Rabu, 02 September 2015

Dalil / hukum mengamalkan doa, hizib, memakai azimat


      
  Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasarnya tidak lepas dari ikhtiar seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah swt melalui amalan itu. Jadi sebenarnya, membaca hizib dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah swt. Dan Allah sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya. Allah swt, berfirman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu".(Q.S. 40 Al-Mu’min 60)
            Ada beberapa dalil dari hadits Nabi saw yang menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيٰى قَالَ قَرَأْتُ عَلىٰ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكٰى يَقْرَأُ عَلىٰ نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَنْهُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا.
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya  telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibn Syihab dari Urwah dari Aisyah rda bahwasanya Rasulullah saw apabila sakit, beliau membaca mu’awidzati (surat Al-Falaq dan Al-Nas) untuk diri beliau dan meniupkan air liur/ ludah beliau. Tetapi apabila sakitnya keras, maka sayalah yang membacakannya dan saya usapkan pada tangan beliau dengan mengharapkan berkahnya mu’awidzati itu. (H.R. Bukhari no. 5016 dan Muslim no. 5844).
Dikatakan oleh Al-hafidh Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy menanggapi hadits di atas  bahwa Rasul saw membaca mu’awwidzatain lalu meniupkannya ke kedua telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke sekujur tubuh yang dapat disentuhnya, hal itu adalah tabarruk dengan nafas dan air liur yang telah dilewati bacaan Al-Qur’an, sebagaimana tulisan dzikir-dzikir yang ditulis dibejana (untuk obat). (Al-Jami’usshaghiir Imam Assuyuthiy Juz 1 hal 84 hadits no.104)
Tidak hanya ludah dari bibir Rasulullah saw yang yang dapat menyembuhkan penyakit, tapi ludah dari bibir para sahabat beliau pun yang telah dilewati ayat-ayat Al-Qur’an mampu menyembuhkan penyakit, tentunya itu semua atas idzin Allah., sebagai mana hadits shahih di bawah ini : 
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّـلِ عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا  عَلىٰ حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوْهُمْ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذٰلِكَ إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ فَقَالُوْا هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ فَقَالُوا إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُوْنَا وَلَا نَفْعَلُ حَتّٰى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلًا فَجَعَلُوْا لَهُمْ قَطِيْعًا مِنَ الشَّاءِ فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ فَقَالُوْا لَانَأْخُذُهُ حَتّٰى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلُوْهُ فَضَحِكَ وَقَالَ وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ خُذُوْهَا وَاضْرِبُوْا لِيْ بِسَهْمٍ
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Bisyr dari Abu Al-Mutawakkil dari Abu Sa'id Al-Khudri ra bahwa beberapa orang sahabat Nabi saw mengadakan suatu perjalanan, ketika mereka melewati salah satu perkampungan dari perkampungan Arab, orang-orang kampung tersebut tidak menerima mereka, ketika sikap mereka masih seperti itu seorang pemimpin mereka terkena sengatan kalajengking, lalu mereka pun berkata; "Apakah diantara kalian ada yang mempunyai obat, atau seorang yang bisa meruqyah?" lalu para sahabat Nabi pun berkata; "Sesungguhnya kalian tidak mau menerima kami, maka kamipun tidak akan melakukannya sehingga kalian memberikan imbalan kepada kami, "akhirnya mereka pun berjanji akan memberikan beberapa ekor kambing."Lalu seorang sahabat Nabi membaca Ummul Qur`an dan mengumpulkan ludahnya seraya meludahkan kepadanya hingga laki-laki itu sembuh, kemudian orang-orang kampung itu memberikan kepada para sahabat Nabi beberapa ekor kambing." Namun para sahabat Nabi berkata; "Kita tidak akan mengambilnya hingga kita bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal ini, "Lalu mereka bertanya kepada Nabi saw tentang pemberian itu hingga membuat beliau tertawa. Beliau bersabda: "Tidak tahukah kamu bahwa itu ruqyah, ambillah pemberian tersebut dan berilah bagiannya untukku." (H.R. Bukhari no.5736 dan 5749)

حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِيْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَارَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرٰى فِي ذٰلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقٰى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Telah menceritakan kepadaku Abu Ath-Thahir; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Mu'awiyah bin Shalih dari 'Abdur Rahman bin Jubair dari bapaknya dari 'Auf bin Malik Al-Asyja'i dia berkata; "Kami biasa membuat azimat (melakukan mantera dan semacamnya) pada masa jahiliyah. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah saw : Ya Rasulullah! bagaimana pendapat Anda tentang hal itu? Jawab beliau: Coba tunjukkanlah azimatmu itu padaku.  Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kemusyrikan. (H.R. Muslim no. 5862) 
حَدَّثَنِي عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الْعَمِّيُّ حَدَّثَنَا أَبُوْ عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ رَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِآلِ حَزْمٍ فِي رُقْيَةِ الْحَيَّةِ وَقَالَ لِأَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ مَا لِيْ أَرٰى أَجْسَامَ بَنِيْ أَخِيْ ضَارِعَةً تُصِيْبُهُمُ الْحَاجَةُ قَالَتْ لَا وَلٰكِنِ الْعَيْنُ تُسْرِعُ إِلَيْهِمْ قَالَ ارْقِيْهِمْ قَالَتْ فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ ارْقِيْهِمْ
Telah menceritakan kepadaku 'Uqbah bin Mukram Al-'Ammi; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Juraij dia berkata; Dan telah mengabarkan kepadaku Abu Az-Zubair bahwa dia mendengar Jubair bin Abdullah berkata; "Nabi saw membolehkan keluarga Hazm meruqyah (memantrai) bekas gigitan ular." Dan beliau bertanya kepada 'Asma binti 'Umais: 'Kelihatannya tubuh anak saudaraku ini kurus kering. Apakah mereka kurang makan? 'Jawab Asma'; 'Tidak! Mereka terkena penyakit pengaruh pandangan mata.' Beliau saw bersabda: 'Ruqyahlah (mantrailah) mereka! 'Lalu kuminta agar beliau sudi meruqyah mereka. Tetapi beliau tetap mengatakan: 'Ruqyahlah (mantrailah) mereka.' (H.R. Muslim no. 5855)
            Dalam Al-Thibb Al-Nabawi, Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Al-Dzahabi menyitir sebuah hadits :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَقُلْ : أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنِ، فَإِنَّهَا لاَيَضُرُّهُ. وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ يُعَلِّمُهَا مَنْ بَلَغَ مِنْ وَلَدِهِ وَمَنْ لَمْ يَبْلُغْ كَتَبَهَا فِى صَكٍّ، ثُمَّ عَلَقَهَا فِى عُنُقِهِ. (الطب النبوي 167)
“Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Apabila salah satu diantara kalian bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah swt yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dan dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak dapat membahayakan orang tersebut. Dan Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anak-anaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya”. (At-Thibb Al-Nabawi halaman 167).
            Syekh Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya Abwab Al-Fajar  halaman 45 sebagai berikut :
قَالَ ابْنُ الْحَاجِّ : لَابَأْسَ بِالتَّدَاوِيْ بِالنُّشْرَةِ تُكْتَبُ فِى وَرَقِ أَوْ إِنَاءٍ نَظِيْفٍ سُوَرٌ مِنَ اْلقُرْآنِ أَوْ أَيَاتٌ وَيَشْرَبُ بِهَا الْمَرِيْضُ فَيَجِدُ الْعَافِيَةُ بِإِذْنِ اللهِ. (أبواب الفرج 45)
“Ibn Al-Hajj berkata: Tidak apa-apa berobat menggunakan lembaran yang ditulis surat atau ayat Al-Qur’an, lalu dicelupkan ke dalam air yang bersih. Kemudian diminumkan kepada orang sakit, dengan idzin Allah swt, si sakit tersebut menjadi sembuh”. (Abwab Al-Faraj halaman 45)
Imam Ahmad dan lainnya menyatakan tidak mengapa menulis Al-Qur’an untuk orang yang kena musibah atau lainnya termasuk sakit dengan materi (media/bahan) yang dibolehkan lalu membasuh dan meminumnya. Tidak boleh menulisnya dengan selain Al-Qur’an seperti tulisan-tulisan yang tidak dimengerti artinya dari bahasa-bahasa berbagai ajaran yang berbeda-beda, karena mengandung di dalamnya kekafiran. Materi (media) nya tidak boleh berupa darah dan semacamnya yang termasuk najis karena haram bahkan kafir. Tidak boleh juga semisal membolak-balikkan huruf Al-Qur’an. (Kitab Khozinatul Asror halaman 67 dan Tafsir Ruuhul Bayan pada akhir Surat Al-Ahqof)
            Sekumpulan ulama Salaf berpendapat: “boleh menulis beberapa ayat Al-Qur’an untuk penyakit ‘Ain (mata jahat) kemudian meminum air basuhan tulisan tersebut”. Berkata Imam Mujahid, “Tidak apa-apa menulis Al-Qur’an dan membasuhnya dan meminumkannya kepada orang sakit”. Dan seperti itu juga diriwayatkan dari Abi Qilabah. Dan disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa beliau menyuruh menulis dua ayat Al-Qur’an untuk wanita yang sulit melahirkan, lalu membasuhnya dan meminumnya. Dan berkata Ayub, “Aku pernah melihat Abu Qilabah menulis tulisan sebagian dari Al-Qur’an lalu membasuhnya dengan air dan meminumkannya kepada seseorang laki-laki yang punya penyakit”  (At-Thibb Al-Nabawi halaman 133)

        Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata, “Ketika Rasulullah saw shalat, ketika sujud beliau disengat oleh kalajengking pada jari-jarinya. Maka berpalinglah Rasulullah saw dan beliau berkata, “Semoga Allah melaknati kalajengking itu, selama kau tinggalkan Nabi dan selainnya”. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kemudian Nabi meminta bejana yang isinya air dan garam. Lalu beliau memulai meletakkan air dan garamnya tersebut ke tempat luka sengatan tadi dan beliau membaca Qul Huwallaahu Ahad dan Al Mu’awwidzatain (Al Falaq dan An-Nas) sehingga luka sengatan tadi menjadi tenang“ (Kitab Ath Thibbun Nabawi halaman 141)
            Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman menggunakan azimat, misalnya :
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَالَةَ شِرْكٌ
“Dari Abdullah ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, (yang digunakan untuk kejahatan) adalah perbuatan syirik”. (H.R. Abu Dawud)
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menggantungkan azimat di lehernya, maka sungguh orang itu telah berbuat syirik”. ( H.R. Ahmad)
            Mengomentari hadits di atas, Ibn Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain mengatakan : 
قَالَ ابْنُ حَجَرٍ كَغَيْرِهِ مَحَلُّ مَاذُكِرَ فِى هٰذَا الْخَبَرِ وَمَا قَبْلَهُ تَعْلِيْقُ مَالَيْسَ فِيْهِ قُرْآنٌ وَنَحْوُهُ أَمَّا مَا فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَلاَ نَهْيَ عَنْهُ فَإِنَّهُ إِنَّمَا جُعِلَ لِلتَّبَرُّكِ وَالتَّعَوُّذُ بِأَسْمَائِهِ وَذِكْرِهِ. (فيض القدير 181)
“Ibnu Hajar dan ulama lainnya mengatakan : Keharaman yang terdapat dalam hadits ini, atau hadits yang lain, adalah apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah swt, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil berkah serta minta perlindungan dengan nama Allah swt atau dzikir kepada-Nya”. (Faidh Al-Qadir halaman 181).
            Inilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah membuat azimat.
قَالَ الْمَرُّوْذِي شَكَتْ إِمْرَأَةٌ إِلٰى أَبِي عَبْدِ اللهِ (أَحْمَدْ بِنْ حَنْبَلْ) أَنَّهَا مُسْتَوْحِشَةٌ فِى بَيْتِهَا وَحْدَهَا فَكَتَبَ لَهَا بِخَطِّهِ بِسْمِ اللهِ وَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ، وَقَالَ كَتَبَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مِنَ الْحُمَّى بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ،  بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَمُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ (يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلٰى إِبْرَاهِيْمَ، وَأَرَادُوْا بِهِ كَيْداً فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِيْنَ.(الأنبياء 69-70). اللهم رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِلَ وَإِسْرَفِيْلَ إِشْفِ صَاحِبَ هٰذَا الْكِتَابِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ وَجَبَرُوْتِكَ إِلٰهِ الْحَقِّ آمِيْنَ. وَقَالَ أَبُوْ دَاوُدَ رَأَيْتُ عَلَى ابْنٍ لِأَبِي عَبْدِ اللهِ وَهُوَ صَغِيْرُ تَمِيْمَةً فِى رَقَبَتِهِ فِى أَدِيْمٍ. وَكَانَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْنِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ اللهُ يَكْتُبُ عَلٰى جَبْهَةِ الرَّافِعِ (وَقِيْلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِيْ مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الأَمْرُ. هود : 44). (الآداب الشرعية والمنح المرعية، ج 2, ص 307)
“Al-Marrudzi berkata: Seorang perempuan mengadu kepada Abu Abdillah (Ahmad bin Hambal) bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hambal menulis dengan tangannya sendiri, بِسْمِ اللهِ وَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ (Al-Falaq dan Al-Nas). Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ،  بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَمُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ (يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلٰى إِبْرَاهِيمَ،وَأَرَادُوابِهِ كَيْداً فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ. الأنبياء 69-70). اللهم رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِلَ وَإِسْرَفِيْلَ إِشْفِ صَاحِبَ هٰذَا الْكِتَابِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ وَجَبَرُوْتِكَ إِلٰهِ الْحَقِّ آمِيْنَ. Abu Dawud menceritakan : Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abu Abdillah (Ahmad bin Hambal) yang masih kecil. Syekh Taqiyyuddin Ibn Taimiyah rh menulis وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الأَمْرُ  di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dari hidungnya). (Al-Adab Al-Syar’iyyah wa Al-Mar’iyyah juz 2 halaman 307).
            Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan, setidaknya ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan, sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani :
وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلىٰ جَوَازِ الرُّقٰى عِنْدَ اجْتِمَاعِ ثَلاَثَةِ شُرُوْطٍ. (1) أَنْ تَكُوْنَ بِكَلاَمِ اللهِ تَعَالَى أَوْ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ أَوْ كَلاَمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . (2) أَنْ تَكُوْنَ بِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ أَوْ بِمَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ مِنْ غَيْرِهِ. (3) أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ الرُّقْبَةَ لاَ تُؤَثِّرُ بِذَاتِهَا بَلْ بِقُدْرَةِ اللهِ تَعَالَى وَالرُّقْيَةُ إِنَّمَا هِيَ سَبَبٌ مِنَ اْلأَسْبَابِ. (العلاج بالرقى من الكتاب والسنة 72-73)
“Ulama sepakat bahwa menggunakan doa-doa, hizib dan azimat itu diperbolehkan asal memenuhi tiga syarat. (Pertama) Harus menggunakan Kalam Allah swt, sifat Allah swt, Asma Allah swt ataupun sabda Rasulullah saw. (Kedua) Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya. (Ketiga) Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah swt, sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja”. (Al-‘Illaj bi Al-Ruqa min Al-Kitab wa Al-Sunnah halaman 82-83)
Hati-hati Buku berjudul KESAKSIAN RAJA JIN (Abu aqila) menyesatkan. Karena menghina imam Bukhari dan imam Muslim dengan perkataan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebelum mereka bertobat” Semoga pengarang buku tersebut yang merupakan buku best seller segera bertaubat dari tuduhannya dan kesombongannya seolah-olah dirinya lebih ‘alim dari imam Bukhori dan imam Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar