun peminta. Orang itu berkata; Demi Allah, aku tidak memintanya melainkan untuk aku jadikan sebagai kafanku pada saat aku meninggal (karena mengharapkan keberkahannya ketika dipakai oleh Nabi saw). Sahal berkata; Maka selimut itu dijadikan kafannya saat ia meninggal. (H.R. Bukhari no. 5810)

7.  PARA SAHABAT DAN PARA TABI’IN BERTABARRUK DENGAN BEKAS TEMPAT TELAPAK DAN BIBIR NABI SAW

حَدَّثَنَا أَبُوْ سَعِيْدٍ مَوْلٰى بَنِيْ هَاشِمٍ حَدَّثَنَا ذَيَّالُ بْنُ عُبَيْدِ بْنِ حَنْظَلَةَ قَالَ سَمِعْتُ حَنْظَلَةَ بْنَ حِذْيَمٍ جَدِّيْ أَنَّ جَدَّهُ حَنِيْفَةَ قَالَ لِحِذْيَمٍ اجْمَعْ لِيْ بَنِيَّ .... قَالَ حَنْظَلَةُ فَدَنَا بِيْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لِيْ بَنِيْنَ ذَوِيْ لِحًى وَدُوْنَ ذٰلِكَ وَإِنَّ ذَا أَصْغَرُهُمْ فَادْعُ اللهَ لَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَقَالَ بَارَكَ اللهُ فِيْكَ أَوْ بُوْرِكَ فِيْهِ قَالَ ذَيَّالٌ فَلَقَدْ رَأَيْتُ حَنْظَلَةَ يُؤْتَى بِالْإِنْسَانِ الْوَارِمِ وَجْهُهُ أَوِ الْبَهِيْمَةِ الْوَارِمَةِ الضَّرْعُ فَيَتْفُلُ عَلىٰ يَدَيْهِ وَيَقُولُ بِسْمِ اللهِ وَيَضَعُ يَدَهُ عَلىٰ رَأْسِهِ وَيَقُوْلُ عَلىٰ مَوْضِعِ كَفِّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَمْسَحُهُ عَلَيْهِ وَقَالَ ذَيَّالٌ فَيَذْهَبُ الْوَرَمُ

Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id bekas budak bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Dzayyal bin Ubaid bin Handzalah ia berkata; saya mendengar Hadzalah bin Hidzyam kakekku, bahwa kakeknya yaitu Hanifah berkata kepada Hidzyam; "Kumpulkan kepadaku anak-anakku, …… Handzalah berkata; "Lalu aku mendekati Rasulullah saw dan mengadu; "Sungguh aku punya banyak anak yang sudah dewasa dan selainnya dan mereka juga punya anak-anak mereka, maka berdoalah pada Allah untuknya!." Maka beliau mengusap kepalanya dan bersabda: "Barakallah fiik au burika fiihi (semoga Allah memberi keberkahan padamu atau diberkai padanya." Dzayyal berkata; "Aku telah melihat Handzalah didatangkan seseorang yang wajahnya bengkak atau binatang yang susunya bengkak, lalu ia meludahi kedua tangannya dan berkata; "Bismillah (dengan menyebut nama Allah) dan meletakkan tangannya di atas kepala orang atau binatang yang bengkak, dan mengucapkan sambil meletakkan tangannya persis di tempat tangan Rasulullah saw dahulu meletakkan, lalu beliau mengusapnya. Dzayyal berkata; "Maka bengkaknya pun sembuh." (H.R. Ahmad no. 21207).

Para Tabi’in melakukan tabarruk dengan kemuliaan mata sahabat Rasulullah yang pernah melihat Rasulullah, dan bertabarruk dengan tangan yang telah menyentuh Rasulullah di masa hidupnya. Perlakuan kaum Tabi’in ini sedikitpun tidak diingkari oleh para sahabat Nabi, sebaliknya mereka menyetujui perlakuan tersebut. Dalam sebuah hadits diriwayatkan sebagai berikut:
عَنْ ثَابِتٍ قَالَ: كُنْتُ إذَا أَتَيْتُ أَنَسًا يُخْبَرُ بِمَكَانِي فَأَدْخُلُ عَلَيْهِ فَآخُذُ بِيَدَيْهِ فَأُقَبِّلُهُمَا وَأَقُوْلُ: بَأَبِيْ هَاتَانِ الْيَداَنِ اللَّتاَنِ مَسَّتَا رَسُوْلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأُقَبِّلُ عَيْنَيْهِ وَأَقُوْلُ: بِأَبِي هَاتَانِ الْعَيْنَانِ اللَّتَانِ رَأتَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رَوَاهُ أَبُوْ يَعْلٰى وَرِجَالَهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ غَيْرُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أبِي بَكْرِ الْمَقْدِمِيٍّ وَهُوَ ثِقَةٌ)

“Dari Tsabit Al-Bunani (Salah seorang dari Tabi'in ternama, murid Anas ibn Malik) berkata: “Apabila aku mendatangi Anas ibn Malik, ia (Anas) selalu diberitahu tentang kedatanganku, maka aku menemuinya dan meraih kedua tangannya untuk aku cium. Aku berkata: “Sungguh, kedua tangan inilah yang telah menyentuh jasad Rasulullah saw”, kemudian juga aku cium kedua matanya, aku berkata: “Sungguh, kedua mata inilah yang telah melihat Rasulullah saw”. (H.R. Abu Ya’la no. 3397, dan para perawinya adalah para perawi Shahih selain ‘Abdullah ibn Abu Bakar Al-Maqdimi dan dia adalah perawi yang terpercaya (Tsiqah).

حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيْمِ الْجَزَرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ ابْنَةِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلىٰ أُمِّ سُلَيْمٍ وَفِي الْبَيْتِ قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَشَرِبَ مِنْ فِيْهَا وَهُوَ قَائِمٌ قَالَ فَقَطَعَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ فَمَ الْقِرْبَةِ فَهُوَ عِنْدَنَا

Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdul Karim Al-Jazari berkata; telah mengabarkan kepadaku Ibnu Ibnati Anas bin Malik (keponakan Anas) dari Anas bin Malik berkata; "Bahwasanya Nabi saw masuk ke rumah Ummu Sulaim, lalu di dalam rumah beliau mendapatkan Qirbah (tempat air dari kulit) yang menggantung, maka beliau pun meminum dari mulut Qirbah dengan posisi berdiri." Anas berkata; "Kemudian Ummu Sulaim memotong mulut Qirbah dan sekarang masih ada padaku." (H.R. Ahmad no. 12517)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ جَدَّةٍ لَهُ يُقَالُ لَهَا كَبْشَةُ الْأَنْصَارِيَّةُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَشَرِبَ مِنْهَا وَهُوَ قَائِمٌ فَقَطَعَتْ فَمَ الْقِرْبَةِ تَبْتَغِيْ بَرَكَةَ مَوْضِعِ فِي رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shabah telah memberitakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Yazid bin Yazid bin Jabir dari Abdurrahman bin Abu 'Amrah dari neneknya yang bernama Kabsyah Al-Anshariyah, bahwa Rasulullah saw pernah masuk menemuinya, beliau mendapatkan Qirbah (tempat air dari kulit) yang menggantung, maka beliau pun meminum dari mulut Qirbah dengan posisi berdiri." Kabsyah lalu memotong mulut qirbah itu guna mengharap berkah dari bekas mulut Rasulullah saw." (H.R. Ibnu Majah 3549)
حَدَّثَنِي زَكَرِيَّاءُ بْنُ يَحْيٰى عَنْ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَسْمَاءَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا حَمَلَتْ بِعَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَتْ فَخَرَجْتُ وَأَنَا مُتِمٌّ فَأَتَيْتُ الْمَدِيْنَةَ فَنَزَلْتُ بِقُبَاءٍ فَوَلَدْتُهُ بِقُبَاءٍ ثُمَّ أَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعْتُهُ فِي حَجْرِهِ ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا ثُمَّ تَفَلَ فِيْهِ فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيْقُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ حَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ ثُمَّ دَعَا لَهُ وَبَرَّكَ عَلَيْهِ وَكَانَ أَوَّلَ مَوْلُوْدٍ وُلِدَ فِي الْإِسْلَامِ تَابَعَهُ خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُسْهِرٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَسْمَاءَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا هَاجَرَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ حُبْلٰى
Telah menceritakan kepadaku Zakaria bin Yahya dari Abu Usamah dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Asma' rdh, bahwa Asma' sedang mengandung 'Abdullah bin Az-Zubair. Dia berkata; "Aku keluar (menuju) dengan usia kandungan yang sudah sempurna lalu aku tiba di Madinah. Aku singgah di Quba' lalu melahirkan disana. Kemudian aku membawa bayiku ke hadapan Nabi saw, aku letakkan di buaiannya. Kemudian beliau meminta sebutir kurma dan mengunyahnya kemudian meludahkannya ke mulut bayiku. sehingga yang pertama kali masuk ke rongga mulutnya adalah air ludah Rasulullah saw. Kemudian beliau mentahniknya dengan kurma (memasukkan kunyahan kurma ke bagian depan tenggorokan sebelah atas) lalu mendo'akannya dan memberkahinya. Dialah anak yang pertama kali lahir dalam Islam." Hadits ini di perkuat oleh Khalid bin Makhlad dari 'Ali bin Mushir dari Hisyam dari bapaknya dari Asma' rdh, bahwa dia berhijrah kepada Nabi saw dalam keadaan mengandung. (H.R. Bukhari no. 3909)

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  اِنْكَسَرَ فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ قَالَ عَاصِمٌ رَأَيْتُ الْقَدَحَ وَشَرِبْتُ فِيْهِ

Telah bercerita kepada kami 'Abdan dari Abu Hamzah dari 'Ashim dari Ibnu Sirin dari Anas bin Malik ra berkata; "Gelas milik Nabi saw pecah lalu beliau mengumpulkan dan mengikatnya dengan rantai terbuat dari perak". 'Ashim berkata; "Aku melihat gelas tersebut lalu kupergunakan untuk minum". (H.R. Bukhari no. 3109)

حَدَّثَنَا سَعِيْدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُوْ غَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُوْ حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ ذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَأَةٌ مِنَ الْعَرَبِ ...... جَلَسَ فِي سَقِيْفَةِ بَنِيْ سَاعِدَةَ هُوَ وَأَصْحَابُهُ ثُمَّ قَالَ اسْقِنَا يَا سَهْلُ فَخَرَجْتُ لَهُمْ بِهٰذَا الْقَدَحِ فَأَسْقَيْتُهُمْ فِيْهِ فَأَخْرَجَ لَنَا سَهْلٌ ذٰلِكَ الْقَدَحَ فَشَرِبْنَا مِنْهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَوْهَبَهُ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ بَعْدَ ذٰلِكَ فَوَهَبَهُ لَهُ
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Abu Ghassan dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd ra dia berkata; "Ketika dituturkan kepada Rasulullah saw tentang cerita seorang wanita Arab, … Lalu Nabi saw kembali dan duduk di bangsal Bani Sa'idah bersama dengan para sahabatnya. Kemudian beliau bersabda: "Tuangkanlah kepada kami minuman wahai Sahal." Lalu saya mengeluarkan mangkuk ini untuk mereka dan memberikan minuman kepada mereka dengan menggunakan mangkuk tersebut." Setelah itu Sahal mengeluarkan mangkuk tersebut untuk kami dan kami pun meminum air darinya." Abu Hazim berkata; "Selang beberapa tahun kemudian, Umar bin Abdul Aziz meminta mangkuk itu, maka mangkuk tersebut di berikan kepadanya." (H.R. Bukhari no. 5637)

8.  PARA SAHABAT MENDAPAT BERKAH DARI LUDAH NABI SAW
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ اللهِ بْنَ أُبَيٍّ بَعْدَ مَا أُدْخِلَ حُفْرَتَهُ فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ فَوَضَعَهُ عَلىٰ رُكْبَتَيْهِ وَنَفَثَ عَلَيْهِ مِنْ رِيْقِهِ وَأَلْبَسَهُ قَمِيْصَهُ فَااللهُ أَعْلَمُ وَكَانَ كَسَا عَبَّاسًا قَمِيْصًا قَالَ سُفْيَانُ وَقَالَ أَبُوْ هَارُوْنَ يَحْيٰى وَكَانَ عَلىٰ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَمِيْصَانِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبْدِ اللهِ يَا رَسُولَ اللهِ أَلْبِسْ أَبِي قَمِيْصَكَ الَّذِي يَلِيْ جِلْدَكَ قَالَ سُفْيَانُ فَيُرَوْنَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْبَسَ عَبْدَ اللهِ قَمِيْصَهُ مُكَافَأَةً لِمَا صَنَعَ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, 'Amru; Aku mendengar Jabir bin 'Abdullah ra berkata, Rasulullah saw mendatangi 'Abdullah bin Ubay setelah dimasukkan kedalam kuburnya, lalu beliau memerintahkan untuk mengeluarkannya. Maka jenazahnya dikeluarkan dan diletakkan di kedua lutut beliau kemudian beliau meludahi dengan air ludah beliau dan memakaikan baju gamis (qamis) beliau. Dan Allah yang lebih mengetahui. Sebelumnya beliau pernah memakaikan (memberi) baju kepada 'Abbas. Berkata, Sufyan dan berkata, Abu Harun Yahya: "Bahwa Rasulullah saw memiliki dua gamis". Maka putra 'Abdullah bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, pakaikanlah bapakku dengan gamis anda yang telah mengenai kulit anda". Sufyan berkata: "Mereka memandang Nabi saw memakaikan baju beliau kepada 'Abdullah sebagai hadiah yang sama seperti yang beliau lakukan (terhadap 'Abbas) ". (H.R. Bukhari no.1350)
حَدَّثَنِيْ عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا أَبُوْ عَاصِمٍ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ أَخْبَرَنَا سَعِيْدُ بْنُ مِيْنَاءَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا حُفِرَ الْخَنْدَقُ رَأَيْتُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمَصًا شَدِيْدًا فَانْكَفَأْتُ إِلَى امْرَأَتِيْ فَقُلْتُ هَلْ عِنْدَكِ شَيْءٌ فَإِنِّيْ رَأَيْتُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمَصًا شَدِيْدًا فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جِرَابًا فِيْهِ صَاعٌ مِنْ شَعِيْرٍ وَلَنَا بُهَيْمَةٌ دَاجِنٌ فَذَبَحْتُهَا وَطَحَنَتِ الشَّعِيْرَ فَفَرَغَتْ إِلٰى فَرَاغِيْ وَقَطَّعْتُهَا فِي بُرْمَتِهَا ثُمَّ وَلَّيْتُ إِلٰى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَا تَفْضَحْنِي بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِمَنْ مَعَهُ فَجِئْتُهُ فَسَارَرْتُهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ ذَبَحْنَا بُهَيْمَةً لَنَا وَطَحَنَّا صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ كَانَ عِنْدَنَا فَتَعَالَ أَنْتَ وَنَفَرٌ مَعَكَ فَصَاحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أَهْلَ الْخَنْدَقِ إِنَّ جَابِرًا قَدْ صَنَعَ سُورًا فَحَيَّ هَلًا بِهَلِّكُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْزِلُنَّ بُرْمَتَكُمْ وَلَا تَخْبِزُنَّ عَجِيْنَكُمْ حَتّٰى أَجِيْءَ فَجِئْتُ وَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْدُمُ النَّاسَ حَتّٰى جِئْتُ امْرَأَتِيْ فَقَالَتْ بِكَ وَبِكَ فَقُلْتُ قَدْ فَعَلْتُ الَّذِي قُلْتِ فَأَخْرَجَتْ لَهُ عَجِيْنًا فَبَصَقَ فِيْهِ وَبَارَكَ ثُمَّ عَمَدَ إِلٰى بُرْمَتِنَا فَبَصَقَ وَبَارَكَ ثُمَّ قَالَ ادْعُ خَابِزَةً فَلْتَخْبِزْ مَعِيْ وَاقْدَحِيْ مِنْ بُرْمَتِكُمْ وَلَا تُنْزِلُوْهَا وَهُمْ أَلْفٌ فَأُقْسِمُ بِاللهِ لَقَدْ أَكَلُوْا حَتّٰى تَرَكُوْهُ وَانْحَرَفُوْا وَإِنَّ بُرْمَتَنَا لَتَغِطُّ كَمَا هِيَ وَإِنَّ عَجِيْنَنَا لَيُخْبَزُ كَمَا هُوَ
Telah menceritakan kepadaku 'Amru bin Ali telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim telah mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abu Sufyan telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Mina' dia berkata, aku mendengar Jabir bin Abdullah ra berkata, "Tatkala penggalian parit pertahanan Khandaq sedang dilaksanakan, aku melihat Rasulullah saw dalam keadaan lapar. Karena itu aku kembali kepada isteriku, menanyakan kepadanya, 'Apakah engkau mempunyai makanan? Aku melihat Rasulullah saw sedang lapar.' Maka dikeluarkannya suatu karung, di dalamnya terdapat satu sha' (segantang) gandum. Di samping itu kami mempunyai seekor anak kambing. Lalu aku sembelih kambing itu, sementara isteriku membuat adonan tepung. Ketika aku selesai mengerjakan pekerjaanku, aku lalu memotong-motong kecil daging kambing tersebut dan aku masukkan ke dalam periuk. Setelah itu aku pergi menemui Rasulullah saw. Isteriku berkata kepadaku, 'Janganlah kamu mempermalukanku dihadapan Rasulullah saw dan para sahabat beliau.' Aku langsung menemui beliau seraya berbisik kepadanya, 'Wahai Rasulullah! Aku menyembelih seekor anak kambing milikku, dan isteriku telah membuat adonan segantang gandum yang kami miliki. Karena itu sudilah kiranya anda datang bersama-sama dengan beberapa orang sahabat.' Maka Rasulullah saw berteriak: 'Hai para penggali Khandaq! Jabir telah membuat hidangan untuk kalian semua. Marilah kita makan bersama-sama!" Rasulullah saw lalu berkata kepada Jabir: 'Jangan kamu menurunkan periukmu dan janganlah kamu memasak adonan rotimu sebelum aku datang.' Lalu aku pulang. Tidak lama kemudian Rasulullah datang mendahului para sahabat. Ketika aku temui isteriku, dia berkata, 'Bagaimana engkau ini! Bagaimana engkau ini! Jawabku, 'Aku telah melakukan apa yang engkau pesankan kepadaku.' Maka aku mengeluarkan adonan roti kami, kemudian nabi meludahi adonan itu untuk memberi keberkahan. Setelah itu beliau menuju periuk (tempat memasak kambing), maka beliau meludahi dan mendo'akan keberkahan kepadanya, sesudah itu beliau berkata kepada isteriku: 'Panggillah tukang roti untuk membantumu memasak. Nanti isikan gulai ke mangkok langsung dari kuali dan sekali-kali jangan kamu menurunkan periukmu. 'Kala itu para sahabat semuanya berjumlah seribu orang. Demi Allah, semuanya turut makan dan setelah itu mereka pergi. Tetapi periuk kami masih tetap penuh berisi seperti semula. Sedangkan adonan masih seperti semula." (H.R. Bukhari no. 4102)

حَدَّثَنِي فَضْلُ بْنُ يَعْقُوْبَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَعْيَنَ أَبُو عَلِيٍّ الْحَرَّانِيُّ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُمْ كَانُوْا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ أَلْفًا وَأَرْبَعَ مِائَةٍ أَوْ أَكْثَرَ فَنَزَلُوْا عَلىٰ بِئْرٍ فَنَزَحُوْهَا فَأَتَوْا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى الْبِئْرَ وَقَعَدَ عَلىٰ شَفِيْرِهَا ثُمَّ قَالَ ائْتُوْنِيْ بِدَلْوٍ مِنْ مَائِهَا فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ فَدَعَا ثُمَّ قَالَ دَعُوْهَا سَاعَةً فَأَرْوَوْا أَنْفُسَهُمْ وَرِكَابَهُمْ حَتَّى ارْتَحَلُوْا
Telah menceritakan kepadaku Fadlal bin Ya'qub telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad bin A'yun Abu 'Ali Al-Harrani telah menceritakan kepada kami Zuhair telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq ia berkata; telah memberitakan kepada kami Al-Bara' bin 'Azib ra bahwa mereka pernah bersama Rasulullah saw pada peristiwa Hudaibiyyah berjumlah seribu empat ratus orang atau lebih. Kami lalu singgah dan mengambil airnya (hingga tak bersisa setetespun)". Setelah orang-orang menemui Rasulullah saw, beliau segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepinya, beliau bersabda; "Bawakan aku bejana berisi air." Setelah bejana diberikan kepada beliau, beliau meludahinya kemudian berdo'a. Selanjutnya beliau bersabda: "Biarkanlah sejenak". Setelah itu mereka dapat memuaskan diri mereka (meminumnya) begitu pula hewan-hewan tungangan mereka hingga mereka berangkat." (H.R. Bukhari no. 4151)
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ قَالَ رَأَيْتُ أَثَرَ ضَرْبَةٍ فِي سَاقِ سَلَمَةَ فَقُلْتُ يَا أَبَا مُسْلِمٍ مَا هٰذِهِ الضَّرْبَةُ فَقَالَ هٰذِهِ ضَرْبَةٌ أَصَابَتْنِيْ يَوْمَ خَيْبَرَ فَقَالَ النَّاسُ أُصِيْبَ سَلَمَةُ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَفَثَ فِيْهِ ثَلَاثَ نَفَثَاتٍ فَمَا اشْتَكَيْتُهَا حَتَّى السَّاعَةِ
Telah menceritakan kepada kami Al-Makki bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu 'Ubaid ia berkata; "Aku pernah melihat bekas luka pukulan pedang pada kaki (bagian lutut) Salamah. Aku lalu berkata kepadanya; "Wahai Abu Muslim, luka bekas pukulan apakah ini?." Dia menjawab; "Ini luka bekas pukulan yang aku alami pada perang Khaibar. Saat itu orang-orang berkata; "Salamah terluka" Maka aku mendatangi Nabi saw, lalu beliau meludahi lukaku sebanyak tiga kali. Setelah itu aku tidak merasakan sakit hingga sekarang." (H.R. Bukhari no. 4206)
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ أَبِي عُمَرَ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيْدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى الْإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ أَوْ كَانَتْ بِهِ قَرْحَةٌ أَوْ جُرْحٌ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِصْبَعِهِ هَكَذَا وَوَضَعَ سُفْيَانُ سَبَّابَتَهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ رَفَعَهَا بِاسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا لِيُشْفَى بِهِ سَقِيْمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا قَالَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ يُشْفَى وَ قَالَ زُهَيْرٌ لِيُشْفَى سَقِيْمُنَا
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb serta Ibnu Abu 'Umar dan lafazh ini miliknya Ibnu Abu 'Umar dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Abdu Rabbih bin Sa'id dari 'Amrah dari 'Aisyah bahwa apabila seseorang mengadukan suatu penyakit yang dideritanya kepada Rasulullah saw, seperti sakit kudis, atau luka, maka Nabi saw berucap sambil menggerakkan anak jarinya seperti ini -Sufyan meletakkan telunjuknya ke tanah, kemudian mengangkatnya- Bismillahi turbatu ardhina biriiqati ba'dhina liyusyfaa bihi saqiimuna bi idzni rabbina." (Dengan nama Allah, dengan debu di bumi kami, dan dengan ludah sebagian kami, semoga sembuhlah penyakit kami dengan izin Rabb kami). Ibnu Abu Syaibah berkata; ruqyah tersebut berbunyi; Yusyfaa'. Dan Zuhair berkata; Doa ruqyah tersebut berbunyi; Liyusyfaa saqiimunaa.' (H.R. Muslim no. 5848. Bukhari No. 5745 dan 5746)
            Dari hadits di atas dapat kita lihat bahwa Nabi saw sendiri menjadikan ludah beliau sebagai berkah, baik untuk menambah jumlah masakan, menyembuhkan penyakit sahabatnya, bahkan untuk sahabatnya yang telah meninggalpun beliau meludahinya mungkin  denga harapan semua dosanya diampuni dan semua amal kebaikannya di terima oleh Allah swt. Lalu bagaimana dengan pendapat orang-orang yang mengingkari kegiatan tabarruk, ikut siapakah dia. Ikut Nabi saw dan salafus shaleh atau ikut lainnya? 
9.  PARA SAHABAT  BERTABARRUK DENGAN TANAH KUBURAN  DAN TUBUH NABI SAW
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكُ بْنُ عَمْرٌو حَدَّثَنَا كَثِيْرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي صَالِحٍ قَالَ أَقْبَلَ مَرْوَانُ يَوْمًا فَوَجَدَ رَجُلًا وَاضِعًا وَجْهَهُ عَلَى الْقَبْرِ فَقَالَ أَتَدْرِيْ مَا تَصْنَعُ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ فَإِذَا هُوَ أَبُو أَيُّوْبَ فَقَالَ نَعَمْ جِئْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ آتِ الْحَجَرَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لَا تَبْكُوْا عَلَى الدِّيْنِ إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ وَلٰكِنِ ابْكُوْا عَلَيْهِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ
Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Amru telah menceritakan kepada kami Katsir bin Zaid dari Daud bin Abu Shalih berkata; pada suatu hari Marwan mendapati seorang laki-laki yang menempelkan wajahnya di atas kuburan, lalu dia berkata; apakah engkau mengetahui apa yang sedang engkau lakukan? Lalu diapun mendatanginya ternyata dia adalah Abu Ayyub lalu berkata; ya, saya mendatangi Rasulullah saw dan bukan mendatangi batu. saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "janganlah kalian menangisi agama ini jika dikendalikan oleh ahlinya akan tetapi tangisilah agama ini jika diurus oleh yang bukan ahlinya (maksudnya adalah Marwan sendiri). (H.R. Ahmad no 24302, Hakim dalam Mustadrak no. 8717, Al-Dhahabi menshahihkannya, Thabrani dalam Mu’jam no. 3999 disahkan oleh Haithami dalam Al-Zawa'id), riwayat semacam itu bisa dirujuk didalam kitab-kitab: Ibnu Hibban dalam shahihnya, Sehingga tidak ada seorang ahli hadits lain yang meragukannya.

Atas dasar hadits di atas maka, As-Samhudi dalam kitab Wafa’ Al-Wafa’ jilid: 4 halaman: 1404 menyatakan bahwa; “jika sanad haditsnya dinyatakan baik (benar) maka menyentuh tembok kuburan (makam) tidak bisa dinyatakan makruh”. Nah, jika hukum makruh saja tidak bisa ditetapkan apalagi hukum haram, sebagai perwujudan dari perbuatan syirik, sebagaimana yang ‘dihayalkan’ oleh madzhab Salafi (Wahabi).

Hadits di atas itu jelas menunjukkan disamping ziarah kepada Rasulallah saw. juga pengambilan berkah dari makam Rasulullah saw. Ziarah kubur dengan tujuan pengambilan berkah semacam itu tidaklah mengapa, bukan tergolong syirik ataupun bid’ah sebagaimana yang dianggap oleh kaum Wahabi. Bila tidak demikian mengapa Abu Ayyub ra. tidak cukup memberi salam dan berdo’a kepada Allah swt. tanpa di iringi dengan menempelkan wajahnya di atas pusara Nabi saw.?

Dalam konteks riwayat itu juga tidak jelas di sebutkan apa penyebab teguran Marwan terhadap Abu Ayyub. Ada banyak kemungkinan di sini. Yang jelas bukan karena syirik atau bid’ah, karena kalau benar semacam itu niscaya Marwan akan tetap bersikeras melarang perbuatan Abu Ayyub tersebut. Bila orang ingin menjalankan Amar makruf nahi munkar tidak perduli siapa yang berbuat (baik itu sahabat maupun bukan sahabat) harus dicegah perbuatan munkarnya. Lalu mengapa Marwan menghentikan tegurannya ketika melihat bahwa yang melakukannya adalah Abu Ayyub?

Adapun teguran Marwan jelas tidak bisa disamakan dengan teguran para muthowwi’ (rohaniawan Wahhabi) di sekitar tempat-tempat suci di Saudi Arabia. Karena muthowwi' itu dengan jelas langsung menvonis syirik, bukan karena rasa khawatir syirik, tidak lain karena kesalahan mereka dalam memahami dan mempraktekkan kaidah Syadzudz Dzarai dan dalam menentukan tolak ukur antara Tauhid dan syirik.

Jika apa yang dilakukan Abu Ayyub Al-Anshari (seorang sahabat besar Rasulullah) itu tergolong perbuatan syirik (sebagaimana paham kaum Wahabi) maka mungkinkah seorang sahabat besar semacam beliau melakukan perbuatan syirik atau akan berbuat sesuatu yang berbau kekufuran atau kesyirikan? Sudah Tentu Tidak Mungkin! Beranikah golongan pengingkar menyatakan bahwa Abu Ayyub Al-Anshari pelaku syirik karena tergolong penyembah kubur (quburiyuun)?

Abu Darda’ dalam sebuah riwayat menyebutkan: “Suatu saat, Bilal (Al-Habsyi) bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Beliau bersabda kepada Bilal: ‘Wahai Bilal, ada apa gerangan dengan ketidak perhatianmu (jafa’)? Apakah belum datang saatnya engkau menziarahiku?’. Selepas itu, dengan perasaan sedih, Bilal segera terbangun dari tidurnya dan bergegas mengendarai tunggangannya menuju ke Madinah. Bilal mendatangi kubur Nabi sambil menangis lantas meletakkan wajahnya di atas pusara Rasul. Selang beberapa lama, Hasan dan Husein (cucu Rasulallah) datang. Bilal mendekap dan mencium keduanya”. (Tarikh Damsyiq jilid 7 halaman: 137; Usud Al-Ghabah karya Ibnu Hajar jilid: 1 halaman 208; Tahdzibul Kamal jilid: 4 halaman 289, dan Siar A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi jilid: 1 Halaman 358)

Bilal menganggap ungkapan Rasulallah saw. dalam mimpinya sebagai teguran dari beliau saw, padahal secara dhohir beliau saw telah wafat. Jika tidak demikian, mengapa sahabat Bilal datang jauh-jauh dari Syam menuju Madinah untuk menziarahi Rasulallah saw.? Kalau Rasulullah benar-benar telah wafat, sebagaimana anggapan golongan pengingkar (wahabi) bahwa yang telah wafat itu sudah tiada, maka Bilal tidak perlu menghiraukan teguran Rasulullah saw itu. Apa yang dilakukan sahabat Bilal juga bisa dijadikan dalil atas ketidak benaran paham Wahabisme, pemahaman Ibnu Taimiyah dan Muhamad bin Abdul Wahhab, tentang pelarangan bepergian untuk ziarah kubur sebagaimana yang mereka pahami tentang hadits Syaddur Rihal.

Ibnu Hamlah menyatakan: “Abdullah bin Umar meletakkan tangan kanannya di atas pusara Rasul dan Bilal pun meletakkan pipinya di atas pusara itu”. (Lihat: Wafa’ Al-Wafa’ Jilid: 4 Halaman: 1405). Apa maksud Ibnu Umar dan Bilal meletakkan tangan di pusara Rasulullah? Mengapa ulama madzhab Wahabi menvonnis syirik kepada penziarah (jamaah haji) yang ingin mengusap teralis besi penutup pusara Rasulallah saw. dan kedua sahabatnya (saidina Abu Bakar dan saidina Umar)? Apakah mereka ini juga menganggap semua hadits yang telah dikemukakan itu dho’if, palsu, maudhu’ dan lain sebagainya, karena berlawanan dengan pahamnya?

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib kw. bahwa: “Sewaktu Rasulullah dikebumikan, Fatimah (puteri Rasulullah saw) bersimpuh disisi kuburan Rasulullah dan mengambil sedikit tanah makam Rasulullah kemudian diletakkan dimukanya dan sambil menangis ia pun membaca beberapa bait syair….”. (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah karya Ibnu Hajar jilid 2 halaman18, As-Sirah An-Nabawiyah jilid 2 halaman 340, Irsyad As-Sari jilid 3 halaman 352 dan sebagainya)

Jika apa yang dilakukan Siti Fatimah tersebut adalah Syirik atau bid’ah maka mengapa ia melakukannya? Apakah dia tidak pernah mengetahui apa yang telah diajarkan oleh ayahnya (Rasulullah)? Apakah mungkin khalifah Ali bin Abi Thalib membiarkan istrinya terjerumus ke dalam kesyirikan dan bid’ah yang dilarang oleh beliau saw. (versi Wahabisme)? Bukankah keduanya adalah keluarga dan sahabat Rasulullah yang tergolong Salaf Shaleh, yang konon akan diikuti oleh kelompok Wahabi?

Seorang Tabi’in bernama Ibnu Al-Munkadir pun pernah melakukannya (bertabarruk kepada kuburan Rasulullah). Suatu ketika, di saat beliau duduk bersama para sahabatnya, seketika lidahnya kelu dan tidak dapat berbicara. Beliau langsung bangkit dan menuju pusara Rasulullah dan meletakkan dagunya di atas pusara Rasulullah kemudian kembali. Melihat hal itu, seseorang mempertanyakan perbuatannya. Beliau menjawab: ‘Setiap saat aku mendapat kesulitan, aku selalu mendatangi kuburan Nabi’  (Lihat: Wafa’ Al-Wafa’ Jilid: 2 Halaman: 444)

Masihkah golongan pengingkar (wahabi) yang mengatas namakan diri sebagai pengikut dan penghidup ajaran Salaf Shaleh itu hendak menuduh kaum muslimin yang bertabarruk terhadap peninggalan Nabi sebagai pelaku syirik dan bid’ah? Kalaulah secara esensial pengambilan berkah dari kuburan adalah syirik maka setiap pelakunya harus diberi titel musyrik, tidak peduli sahabat Rasulullah atau pun orang awam biasa. Beranikah golongan ini menjuluki mereka sebagai “para penyembah kubur” (Kuburiyuun)?, sebagai mana istilah ini sering diberikan kepada kaum muslimin yang suka mengambil berkah dari kuburan Nabi dan para manusia kekasih Allah (Waliyullah) lainnya?

حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ قَالَ أَخْبَرَنِي مَعْمَرٌ وَيُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُوْ سَلَمَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ قَالَتْ أَقْبَلَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلىٰ فَرَسِهِ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ حَتّٰى نَزَلَ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَلَمْ يُكَلِّمِ النَّاسَ حَتّٰى دَخَلَ عَلىٰ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فَتَيَمَّمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُسَجًّى بِبُرْدِ حِبَرَةٍ فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ ثُمَّ بَكٰى فَقَالَ بِأَبِيْ أَنْتَ يَا نَبِيَّ اللهِ لَا يَجْمَعُ اللهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا .....
Telah menceritakan kepada kami Bisyir bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada saya Ma'mar dan Yunus dari Az-Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bahwa 'Aisyah rdh isteri Nabi saw mengabarkan kepadanya, katanya; Abu Bakar ra menunggang kudanya dari suatu tempat bernama Sunih hingga sampai dan masuk ke dalam masjid dan dia tidak berbicara dengan orang-orang, hingga menemui 'Aisyah rdh lalu dia mengusap Nabi saw yang sudah ditutupi (jasadnya) dengan kain terbuat dari katun. Kemudian dia membuka tutup wajah beliau lalu Abu Bakar memeluk dan mencium beliau. Kemudian Abu Bakar menangis seraya berkata: "Demi bapak dan ibuku, wahai Nabi Allah, Allah tidak akan menjadikan kematian dua kali kepadamu. Adapun kematian pertama yang telah ditetapkan buatmu itu sudah terjadi". ….. (H.R. Bukhari no. 1241)

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيْرُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيْدِ حَدَّثَنَا حُصَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُوْنٍ الْأَوْدِيِّ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ اذْهَبْ إِلَى أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فَقُلْ يَقْرَأُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عَلَيْكِ السَّلَامَ ثُمَّ سَلْهَا أَنْ أُدْفَنَ مَعَ صَاحِبَيَّ قَالَتْ كُنْتُ أُرِيْدُهُ لِنَفْسِيْ فَلَأُوْثِرَنَّهُ الْيَوْمَ عَلىٰ نَفْسِيِّ فَلَمَّا أَقْبَلَ قَالَ لَهُ مَا لَدَيْكَ قَالَ أَذِنَتْ لَكَ يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ قَالَ مَا كَانَ شَيْءٌ أَهَمَّ إِلَيَّ مِنْ ذٰلِكَ الْمَضْجَعِ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir bin 'Abdul Hamid telah menceritakan kepada kami Hushain bin 'Abdurrahman dari 'Amru bin Maimun Al-Audiy berkata,: "Aku melihat 'Umar bin Al-Khaththab ra berkata,: "Wahai 'Abdullah bin Umar temuilah Ummul Mu'minin 'Aisyah rdh lalu sampaikan bahwa 'Umar bin Al-Khaththab menyampaikan salam kepadamu, kemudian mintalah agar aku dikubur bersama kedua temanku. 'Aisyah berkata; "Aku dulu menginginkan tempat itu untukku, namun sekarang aku lebih mengutamakannya dari pada diriku. Ketika ia pulang, Umar berkata, kepadanya: "Jawaban apa yang kamu bawa?". Ia menjawab; "Engkau telah mendapat izin wahai Amirul Mu'minin, lalu ia berkata,: "Tidak ada sesuatu yang lebih aku cintai dari pada tempat berbaring itu, (H.R. Bukhari no.1392 )

Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abu Bakar sudah dikatakan musyrik karena menangisi, mencium dan memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara pada jenazah beliau saw. Tentunya Umar bin Khaththab sudah dikatakan musyrik karena di sakratul maut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw. Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya Tuhan sesembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum nasrani yang berebutan air pastor Nah, kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dengan generasi sempalan, kaum pengingkar.

Kita jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada Tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik sebenarnya.

3 komentar:

  1. Apa pendapat ustadz tentang riwayat tabarruk dengan air kencing nabi saw ?
    Apa boleh bertabrruk kepada selain nabi saw?
    Apa ada riwayat seseorang bertabarruk kepada 4 sahabat nabi saw khulafaur rasyidin dan kepada istri2 nabi saw?

    BalasHapus
  2. Apa pendapat ustadz,ibu dari Indonesia yang menggunting kain ka'bah dan membawa batu2 kerikil yang diambil dari tempat lempar jumroh untuk niat tabarruk penyembuhan penyakit?Atau mengambil tanah di kuburan Baqi' untuk penyembuhan?Syukron

    BalasHapus
  3. Perlu ada rambu2/penjelasan yang jelas agar tabarruk tidak bebas yang membawa kesyirikan.

    BalasHapus