Dalam kitab Mafahim
Yajib An Tushahhah halaman 145-146, Syekh Muhammad bin Alwi Al-Maliki
Al-Hasani menulis pendapat Imam Ahmad bin
Hanbal dan Syekh Ibnu Taimiyah mengenai tawassul yaitu :
عَلَى أَنَّ الشَّيْخَ ابْنَ تَيْمِيَةَ
فِي بَعْضِ الْمَوَاضِعَ مِنْ كُتُبِهِ أَثْبَتَ جَوَازَ التَّوَسُّلِ
بِالنَّبِيِّصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دُونَ تَفْرِيقٍ أَوْ تَفْصِيلٍ بَيْنَ حَيَاتِهِ وَمَوْتِهِ
وَحُضُورِهِ وَغِيَابِهِ وَنَقَلَ عَنِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَالْعِزِّ ابْنِ
عَبْدِ السَّلَامِ جَوَازَ ذلِكَ فِي الْفَتَاوَى الْكُبْرَى.
قَالَ الشَّيْخُ وَكَذلِكَ مِمَّا يُشْرَعُ
التَّوَسُّلُ بِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الدُّعَاءِ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الَّذِي رَوَاهُ
التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَ شَخْصًا أَنْ يَقُولَ اللهم إِنِّيْ أّسْأَلُكَ
وَأَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمةِ يَا مُحَمَّدُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّيْ
أَتَوَسَّلُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي
لِيَقْضِيَهَا اللّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ. فَهَذَا التَّوَسُّلِ بِهِ
حَسَنٍ
“Syekh Ibnu Taimiyah dalam beberapa bagian kitab-kitabnya, menetapkan
bolehnya bertawassul kepada Nabi Muhammad saw, tanpa pemisahan dan rincian, baik ketika beliau masih hidup maupun setelah
wafat, baik ketika beliau menyaksikan
maupun ketika tidak ada. Ada pula riwayat yang dikutip Imam Ahmad bin Hanbal
dan Al-Izz bin Abdussalam yang menyatakan
bahwa hal itu memang dibolehkan, sebagaimana tercantum dalam Al-Fatawi
Al-Kubra”.
“Syekh Ibnu Taimiyah mengatakan
: Demikian pula termasuk yang disyariatkan adalah
bertawassul kepada Allah dengan Nabi Muhammad saw, di dalam doa seperti
yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, dan
dishahihkannya, yang menyatakan bahwa Nabi saw, pernah mengajari seseorang
untuk mengatakan : Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepada-Mu dan bertawassul
kepada-Mu dengan (kemuliaan) Nabi-Mu Muhammad saw, Nabi penyebar rahmat. Wahai
Muhammad, sesungguhnya aku menghadap dengan (kemuliaan) mu kepada Tuhanmu supaya Dia menampakkan hajatku dan memenuhinya.
Ya Allah, berilah dia hak syafaat untukku.
Masih menurut Ibnu Taimiyah, tawassul
yang demikian itu juga baik”. (Ibnu Taimiyah, Al-Fatawi Al-Kubra juz 3 halaman 276).
وَقَالَ أَيْضًا
وَالتَّوَسُّلُ إِلَى اللهِ بِغَيْرِ نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوَاءٌ سُمِّيَ اسْتِغَاثَةً أَوْ لَمْ يُسَمَّ لَا نَعْلَمُ
أَحَدًا مِنَ السَّلَفِ فَعَلَهُ وَلَا رُوَى فِيهِ أَثَرًا وَلَا نَعْلَمُ فِيهِ
إِلَّا مَا أَتَى بِهِ الشَّيْخُ -يَعْنِي
الشَّيْخَ عِزَّ الدِّينِ ابْنَ عَبْدِ السَّلَامِ- مِنَ الْمَنْعِ وَأَمَّا
التَّوَسُّلَ بِالنَّبِيِّ r فَفِيهِ حَدِيثٌ فِي السُّنَنِ رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ
وَغَيْرُهُمَا أَنَّ أَعْرَبِيًّا أَتَى النَّبِيَّ r فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أُصِبْتُ فِي بَصَرِي فَادْعُ
اللهَ لِي فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأْ وَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ اللهم أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ
مُحَمَّدٍ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَشَفَّعُ بِكَ فِي رَدِّ بَصَرِي اللهم شَفِّعْ
نَبِيَّكَ فِيَّ وَقَالَ فَإِنْ كَانَتْ لَكَ حَاجَةٌ فَمِثْلَ ذلِكَ فَرَدَّ
اللهُ بَصَرَهُ فَلِأَجْلِ هذَا الْحَدِيثِ اسْتَثْنَى الشّيْخُ التَّوَسُّلَ
بِهِ.
وَقَالَ الشّيْخُ ابْنُ تَيْمِيَةَ أَيْضًا فِي
مَوْضِعٍ آخَرَ وَلِذلِكَ قَالَ أَحْمَدُ فِي مَنْسَكِهِ الَّذِي كَتَبَهُ
الْمَرْوَزِيُّ صَاحِبُهُ إِنَّهُ يَتَوَسَّلُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دُعَائِهِ وَلَكِنَّ غَيْرَ أَحْمَدَ قَالَ هذَا إِقْسَامٌ
عَلَى اللهِ بِهِ وَلَا يُقْسَمُ عَلَى اللهِ
بِمَخْلُوقٍ وَأَحْمَدُ فِي إِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ قَدْ جَوَّزَ الْقَسَمَ بِهِ
وَلِذلِكَ جَوَّزَ التَّوَسُّلَ بِهِ
“Syekh Ibnu Taimiyah mengatakan juga bahwa dalam hal bertawassul kepada Allah swt, dengan selain
(kemuliaan) Nabi Muhammad saw, baik dalam istighatsah (mohon pertolongan)
maupun tidak menyebutkan (macam
tawassulnya), kami tidak mengetahui adanya (ulama) salaf yang
melakukannya dan tidak mengetahui adanya atsar (perkataan sahabat) mengenai hal
itu. Kami hanya mengetahui syekh, yakni syekh Al-Izz bin Abdussalam justru
melarangnya. Adapun bertawassul kepada Allah swt, dengan manggunakan kemuliaan Nabi saw, itu memang disebutkan dalam
Sunan Al-Nasa’i dan Al-Tirmidzi dan selain
keduanya. Imam Nasa’i dan imam Tirmidzi, juga yang lainnya meriwayatkan
bahwa ada orang Arab yang mendatangi Nabi
saw, ia berkata : Wahai Rasul utusan Allah, sesungguhnya aku sakit mata,
mohonkanlah kepada Allah untuk kesembuhanku. Nabi saw, lalu bersabda :
Berwudhulah dan lakukanlah shalat dua rakaat, lalu katakanlah : Ya Allah, aku memohon kepada Engkau dan aku menghadap
kepada-Mu dengan (kemuliaan) Nabi-Mu,
Muhammad. Wahai Muhammad sesungguhnya aku memohon syafaat kepadamu untuk
menyembuhkan mataku. Ya Allah, berilah
Nabi-Mu hak untuk memberi syafaat kepadaku. Lalu Rasulullah saw,
bersabda : Jika kamu mempunyai hajat/kebutuhan (lagi), lakukanlah hal seperti itu. Maka Allah pun menyembuhkan mata
orang Arab itu. Berdasar hadits tersebut, Syekh Ibnu Taimiyah
membolehkan tawassul kepada Allah dengan kemuliaan Nabi Muhammad saw”. (Ibnu Taimiyah, Al-Fatawi Al-Kubra
juz 1 halaman 105).
“Pada bagian lain, Syek Ibnu
Taimiyah mengatakan : Dan oleh karena itu, Imam Ahmad menulis di dalam tuntunan ibadah yang
beliau tulis untuk Al-Marwazi, temannya :
Boleh bertawassul kepadaAllah saw, dengan (kemuliaan) Nabi saw, di dalam doanya. Selain itu Imam Ahmad mengatakan
: Sesungguhnya yang demikian itu
merupakan sumpah kepada Allah dengan menggunakan nama Nabi Muhammad,
padahal tidak boleh bersumpah kepada Allah
dengan menggunakan makhluk. Sementara itu, imam Ahmad bin Hanbal dalam salah satu riwayat, membolehkan
bersumpah (kepada Allah) dengan menggunakan nama makhluk. Oleh karena
itu, imam Ahmad membolehkan bertawassul
(kepada Allah) dengan Nabi Muhammad saw”. (Ibnu Taimiyah, Al-Fatawi Al-Kubra juz 1 halaman
140).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar